Di Campakakan Camat Di Kejar Komandan Elite

"Oppa! Apa boleh kita bicara sebentar?" tanya Aisya begitu sudah berada di hadapan Satria.

Satria sedikit terkejut dengan permintaan Aisya. Ia gegas memberi kode pada Ray sepupunya. Ray yang mengerti langsung bangkit sambil tersenyum jahil.

"Aisya silahkan duduk, jika merasa kedinginan langsung stel ulang ya suhunya! Aku yakin kamu bisa!" ujar Ray dengan nada menyindir si kulkas 10 pintu di hadapannya.

Belum sempat Aisya menyahut, Ray udah langsung ngacir sambil terkekeh melihat tatapan tajam Satria.

"Apa maksud Kak Ray, Oppa?" tanya Aisya bingung.

"Lupakan aja ucapan buaya itu! Tidak penting! Tadi kamu mau bicara?" ujar Satria lembut.

"Oh iya! Oppa, ada yang ingin aku sampaikan pada Oppa." ujar Aisya sedikit ragu.

"Hmm! Katakan aja jangan ragu, apapun yang akan kamu katakan aku akan mendengarnya dengan baik." ucap Satria yang menangkap keraguan di wajah Aisya.

"Oppa tahu kenapa aku bisa batal nikah sama pak camat?"

"Kenapa?"

"Dua hari sebelum hari H tiba-tiba Riska datang dengan membawa hasil tes kesehatan. Dan hasilnya aku di vonis mandul?" jujur Aisya sambil menunduk, akhirnya ia mengungkapkan ke gundahnya hatinya dengan memilih jujur. Ia tidak ingin menyembunyikan apapun dari Satria, lebih baik Satria tahu kekurangan sekarang dari pada nanti jadi bumerang buat hubungan mereka kedepannya. Aisya pasrah keputusan ia serahkan sepenuhnya pada Satria.

"Itu doang!" jawab Satria santai. Satria yang udah tahu sebelumnya dari Dwi dan juga saat ia menyamar jadi kakek-kakek jadi tak terkejut sama sekali.

Aisya langsung mendongak menatap dalam mata calon suaminya itu, seolah mencari kebenaran di sana.

Tanggapan Satria yang santai berbeda jauh dari Pak Camat yang malah langsung memutuskan hubungan mereka begitu aja saat tahu jika ia mandul.

"Hah! Oops kok santai? Oppa nggak nyesal atau kecewa gitu?" Aisya merasa heran mendengar tanggapan Satria.

"Aisya dengerin aku ya, Aku mencari calon pendamping hidup yang bisa menemani aku dalam suka dan duka, aku mencintaimu tanpa syarat Aisya," jelasnya sambil menatap lembut wanita berhijab di hadapannya.

"Oppa baik banget, terima kasih Oppa sudah menerima aku apa adanya," ucap Aisya tulus dengan tersenyum lega.

"Sama-sama Humaira, lagian keluarga aku punya rumah sakit yang sudah bertaraf internasional, kita bisa berusaha dengan cara medis jika kita ingin mendapatkan keturunan. Aku yakin semua ada jalannya Aisya!" lanjut Satria yakin. Tapi entah kenapa ia merasa tidak percaya jika Aisya punya masalah dengan kesuburan.

"Tapi jika kita sudah berusaha dan tetap tidak ada hasilnya bagaimana?" pancing Aisya lagi. Ia tahu Satria tulus tapi tidak ada salahnya untuk memastikan.

"Gampang kita tinggal ajak para ponakan aku untuk tinggal di mansion kita nanti, biar ramai dengan suara ocehan mereka." jawab Satria enteng.

Aisya diam-diam tersenyum sendiri ia merasa pilihannya kali ini tidak salah. Apalagi saat mendengar jawaban Satria yang menyejukkan hatinya.

"Om Satria kami mau nginap di rumah Aunty cantik! Mau lihat lihat tempat tinggal keong," ucap Bulan yang tiba-tiba muncul bersama kembarannya.

"Aku juga Om! Boleh ya please!" bujuk Bintang tak mau kalah mencoba membujuk Satria.

"Baiklah, tapi kalian harus izin dulu sama mama Dea dan Papa ya!" tegas Satria, namun masih terdengar lembut.

"Yee! terima kasih Om Satria tampan?" ujar Bulan dan Juga Bintang lalu mengecup singkat pipi Satria setelahnya langsung ngacir mencari orang tuanya.

Aisya terkekeh gemas pada si kembar. Sedangkan Satria hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis.

"Gak papa kan, sikembar nginap di rumah kamu, besok pagi-pagi aku jemput mereka," tanya Satria meminta izin.

"Ya gak Papa lah Oppa! aku malah senang kalau ada mereka." jujur Aisya yang memang senang pada anak-anak.

"Kok dirubah lagi sih panggilannya, di depan Keluarga tadi panggilnya Mas! Sekarang kok jadi Oppa lagi," goda Satria yang sudah mulai sedikit mahir menggoda setelah berguru pada Ray.

"Ih! Oppa! tadi gak enak di depan keluarga Oppa! Emang Oppa maunya aku panggil apa?" tanya Aisya dengan tersenyum malu-malu.

"Apa ajalah senyaman kamu aja، Oppa juga boleh toh dari awal kamu juga manggilnya Oppa, kan?" jawab Satria.

Asya lamaran berakhir sukses dan meriah, anak-anak terlihat antusias saat melihat ratusan balon gas di lepaskan secara bersamaan ke udara, acara terakhir hanya untuk menghibur para bocah aja.

Riska yang menyaksikan dari kejauhan barisan mobil mewah yang berjejer rapi dengan harga miliaran itu semakin panas dingin bahkan kini ia sudah memasang koyo di kedua sisi pelipisnya sangking pusing kepalanya.

"Ayo kita pulang mas!" ajak Riska yang sudah enggak sanggup lagi ia rasanya ingin pingsan lagi.

"Pasti ini cuman mimpi!" gumamnya dalam hati masih menolak percaya pada kenyataan yang ada.

"Ayo lah! Kamu gak ada angin gak ada hujan kenapa bisa pingsan sampai dua kali gitu! Padahal sebelumnya kamu baik-baik aja, bahkan semangat bangat malah!" heran Adrian.

"Aku gak tahu juga mas! Tiba-tiba aja kepala aku pusing dan berkunang-kunang dan akhirnya gelap. Mungkin si Aisya pake dukun hebat deh! Kan mustahil bangat seorang Komandan elit sekelas Satria melamar Aisya yang hanya gadis desa." tuduh Riska dengan sadis.

"Masak sih!" tanya Adrian yang gak terlalu percaya sama omongan isterinya.

"Mas gak percaya! Pasti ia minta pelet sama si dukun buat meletin si Satria karena patah hati sama kamu yang gak jadi nikah sama dia." tebaknya asal menyakinkan Adrian.

"Seharusnya aku yang jadi Ratu di dalam mobil mewah itu, bukanya Aisya, ah! Sial." runtuknya dalam hati. Ia gak rela melihat keberuntungan Aisya.

Sampai di rumah Riska malah gak bisa tidur nyenyak, ia berpikir keras bagaimana cara untuk menggagalkan rencana pernikahan Aisya dan Satria.

"Gak bisa di biarkan ini! aku harus menyelamatkan Satria dari peletnya si Aisya," gumamnya pelan sambil terus memijat keningnya yang semakin berdenyut nyeri.

Sampai akhirnya sebuah ide licik muncul di kepalanya.

"Aku yakin Satria pasti akan langsung membatalkan niatnya saat tahu siapa Aisya sebenarnya, sama kayak Adrian dulu!" cibirnya dengan tersenyum puas.

Bersambung ....