Caroline Damanik Dzansyana, hanya gadis malang berprofesi sebagai koki dessert di sebuah restoran Itali, dia diberatkan hidup karena harus membiayai rumah sakit ibu angkatnya yang koma selama satu tahun terakhir ini karena sebuah kecelakaan tragis.
Lalu, di suatu hari, dia dipertemukan dengan seorang wanita berwajah sama persis dengannya. Dia pikir, pertemuan itu hanyalah kebetulan belaka, tetapi wanita bernama Yuzdeline itu tidak berpikir demikian.
Yuzdeline menawarkan perjanjian gila untuk menggantikan posisinya sebagai istri dari pewaris Harmoine Diamond Group dengan bayaran fantastis—300 Milyar. Namun, Caroline menolak.
Suatu malam, takdir malah mempertemukan Caroline dengan Calvino—suami dari Yuzdeline dan menimbulkan kesalahpahaman, Calvino mengira jika Caroline adalah istrinya, sehingga dia menyeretnya masuk ke hidupnya.
Sejak saat itu, Caroline tidak pernah bisa kembali ke hidupnya. Bagaimanakah kisah selanjutnya? Apa yang akan Caroline lakukan untuk kembali ke hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Teriablackwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10—PPMITMC
Alis Calvino yang terangkat seolah menjadi tambang penarik gadis cantik di dalam mobil itu, Caroline melesat keluar—berlari menjauh dari suami milik Yuzdeline.
Sekujur tubuhnya bergidik, ngeri. Bahkan dia menutupi mulut sepanjang langkahnya melaju ke depan, berdampingan sengan keberadaan air mancur kuda seberani dan perinya.
Glekk!
Mendadak dia bergetar; bangunan megah ini menyadarkan gadis ini bahwa dia ada di level mana, bahkan untuk sekedar menapakkan kakinya di atas rumput di sekeliling bangunan mewah itu, rasanya cukup bersalah.
"Nyonya itu tinggal di istana semegah ini?" gumam Caroline dengan kerutan di area dahi mulai melebar ke pelipis, "Tapi, kalau punya suami kayak gini, sih, siapa yang betah."
Huh ....
Napas berhembus saat dia usai mengeluh dengan berusaha agar tak terdengar oleh siapapun, terutama Calvino. Kedatangannya ke tempat itu membuat Caroline kebingungan.
Udah dipaksa nikah kontrak demi keluarganya, terus dapet suami yang kayaknya dia balas dendam atas kematian istrinya.
Orangtuanya yang mengintimidasi istrinya, malah Nyonya itu yang nanggung, jadi ..., Nyonya Yuzdeline ditekan dari segala arah, dia harus nurut sama orangtua Tuan nyebelin ini.
Tapi, harus menghadapi suaminya yang ternyata bukan gak suka sama perjodohan ini, malah ada benih dendam, buntut dari mendiang istrinya.
Batin Caroline begitu sibuk membincangkan hal-hal yang baru saja dia temukan.
Calvino dari jarak satu meter mulai keheranan. Pasalnya sang istri sejak tadi hanya terdiam, termangu memandangi mansion besar di hadapan mereka.
Seperti baru pertama kali melihat. Diamnya karena terkagum-kagum akan kemegahan bangunan yang sejatinya telah mereka tinggali bersama selama dua tahun terakhir.
"Dia ini bukan cuman aneh, tapi juga kayak orang linglung," gumam Calvino seraya melangkah ke belakang Caroline.
Sengaja dia mencondongkan tubuh ke depan, hingga dada bidangnya menyentuh tipis bagian punggung Caroline. "Seingatku ..., kamu hanya meninggalkan mansion ini selama satu minggu lebih setengah hari, tapi kenapa kamu kayak orang baru yang baru melihat bangunan ini," bisiknya tepat berhembus ke belakang telinga Caroline.
Sentuhan kecil itu tidak begitu mengecoh Caroline. Wanita itu seakan terhipnotis oleh kemegahan di depan mata, dia tetap mematung sambil menyimpan dua tangannya terlena di atas dada.
Dengan mata membulat dan mulut agak membuka, gadis itu berucap, "Udah aku bilang, kalau aku bukan istrimu, a—"
Dia berucap sambil membalik badan. Saat dia bertemu Calvino di belakangnya, jarak mereka sangatlah dekat, hampir bibirnya menyentuh bibir lelaki itu.
Dengan sigap gadis itu mengelak dan menghenyakkan tubuh ke belakang. "A ...."
Tubuh Caroline melayang ke belakang, merampas kendali tubuh yang semula menggantung padanya. Karena terkejut, Calvino spontan membesarkan mata seraya memanjangkan tangan ke depan.
Mengelilingi pinggang Caroline, lalu menjawatnya hingga gadis itu kembali padanya.
Bugh!
Tubuh Caroline membentur dada Calvino, merasakan turut mendengar detak jantung lelaki itu yang berdebar, ke-duanya sama-sama diam karena kejadian barusan cukup mengejutkan.
"Berhenti membuat karangan cerita, ini bukan kisah novel cinta," celetuk Calvino.
Tak berselang lama dari itu, Calvino menyeret lembut pergelangan tangan Caroline menyusuri pelataran luas dengan taman bunga dan bangunan labirin tumbuhan berada di area kiri, tepat belakang bangunan itu.
Caroline melayang dalam genggaman Calvino, mereka bersama-sama memasuki mansion mewah itu.
Awalnya Caroline memang memberengut karena kesal, namun kemudian dia menjadi kaget. "Aah ..., lepaskan! Aku bilang aku bukan istri Anda, hei Tuan! Anda pasti akan menyesal kalau saya bukan istri Anda, lepaskan aku ...!" Memberontak gadis itu menarik-narik tangan dari genggaman Calvino.
Caroline berusaha menahan diri sampai dia harus meringis dan membuat tubuhnya melengkung ke belakang, bahkan dia merengek—pura-pura menangis karena hal itu.
Saat tiba di ambang pintu, dengan cerdik gadis itu membuat tangan dan kakinya tertahan di pintu. "Help me ...! Tolong ...! Ayúdame ...! Me ajuda, aaa ..., Aide-moi ...!"
Gadis bertubuh mungil itu mengatakan 'Tolong aku' dalam berbagai bahasa, di antaranya bahasa Spanyol, Portugal dan Prancis.
Calvino serentak membalik pandangan, di sanalah dia melepaskan genggamannya, karena wanita ini begitu ribut, seolah dia telah melakukan kekerasan.
Lelaki bertubuh tegap itu membulat, bingung, sampai wajahnya miring ke samping kanan, sempat mengedip selama beberapa waktu dengan jeda sepuluh sampai dua belas detik per kedipan.
Lantas, Calvino mendengus. Bukan marah, melainkan dia tertawa karena hal itu, tawanya lepas melihat istrinya menggantung di ambang pintu dengan mulut mencebik.
"Oh Tuhan ...!" seru Calvino masih bersama tawanya, "Sebenernya apa yang terjadi denganmu, hah ...?" Calvino berkacak pinggang sambil berayun ke dekat Caroline.
Gadis itu malah turun, meleleh bagai lilin yang tersambar api, dia mencebik sambil merengek. "Saya mau pulang ...." Caroline memaparkan wajah dengan ekspresi seakan-akan menangis.
Kenyataannya gadis itu hanya merengek tanpa air mata, di bawah sana dia memeluk lutut dengan wajah terdongak, manja. "Tuan ..., saya berkata jujur, saya sungguhan bukan istri Anda, saya hanya koki kecil," tambahnya.
Berselang dari berakhirnya ucapan itu, terlihat Caroline mengitari area dalam mansion itu, lampu gantung, dinding bercorak dan banyak hal lain yang di matanya terlihat mewah.
Caroline meneguk saliva, nyaris sesak di dada. "Oh Tuhan ..., ini bukan tempat saya, bangunan ini kalau saya injak, seperti saya adalah debu yang harus dihempas."
Terakhir kali melihat istrinya, di mata Calvino sang istri adalah wanita keras pun angkuh nan menyebalkan, namun hari ini dia melihat sisi konyol yang cukup menggemaskan.
Berayun lelaki itu sambil terkekeh kecil, menurunkan lutut tepat di depan Caroline, lekas dia apit dagu gadis itu dengan ibu jari dan jari telunjuk. "Kalau kamu bukan istriku, lalu siapa, hm?" Alis kiri terangkat bersamaan dengan ujung bibir yang ikut menaik.
Calvino menggerakkan wajah Caroline ke kiri dan kanan secara bergantian, memastikan bagaimana keadaan wajah istrinya. "Ck, terlalu mirip kalau kamu bilang kalau kamu memiliki wajah yang mirip. Kalau aku tahu, kamu punya kembaran, baru aku percaya," tambahnya.
Sejenak dia menghela napas dan melepaskan dagu Caroline dari tangannya. "Emangnya kamu punya kembaran?" Pertanyaan itu bukan karena Calvino ingin bertanya, melainkan sikap yang menunjukkan jika dia tidak percaya dengan ucapan Caroline.
Karena hal itu pula, Caroline menjadi diam, dia meringis kebingungan. "Ya mana aku tahu, orang aku diadopsi sama Ibu, gak ada anak lain selain aku," katanya berwajah polos, paras bingung itu mengedar tanpa arahan.
"Ya!" jawabnya singkat seraya memamerkan senyum.
Di akhir Calvino menggeleng dan melepaskan jas yang membalut tubuh kekarnya. "Jadi sekarang kembali ke kamarmu, mandi, istirahat. Berhenti membuat narasi-narasi gak masuk akal."
"Aku gak bohong, ih ..., kamu ini menyebalkan banget. Pantesan istrimu nyaris gila, orang lakinya kek—" ucapnya tertahan sambil menunjuk-nunjuk Calvino.
Aaa ..., ndak mau, ndak mau ....
Sebelum Caroline tuntas menumpahkan penjelasannya, suara kecil nan cadel itu menghentikan segalanya, dia menyamping untuk memastikan suara itu berasal dari mana.
Setengah tubuhnya terhalang oleh lelaki jangkung di depannya, dengan bebas pria itu melempar jas ke bahu sofa yang berada di sekitar sana, Calvino mendengkus mendengar suara kecil itu.
"Ck, kenapa lagi, Dennis? Anak ini bener-bener manja, gara-gara kakek yang terlalu memanjakannya," gerutunya menarik lepas dasi yang terikat longgar di leher.
Polos nan murni wajah cantik Caroline terangkat dengan mulut agak menganga. "Dennis? Anakmu?" celetuk Caroline di belakang Calvino, masih di posisi memeluk lutut di ambang pintu utama.
Keanehan lain membuat Calvino mulai jemu, dia pikir istrinya benar-benar sedang menguji emosinya, namun sikap Caroline menjadikan lelaki ini tidak tega.
"Yuzdeline, berhenti beranggapan kalau kamu amnesia," tandasnya berbalik badan dan langsung berlutut di hadapan Caroline.
To be continued ....
Moga aja Calvino gk kebablasan
nasib mu yuz, anyep bgt