NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Sang Naga Semesta

Reinkarnasi Sang Naga Semesta

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kelahiran kembali menjadi kuat / Kultivasi Modern
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Radapedaxa

"Ada sebuah kisah kuno dari gulungan tua... tentang seekor naga yang tak mati meski semesta memutuskan ajalnya."

Konon, di balik tirai bintang-bintang dan bisikan langit, pernah ada satu makhluk yang tak bisa dikendalikan oleh waktu, tak bisa diukur oleh kekuatan apa pun—Sang Naga Semesta.
Ia bukan sekadar legenda. Ia adalah wujud kehendak alam, penjaga awal dan akhir, dan saksi jatuh bangunnya peradaban langit.

Namun gulungan tua itu juga mencatat akhir tragis:
Dikhianati oleh para Dewa Langit, dibakar oleh api surgawi, dan ditenggelamkan ke dalam kehampaan waktu.

Lalu, ribuan tahun berlalu. Dunia berubah. Nama sang naga dilupakan. Kisahnya dianggap dongeng.
Hingga pada suatu malam tanpa bintang, seorang anak manusia lahir—membawa jejak kekuatan purba yang tak bisa dijelaskan.

Ia bukan pahlawan. Ia bukan penjelajah.
Ia hanyalah reinkarnasi dari sesuatu yang semesta sendiri pun telah lupakan… dan takutkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Asterion duduk bersila di karpet perpustakaan, buku tebal “Energi Kosmik dan Star Soul” terbuka lebar di pangkuannya. Halaman-halamannya dipenuhi gambar-gambar yang bukan sekadar ilustrasi biasa: lingkaran rune bercahaya, pola bintang yang terhubung oleh garis tipis, dan diagram energi yang mengalir seperti sungai cahaya di tengah angkasa.

Kei dan Nolan merunduk, menatap buku itu dengan rasa penasaran bercampur bingung.

“Hei…” kata Nolan sambil menunjuk satu halaman, “apa kau… paham apa yang diceritakan buku ini?”

Asterion mengangkat wajahnya sebentar. “Tentu saja. Dan ini… jauh lebih menarik dari buku anak-anak.”

Kei dan Nolan saling pandang. Nolan mengernyit. “Kita lihat dulu…”

Mereka mencoba mengikuti tulisan dan gambar di buku itu. Lima menit berlalu.

“Aku… aku mulai pusing,” gumam Kei sambil memegang kepala.

Nolan menelan ludah. “Ugh… aku mual kalau terus baca. Buku ini kayak… memelintir otakku.”

“Kalau begitu, kembali saja ke sektor buku anak-anak,” ucap Asterion ringan tanpa mengalihkan pandangannya dari halaman.

Kei mendesah. “Ya sudah. Ayo, Nolan.”

Keduanya meninggalkan Asterion yang tetap tak bergeming, tenggelam dalam lautan simbol dan teori misterius.

Ia membalik halaman, matanya membelalak sedikit. Tulisan kuno itu menjelaskan sesuatu yang ia kenal betul: proses awal menjadi Stellaris. Seseorang yang berhasil menghubungkan Star Soul—jiwa bintang—bisa mengakses kekuatan kosmik yang mengalir dari inti semesta itu sendiri.

Asterion menghela napas panjang, lalu menutup matanya. Fokus, Asterion. Fokus.

Dunia sekelilingnya menghilang. Kesunyian menyelimutinya, lalu kegelapan tanpa batas menyambut. Tidak ada suara, tidak ada cahaya.

“Hanya ini?” pikirnya. Ia mencoba meraba, bukan dengan tangan, tapi dengan kesadarannya sendiri. Mencari sesuatu… apa saja… yang menunjukkan keberadaan Star Soul-nya.

Detik-detik terasa seperti menit. Lalu—di tengah kekosongan itu—muncul sebuah titik putih. Kecil, redup, tapi nyata.

“Ha…” senyum tipis terbentuk di bibirnya. “Itu dia…”

Titik itu mulai bersinar, perlahan menjadi lebih terang. Cahaya pertama.

Dengan napas teratur, ia mencoba memunculkan titik kedua. Ia mengerahkan fokusnya, mengumpulkan sisa energi di tubuh kecilnya. Butuh waktu lebih lama, tapi akhirnya—cahaya kedua lahir di tengah kegelapan.

Namun, seketika rasa lemas merayap. Jantungnya berdetak berat. Kelopak matanya bergetar. “Ugh… tubuh ini… rapuh sekali…” gumamnya dalam hati.

Tetapi ia tidak mau berhenti. “Satu lagi… hanya satu lagi…”

Ia memaksa. Rasa pusing mulai mengguncang kesadarannya. Lalu—BRAK!—ia seperti ditarik mundur oleh kekuatan tak terlihat, terlempar keluar dari kegelapan itu.

Asterion terjaga. Napasnya berat. Hidungnya mulai mengeluarkan darah segar. Ia menyeka darah itu dengan punggung tangannya, lalu tersenyum getir.

“Sial… hanya segini batasnya?” gumamnya. “Baru dua titik… kurang sembilan lagi untuk Star Soul tingkat satu…”

Ia menatap buku itu, rasa lapar akan pengetahuan membakar matanya. “Tidak perlu buru-buru. Jalanku dimulai dari nol lagi. Meskipun kekuatanku di masa lalu… masih ada di dalam sini… aku belum bisa menggunakannya sekarang.”

Buku itu menutup pelan di pangkuannya. Ia mengusap darah di bibirnya sekali lagi.

Lalu suara bel sekolah memecah konsentrasi. Kriiiing!

Langkah-langkah kecil terdengar mendekat. Mira, Kei, dan Nolan muncul di antara rak.

“Ayo, masuk ke kelas, keburu dimarahi,” kata Mira sambil menarik lengannya.

Kei menatapnya curiga. “Kau… terlihat pucat. Kau baik-baik saja?”

Asterion tersenyum tipis. “Aku? Baik-baik saja. Hanya… membaca buku yang benar-benar… menarik.”

Nolan menatapnya aneh. “Kau ini… bukan anak TK biasa, ya?”

Menjelang Sore

Langit sore mulai berubah warna, dari biru muda menjadi oranye keemasan. Halaman TK perlahan sepi, hanya tersisa suara langkah-langkah kecil dan tawa anak-anak yang pulang bersama orang tua mereka.

Asterion keluar dari gerbang sambil memeluk tas kecilnya. Begitu matanya menangkap sosok Elsha di antara kerumunan, senyum lebar langsung mengembang di wajahnya.

“Ibu!” serunya sambil berlari kecil.

Elsha membungkuk dan merentangkan tangan, memeluknya erat begitu Asterion tiba di pelukannya. “Bagaimana hari pertamamu, Asterion? Seru, kan?”

Asterion mengangguk cepat. “Iya, Ibu. Sangat seru! Aku menemukan banyak hal baru.”

Elsha tertawa kecil, senang mendengar semangat itu. “Kan, apa Ibu bilang. Makanya jangan membantah waktu Ibu bilang sekolah itu menyenangkan.”

Asterion hanya tersenyum canggung, pipinya sedikit memerah. “Hehe… iya…”

“Oh, ngomong-ngomong,” Elsha merogoh tasnya. “Karena hari ini kamu jadi anak baik… Ibu punya hadiah.”

Tatapan Asterion langsung berbinar. “Hadiah?”

Dengan senyum misterius, Elsha mengeluarkan sebuah cup kecil. “Yogurt rasa blueberry.”

Asterion nyaris memekik kegirangan. “Yogurt… rasa blueberry!” Ia menerima cup itu seolah memegang harta karun, menatapnya dengan tatapan penuh cinta sebelum segera membuka tutupnya.

Di sisi lain gerbang, Alra, Liana, dan Yura juga sudah menjemput anak-anak mereka.

“Oh, Elsha,” sapa Liana sambil tersenyum. “Sepertinya anak-anak kita semakin akrab ya.”

“Betul,” tambah Yura. “Mereka tadi main bareng waktu istirahat.”

Elsha tersenyum hangat. “Baguslah kalau begitu. Semoga mereka terus rukun sampai besar nanti.”

Mereka pun berjalan pulang bersama-sama, sambil saling berbincang. Suasana santai itu dipenuhi obrolan ringan para ibu—tentang anak-anak, makanan, dan sedikit gosip lingkungan.

Kei, Nolan, dan Mira yang berjalan di samping Asterion, tentu saja tak bisa diam.

“Hey, Asterion,” panggil Kei sambil melirik yogurt itu, “boleh aku—”

“Tidak,” potong Asterion cepat, memeluk yogurt itu erat-erat seperti pelindung hidupnya.

Nolan terkikik. “Waduh, posesif banget sama makanan.”

Mira ikut jahil, mencondongkan wajahnya. “Satu sendok saja…”

Asterion menatap mereka tajam sambil berjalan mantap. “Astaga… biarkan aku menikmati yogurt ini dengan tenang. Satu gangguan lagi, aku akan pindah ke dimensi lain untuk memakannya sendirian.”

Kei terbahak. “Kau ini… drama sekali.”

“Terserah,” gumam Asterion, lalu menutup matanya sebentar, benar-benar menikmati setiap sendok yogurt manis-asam yang membelai lidahnya.

1
Candra Fadillah
hahahahahaha, naga semesta yang perkasa di cubit oleh seorang wanita
Unknown
keren kak, semangat teruss
RDXA: siap terimakasih atas dukungannya /Determined/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!