Perselingkuhan adalah sebuah dosa terbesar di dalam pernikahan. Namun, apakah semua perselingkuhan selalu dilandasi nafsu belaka? Atau, adakah drama perselingkuhan yang didasari oleh rasa cinta yang tulus? Bila ada, apakah perselingkuhan kemudian dapat diterima dan diwajarkan?
Sang Rakyan, memiliki sebuah keluarga sempurna. Istri yang cantik dan setia; tiga orang anak yang manis-manis, cerdas dan sehat; serta pekerjaan mapan yang membuat taraf hidupnya semakin membaik, tidak pernah menyangka bahwa ia akan kembali jatuh cinta pada seorang gadis. Awalnya ia berpikir bahwa ini semua hanyalah nafsu belaka serta puber kedua. Mana tahu ia ternyata bahwa perasaannya semakin dalam, tidak peduli sudah bertahun-tahun ia melawannya dengan gigih. Seberapa jauh Sang Rakyan harus bergulat dalam rasa ini yang perlahan-lahan mengikatnya erat dan tak mampu ia lepaskan lagi.
Kisah ini akan memeras emosi secara berlebihan, memberikan pandangan yang berbeda tentang cinta dan kehidupan pernikahan. Cerita p
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikodemus Yudho Sulistyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Juang: Tentang Mereka
Perempuan itu sudah berumur 29 tahun. Sudah dua tahun ia dekat dengan keluarga Halim, bahkan sudah dianggap sebagai keluarga. Paling tidak begitulah kata Florencia.
“Kamu dikasih marga Lim, lho, Kak. Jadi namanya sekarang Ernawati Juang Halim.”
“Eh, Juang itu juga marga. Marga Dayak. Padahal nggak banyak orang Dayak yang punya marga, dan aku punya. Masak mau diganti Halim.”
“Hah, emang iya, Kak? Juang itu marga?” tanya Florencia dengan menunjukkan raut wajah penasaran.
“Nggak tahu juga, sih,” Juang terkekeh.
Florencia memicingkan kedua matanya, kemudian menghela nafas seakan ingin mengatakan, “I’m so done!”
Namun memang kedekatan Juang dengan Florencia, Sia Sia, tidak dapat dipungkiri. Gadis itu tidak terlalu pandai berteman. Meskipun bukan berarti ia tidak memiliki teman sama sekali, tetap saja, bila ada yang bisa begitu dekat dengannya, menerima keanehan dan kegilaannya, tentu Juang orangnya.
Juang, meski cantik, menggoda, bahkan princess-like, adalah sosok yang berbeda dengan Florencia. Juang mandiri, independent. Ia tinggal di apartemennya sendiri, bekerja memenuhi kebutuhan sendiri dan melaksanakan apa yang ia mau sendiri. sedangkan Florencia, untuk perbandingan meskipun telah berusia 27 tahun semenjak 2 tahun bekerja di DisPLAY Media, bahkan untuk berangkat ke tempat kerja pun ia harus diantarkan oleh ayahnya menggunakan mobil.
“Waktu kecil, aku tinggal di kompleks perumahan yang nggak ramah anak. Terus, pas udah gede masih terus dianter sama Papa Mama. Eh, minta permennya, Kak. Ini permen kuno amat, ya. Dulu pernah lihat, Cuma sekarang jarang. Kayaknya ada di supermarket dekat rumah, deh. Nah, waktu kuliah, aku ngekos di dekat kampus DKV, jalan aja. Ditambah aku nggak suka keluar rumah. Makanya nggak bisa mengemudi apa-apa sampai sekarang,” jelasnya kepada Juang.
Cara berbicaranya itu, yang memotong dan travelling kesana kemari memang perlahan sudah menjadi pemahaman bersama.
Juang kadang hanya terkekeh. Kadangkali ia was-was juga ketika mereka harus berbicara dengan orang lain, staf, atau klien misalnya. Suara Florencia yang datar, rendah dan mendengung itu dipadupadankan ritmanya yang berantakan, kerap terdistraksi alias teralihkan oleh sesuatu yang lain, membuat Florencia bukan sosok yang gampang diterima.
“Cantik, sih. Tapi suka telat,” komentar Juang kepada Florencia.
“Ya, aku memang gitu, Kak. Agak polos dikit. Terus budeg. Jadi kadang kurang bisa denger orang ngomong apa,” jelas Florencia.
Juang menggelengkan kepalanya. “Nggak. Kamu nggak polos. Pinter, kok. Cuma ya itu, telat, agak gila dikit, mungkin.”
Florencia menggulung lengan bajunya, kemudian mengangkat tangannya seakan-akan ingin memukul Juang.
Juang membuat gestur seakan ingin menangkis serangan Florencia.
Keduanya memang seakrab itu. Dua perempuan cantik dengan aura yang berbeda.
Juang yang hanya lebih dewasa 2 tahun dari Florencia itu sudah penuh hidupnya dengan beragam pengalaman. Masalah pekerjaan dan profesi, sosial, dan cinta misalnya, ia jauh lebih unggul dibanding Florencia. Selama 2 tahun lebih kenal dengan Florencia, Juang diketahui telah berganti pacar paling tidak 4 kali. Dua diantara adalah bule, orang asing.
Florencia tidak ambil pusing dengan pengalaman sahabat dekatnya itu, sebaliknya, Juang pun bukan sosok yang suka melibatkan kisah percintaannya dengan orang lain, tidak terkecuali Florencia. Ia juga tidak bertanya-tanya mengenai kisah dan pengalaman percintaan sahabatnya itu.
Hampir tidak ada yang tidak mereka saling ketahui. Dari keluarga, masa lalu, sampai kisah percintaan, meskipun khusus untuk hal yang terakhir ini, Juang-lah yang jauh lebih banyak bercerita. Juang, si gadis cantik dan ekstrover itu sudah beberapa kali berganti pacar. Saking banyaknya, Florencia kesulitan mengingat urutannya atau mengenal mana yang pernah menjadi pacar Juang.
Florencia sendiri, “Males aku, Kak.”
“Iya, tapi kamu pernah punya pacar, kan?”
Florencia mengangguk. “Sekali aja, dulu waktu kuliah di DKV. Sebentar. Mungkin hitungan bulan. Lupa aku.”
Begitu saja jawabannya. Yang jelas, Florencia seperti terlalu sibuk dengan dunianya sendiri dan enggan untuk berbagi kisah hidupnya dengan pasangan.
Karena toh Florencia ogah untuk menjelaskan lebih jauh detailnya, Juang pun malas untuk mengorek-ngoreknya lagi.
Sebagai salah satu staf divisi Search Engine Optimization alias SEO, Juang sangat akrab dengan dunia media sosial dan tren di dalam dunia maya tersebut. Tidak terkecuali isu-isu atau popularitas suatu topik tertentu yang beredar di Internet. Tugas utama divisi ini adalah meningkatkan visibilitas dan peringkat website DisPLAY media di Google. Divisi ini menggunakan berbagai strategi dan teknik untuk memastikan website DisPLAYMedia muncul di halaman pertama hasil pencarian ketika pengguna mencari informasi yang relevan.
Tidak heran juga Juang termasuk sosok terkenal di media sosial akibat begitu aktifnya ia di dalam dunia tersebut. Berkebalikan dengan Florencia yang bahkan telah menghapus sama sekali akun media sosialnya.
“Males, aku, Kak.”
“Apaan, sih, males terus jawabannya,” protes Juang.
“Ya, memang males. Aku tuh merasa kalau algoritma media sosial itu kacau banget, terlalu brutal. Pusing kepalaku karena setiap search, yang ditawarkan ke aku di bagian explore terlalu seragam, terlalu cepat tawarannya. Kepalaku pusing, Kak.”
Juang mengangguk, padahal ia jelas tidak setuju dengan Florencia. Baginya, semua itu bisa diatur, dan tergantung bagaimana kita menghadapinya. Mau diapakan, dimanfaatkan, atau diperlakukan seperti apa media sosial, itu terserah kita. Namun begitu, Juang juga paham, tidak semua orang mampu menghadapi dunia maya yang sosialnya begitu ganas.
Seorang pengidap ADHD – walaupun tidak juga bisa dikatakan Florencia menderita secara akut – akan mendapatkan bahwa media sosial adalah sebuah tempat yang begitu berbahaya. Fokusnya jadi gampang teralihkan, terutama karena rangsangan dopamin, yang memberikan ledakan di dalam otaknya, sehingga media sosial terasa adiktif. Like, komentar, dan berbagai macam konten di media sosial akan menjadi trigger-nya, pelatuk untuk seorang Florencia menghilang dari dunia nyata, tenggelam di dalam dunia maya.
Agak ironis memang, terutama berhubungan dengan pekerjaannya yang selalu berhubungan dengan media sosial DisPLAY Media.
Florencia sepertinya merasa sudah cukup baginya untuk menyelam di dunia anime, musik dan film, termasuk juga seni visual yang menjadi latar belakangnya tersebut. Dengan menghilang dari media sosial, maka, ada distraksi yang bisa dihindari.
Juang memahami ini dengan baik. Ia tak protes, pun tak berusaha untuk memaksa atau menuntut lebih banyak agar ‘adiknya’ itu untuk sejalan dengan pemikirannya. Toh, Florencia juga tidak terlalu ambil pusing dengan gaya hidup Juang, terutama yang berhubungan dengan kisah cintanya, petualang, yang mudah dan cepat sekali berganti pasangan. Juang kerap tidak merasa puas dengan pasangannya.
“Padahal, aku hanya tidak mau cowok model patriarki, yang apa-apa diatur semaunya, yang selalu sesuai dengan keinginannya. Aku nggak punya ruang untuk membangun diri dan berkembang.”
Florencia mengangguk, sibuk mengunyah snack-nya, kemudian mendehem. Entah maksudnya setuju, entah maksudnya tidak terlalu peduli.
Lagi-lagi Juang juga tak ambil pusing. Florencia tak pernah jelas menunjukkan bagaimana tipe pasangan yang ia inginkan, atau seperti apa hubungan yang ia harap-harapkan. Pada dasarnya, semua hal seputar kisah cinta Florencia adalah misterius serta cenderung tidak diacuhkan.
kelainan kek Flo ini, misal nggak minum obat atw apa ya... ke psikiater mungkin, bisa "terganggu" nggak?
kasian sbnrnya kek ribet kna pemikirannya sendiri
Awalnya sekedar nyaman, sering ketemu, sering pke istilah saling mengganggu akhirnya?
tapi semoga hanya sebatas dan sekedar itu aja yak mereka. maksudnya jngn sampe kek di sinetron ikan terbang itu😂
biarkan mereka menderita dan tersiksa sendiri wkwkwkwk.
Setdahhh aduhhh ternyata Florencia???
Jangan dong Flooo, jangan jadi musuh dari perempuan lain.
Itu bkn cinta, kamu ke Sang cuma nyaman. Florentina selain cantik baik kok, anaknya tiga loh... klopun ada rasa cinta yaudah simpan aja. cinta itu fitrah manusia, nggak salah. tapi klo sampe kamu ngrebut dari istri Sang. Jangan deh yaa Flo. wkwkwkwk
Keknya Florentina biarpun sama introvert kek Flo, tipe yg kaku ya... berbeda sama Flo. intinya Sang menemukan sesuatu yg lain dari Flo, sesuatu yg baru... ditambah dia lagi masa puber kedua. yang tak dia temukan sama istrinya. Apalagi setelah punya tiga anak. mungkin yaaa
Flo dengan segala kerumitannya mungkin hanya ngrasa nyaman, karena nggak semua orang dikantor bisa memahami spt Sang memahami Flo. sekedar nyaman bkn ❤️😂
Flo berpendidikan kan? perempuan terhormat. masa iya mau jadi pelakorr sihh? ini yg bermasalah Sang nya. udah titik. wkwkwkwk