Bayinya tak selamat, suaminya tega berkhianat, bahkan ia diusir dan dikirim ke rumah sakit jiwa oleh Ibu mertua.
Namun takdir membawa Sahira ke jalan yang tak terduga. Ia menjadi Ibu Susu untuk bayi seorang mafia berhati dingin. Di sana, Sahira bertemu Zandereo Raymond, Bos Mafia beristri yang mulai tertarik kepadanya.
Di tengah dendam yang membara, mampukah Sahira bangkit dan membalas sakit hatinya? Atau akankah ia terjebak dalam pesona pria yang seharusnya tak ia cintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10 | BAUNYA NGGAK ENAK
"ARGGGHH...!!"
Suara Balchia memecah kesunyian, lebih tajam dari pecahan kaca. la mengayunkan tangan. Menyapu semua kosmetik di meja rias. Mengirimkan botol-botol parfum, lipstik, dan bedak berharga jatuh ke lantai. Kilauan kemewahan berubah menjadi remah-remah amarah.
“Sudah berapa kali saya bilang, cari wanita itu! Kenapa kalian begitu tidak berguna hanya untuk mengurus satu orang saja?!" Suaranya bergetar. Napasnya memburu.
"Maaf, Nyonya. Kami sudah mencari ke mana mana, tapi selalu saja salah orang." Dua suara di ujung telepon itu terdengar gemetar.
"Kalian bodoh!" Makian itu bagaikan cambuk yang membuat dua anak buahnya merinding.
"Cari dia sampai dapat. Jika gagal lagi, kalian berdua akan tahu akibatnya!" ancam Balchia membanting ponselnya ke kasur. Kemudian ia memanggil pelayan untuk membersihkan kekacauan yang diciptakannya.
"Nyonya Muda." Seorang pelayan lain muncul, suaranya pelan.
"Ada apa?" tanya Balchia, matanya menyipit tajam.
"Tuan muda kecil menangis, sepertinya sudah lapar lagi," adu pelayan itu, hatinya iba melihat baby Zee yang menjerit-jerit.
'Sial! Satu masalah belum selesai, sudah datang masalah baru!' Balchia mengumpat dalam hati.
Di kamar baby Zee, Mauren menimang cucunya. Suara pintu berderit, dan ia menoleh cepat ke arah Balchia.
"Ma, biar aku yang gendong," Balchia menyodorkan tangan, suaranya dibuat sehalus mungkin.
Mauren mundur selangkah, menolak. "Tidak! Biar Mama yang urus." Sambil memunggungi menantunya. "Cup... cup... jangan menangis, Sayang. Bunda Sahira pasti pulang. Jangan sedih, ya," bisiknya lembut, mengecup mata baby Zee yang berair.
Kata kata itu bagaikan api yang menyambar Balchia. "Apa maksud Mama?!" Emosinya kembali tersulut.
"Nyonya, syukurlah, saya menemukan botol susu di kamar Mbak Sahira," seru pelayan, membawa botol yang berisi ASI Sahira.
Mauren melangkah cepat, melewati Balchia tanpa memedulikan tatapan tajam putri dari keluarga Moretti. Hubungan pernikahannya dengan Zander hanyalah perjanjian bisnis antara Raymond dan keluarga Balchia, tidak ada cinta yang mengikat.
Dalam hati, Mauren berterima kasih ada ASI Sahira yang tertinggal. Ini bukti Sahira bukan wanita gila, melainkan seorang ibu yang baik dan penuh kasih, tidak seperti menantunya yang egois.
Namun, saat Mauren hendak memasukkan dot ke bibir mungil cucunya, Balchia dengan kasar merebutnya. Tangis baby Zee kembali pecah.
"Chia, kenapa kau ambil?!" Mauren membentak. Matanya membesar melihat Balchia membuang dot itu ke lantai. Para pelayan di sana terkesiap, terkejut akan kekejaman Balchia.
"Aku tidak sudi bayiku minum ASI dari wanita gila itu, Ma!" balas Balchia.
"Dia tidak gila, tapi kau yang gila, Chia!" bentak Mauren, membuat Balchia terdiam, wajahnya pucat. "Keluar! Jangan ganggu Mama!" Mauren mengusir.
"Jadi, Mama lebih memilih dia daripada aku yang sudah mati matian melahirkan cucu Mama? Inikah balasan atas pengorbananku?" Balchia menepuk dadanya, suaranya terdengar putus asa. "Ma, aku ibunya! Aku punya hak atas anakku! Aku melakukan ini karena tak ingin anakku tertular penyakit. Apa salah seorang ibu mengkhawatirkan anaknya?!"
Pelayan hanya bisa menunduk, menyaksikan drama antara mertua dan menantu itu. Mauren tertegun, menatap air mata Balchia yang mengalir. Rasa bersalah mulai merayap di hatinya.
"Chia..." Mauren mencoba meminta maaf, tapi Balchia sudah berlari keluar.
Mauren menghela napas, dengan berat hati ia memungut botol ASI Sahira. Baby Zee yang terus merengek akhirnya tenang saat dot itu masuk ke mulutnya. Hanya itu yang bisa Mauren lakukan. Ia tak akan tinggal diam. la segera menghubungi Zander.
"Zan, kau di mana, Nak?" "Supermarket, Ma. Kenapa?" tanya Zander.
la sedang menunggu Hansel di kasir. Bayi Sahira buang air besar di mobil, membuat Zander yang tak tahu cara mengganti popok terpaksa turun membeli popok baru. Namun ia tak tahu ukuran popok yang pas, sehingga ia membiarkan Hansel yang mengambilkan popoknya.
"Zan... Hiks..."
"Siapa yang sudah bikin Mama menangis?" Suara Zander berubah dingin mendengar ibunya terisak. “Apa itu, Sahira?”
"Bukan Sahira, Zan. Tapi Mama yang tidak bisa menahannya pergi. Ayah sudah mengusirnya, padahal bayi Zee sangat membutuhkannya," tutur Mauren.
Zander menghela napas lega, ia pikir Sahira yang membuat ibunya sedih. "Mama, jangan menangis. Aku sudah bersama Sahira."
"Di mana dia sekarang?" tanya Mauren, air matanya kering seketika.
"Dia di mobilku, sedang mengurus anaknya yang baru saja pup. Baunya sangat tidak enak, Ma. Aku tidak bisa menahan napas."
Mauren tertawa geli, ini pertama kalinya Zander mencium bau kotoran bayi. Ternyata kotoran bayi Sahira lebih berbahaya dari musuh-musuhnya. Namun, Mauren merasa aneh, Zander yang cuek dengan bayinya sendiri justru sangat peduli pada bayi Sahira. Ia berharap Sahira dapat membantu Zander menerima baby Zee.
“Sudah bersih, terima kasih, Tuan," ucap Sahira setelah mengganti popok dan celana anaknya lalu melihat Zander menyemprotkan parfum di sekitarnya.
"Ululu... malaikat kecil Bunda cantik sekali," gumam Sahira mencium kening bayinya.
"Cantik seperti ibunya."
Pujian tak langsung itu seketika membuat pipi Sahira memerah. Hansel hanya bergidik melihat Bosnya yang berhati dingin tiba-tiba merayu seorang wanita.
"Terima kasih, Tuan... sudah membelikan popok untuk anak saya.” Sahira tergagap dan Zander hanya tersenyum kecil, lalu menyuruh Hansel menyetir.
Mendengar suara klakson mobil Zander dan Balchia yang hendak keluar menenangkan diri, ia segera membuka pintu lebar-lebar. Senyum termanisnya terukir di bibir saat melihat Zander berjalan ke arahnya. Namun, senyum itu sirna saat ia melihat Sahira dan Hansel muncul di belakang Zander. Ekspresi bahagia Balchia berubah masam. Matanya menatap jijik ke arah Sahira.
'Sial, dia lagi... dia lagi... Bagaimana dia bisa pulang bersama mereka lagi?' umpat Balchia dalam hati.
____________
Like, Komen, Subscribe, Vote 🌹 Thanks
nanti tuh cebong berenang ria di rahim istri mu kamu ga percaya zan
Duda di t inggal mati rupa ny... 😁😁😁
makaberhati2 lah Sahira
fasar hokang jaya