NovelToon NovelToon
BALAS DENDAM ISTRI YANG DIBUNUH SUAMI

BALAS DENDAM ISTRI YANG DIBUNUH SUAMI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Balas Dendam / Romansa / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Khusus Game

PERINGATAN!!!! SELURUH ISI CERITA NOVEL INI HANYA FIKTIF DAN TIDAK RAMAH ANAK ANAK. PERINGATAN KERAS, SEMUA ADEGAN TAK BOLEH DITIRU APAPUN ALASANNYA.

Setelah membantu suaminya dalam perang saudara, dan mengotori tangannya dengan darah dari saudara-saudara suaminya, Fiona di bunuh oleh suaminya sendiri, dengan alasan sudah tak dibutuhkan. Fiona bangkit kembali, ke lima tahun sebelum kejadian itu, dengan tekad kuat untuk membalas Dendam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 19

Tristan tiba di tempat itu dengan langkah tergesa-gesa. Jantungnya berdegup kencang oleh firasat buruk yang menggerogoti. Saat ia memasuki ruangan, pemandangan yang menyambutnya seketika membuat napasnya tertahan. Ratu Eleanor, ibunya, tergeletak tak berdaya di lantai, napasnya terputus-putus, dan tubuhnya dipenuhi luka-luka yang menganga.

"Ibu! Apa yang terjadi?" bisiknya, suaranya tercekat oleh kepanikan.

Ia berlutut di samping tubuh ibunya, tangan gemetar menyentuh kulit pucat sang ratu, dan darah kental menodai jemarinya. Di tengah keputusasaan yang melanda, ia berusaha membangunkan ibunya yang sudah di ambang maut.

"Ibu, tolong bangun! Siapa yang melakukan ini?"

Tanpa ia sadari, langkah-langkah kaki yang penuh dendam terdengar mendekat dari belakangnya.

"Bajingan, apa yang kau lakukan pada ibu kita?" Suara itu menggema, mengiris keheningan yang menyesakkan.

Tristan terlonjak kaget, menoleh, dan mendapati Felix berdiri di ambang pintu, matanya melebar tak percaya melihat pemandangan di hadapannya.

"Tristan, kau..." bisiknya, namun suaranya tercekat, digantikan oleh amarah yang membakar.

Tristan berdiri, mencoba menjelaskan, "Kak, aku bisa jelaskan. Aku baru saja sampai di sini." Namun, penjelasan apa pun tidak lagi berarti bagi Felix. Amarahnya memuncak, dan ia langsung mencabut pedangnya, matanya menyala penuh kebencian.

"Kau akan membayarnya, Tristan!" teriaknya.

Tristan melangkah mundur, matanya membelalak ketakutan, ia berusaha menenangkan kakaknya. "Kak, tolong, ini semua salah paham! Percayalah padaku!" pintanya, suaranya bergetar.

Namun, Felix mengayunkan pedangnya tanpa ragu, dan Tristan hanya bisa terdiam, pasrah menerima takdirnya. Pedang itu menembus dadanya, dan ia ambruk ke lantai. Pandangannya meredup saat ia menatap wajah kakaknya yang dipenuhi keputusasaan. Darah mengalir deras dari lukanya. "Maaf, adikku, tapi kau terlalu bodoh untuk tidak menyadari bahwa kau hanyalah sebuah pion," bisik Felix, sebelum akhirnya Tristan menghembuskan napas terakhirnya, meninggalkan Felix yang kini berdiri di tengah darah dan penyesalan.

Vergil kemudian muncul dari balik bayangan, bertepuk tangan dengan nada sinis. "Luar biasa," katanya, nadanya penuh ironi. "Aku benar-benar tersentuh melihat drama yang penuh kasih sayang ini. Siapa sangka, seorang kakak rela membunuh adiknya sendiri demi seorang ibu yang bahkan tidak peduli pada mereka."

Fiona melangkah keluar dari tempat persembunyiannya, berdiri di samping Vergil, pandangannya dingin dan tidak menunjukkan emosi apa pun. Felix yang mendengar suara itu langsung menoleh, matanya dipenuhi kebingungan saat melihat Vergil dan Fiona. Ia tidak menyangka mereka berdua juga berada di sana.

Mendengar kata-kata Vergil, sebuah realisasi pahit menghantam Felix, seolah-olah ia baru saja terbangun dari mimpi buruk. Ia mengalihkan pandangannya dari Vergil ke tubuh Tristan yang tidak bernyawa, kemudian kembali menatap Fiona dan Vergil. Matanya menyipit saat ia menyadari kebenaran yang kejam; mereka telah dijebak.

"Ini semua jebakan kalian!" geram Felix, matanya menyala penuh dendam.

Tanpa membuang waktu, ia mengayunkan pedangnya ke arah Fiona. Namun, Vergil dengan sigap menarik Fiona ke belakangnya. Serangan itu meleset, dan Felix mendapati pedangnya menghantam dinding di belakang Fiona, meninggalkan retakan besar.

"Kau pikir bisa menyentuhnya?" tantang Vergil, seringai sinis terukir di wajahnya. "Aku yakin kau tidak akan bisa. Gadis ini adalah milikku, dan sekarang, semua yang kau miliki juga akan menjadi milikku."

Felix berhenti, napasnya terengah-engah, pedangnya yang baru saja diayunkan bergetar di tangannya. Ia menatap Vergil dan Fiona bergantian. Otaknya berpacu, memproses informasi yang baru saja ia terima.

"Kenapa... kenapa kau melakukan ini?" tanyanya, suaranya pelan, penuh keputusasaan. "Apa yang kalian inginkan?"

Vergil tidak menjawab, hanya terkekeh sinis. Fiona, yang kini berada di balik punggung Vergil, melangkah maju. "Kau tahu, Pangeran Felix," ia memulai, suaranya tenang, namun menusuk. "Tidak ada yang dapat dipercaya di dunia ini. Dan tidak ada yang bisa lolos dari cengkeramanku."

Tanpa buang waktu, Felix langsung melancarkan serangan bertubi-tubi ke arah Vergil, pedangnya berkelebat cepat bagai kilat. Vergil menangkis setiap serangan itu dengan pedang miliknya, yang ditarik dari sarungnya. Setiap benturan pedang menghasilkan suara dentingan keras, memenuhi ruangan yang dipenuhi ketegangan. Vergil, dengan kelincahan yang luar biasa, dengan mudah menghindari setiap tebasan pedang Felix.

Pertarungan itu terus berlanjut, semakin intens, namun terlihat jelas bahwa Felix berada di bawah tekanan. Luka sayatan mulai muncul di lengan dan bahunya. Ia terus mundur, menahan setiap serangan dari Vergil. Akhirnya, Vergil melakukan gerakan tak terduga, menendang pedang dari tangan Felix.

"Kau bodoh," Vergil mencibir, menodongkan pedangnya ke leher Felix yang kini terperosok ke dinding. "Kau mengira kau bisa mengalahkanku dengan emosi buta?"

Vergil melangkah mendekat, mengabaikan pedang Felix yang tergeletak di lantai. Ia memutar pedangnya di tangan dan menyarungkannya, kemudian berbalik ke arah Fiona. "Aku sudah menepati janjiku," katanya, suaranya datar. "Sekarang, lakukan apa yang ingin kau lakukan padanya."

Fiona menatap Felix, air mata menetes dari matanya, namun tidak ada emosi lain di wajahnya. Itu adalah air mata kemenangan, bukan kesedihan. "Terima kasih," bisiknya, suaranya bergetar.

Ia kemudian berjalan mendekat, mengambil pedang Felix yang jatuh di lantai. Pedang itu terasa dingin di tangannya, namun ia menggenggamnya dengan erat. Ia berjalan mendekat ke arah Felix, yang masih terpojok dan tak berdaya. Ia mengangkat pedang itu tinggi-tinggi, lalu mengayunkannya dengan cepat, tidak memberikan Felix waktu untuk bereaksi. Pedang itu menembus kaki Felix, dan ia menjerit kesakitan, terhuyung-huyung jatuh ke lantai. Darah mengalir deras dari lukanya, dan ia hanya bisa merangkak, berusaha menjauh dari Fiona.

"Kau..." bisik Felix, menahan rasa sakit yang menusuk.

Fiona hanya tersenyum sinis, menatapnya dengan pandangan dingin. "Kau pikir aku akan membunuhmu?" tanyanya, suaranya terdengar lembut, namun penuh ancaman. "Tidak, kau akan hidup, tapi kau akan merangkak, memohon, dan menderita."

Dengan mata penuh air mata yang menetes, Fiona mengayunkan pedang Felix, menebas kaki sang pangeran dengan gerakan yang presisi dan kejam, membuatnya ambruk tanpa perlawanan. Jeritan Felix memenuhi ruangan, menciptakan melodi penderitaan yang memuaskan bagi Fiona. Darah mengalir deras, membasahi lantai, menambah warna merah pada pemandangan yang sudah mengerikan itu. Felix, dengan sisa-sisa kekuatannya, berusaha merangkak, tatapannya dipenuhi keputusasaan saat ia menyadari bahwa ia tidak akan pernah bisa melarikan diri dari jebakan yang diciptakan oleh orang-orang yang ia pikir ia kenal.

Fiona melihat Felix yang merangkak, seringai dingin terukir di wajahnya. Dengan suara yang pelan, namun menusuk, ia berjongkok dan mengambil pedang itu lagi. Ia kemudian menebas jari-jari Felix satu per satu, dan jeritan Felix semakin nyaring, dipenuhi rasa sakit yang luar biasa. Fiona kemudian memotong kakinya, lalu memotong telinganya dan memotong hidungnya.

Fiona kemudian berlutut di samping Felix yang sudah tak berdaya. Dengan seringai dingin, dia memegang dagu Felix. "Kau tahu, ada hal-hal yang lebih buruk daripada kematian," bisiknya. Dengan gerakan cepat, dia mengiris lidah Felix, membuat Felix tidak bisa berteriak, hanya suara gumaman yang penuh penderitaan. Darah menyembur dari mulutnya. Fiona tersenyum, lalu melangkah ke belakang Felix, dia mengiris lehernya, tapi tidak sampai membunuhnya. Felix berkedut, berusaha melarikan diri, namun tidak bisa.

"Kau tidak akan bisa lari dariku," bisik Fiona, lalu membalik tubuh Felix dan mengebirinya.

Masih belum puas, Fiona menusuk menusuk tubuh Felix, hingga ia menghembuskan napas terakhirnya. Tapi Fiona tak kunjung berhenti dan terus menusuk nusuk tubuh Felix, Eleanor yang kehabisan darah juga menghembuskan napas terakhirnya.

Vergil yang begitu prihatin mendekat, lalu memeluk Fiona. "Cukup... Kita sudah menang, aku tak tau apa yang terjadi antara kau dan Felix, tapi itu Takan cukup untuk membuatmu bahagia, Fiona."

Fiona akhirnya berhenti, melepas pedang itu, dan memeluk Felix. Ia menjerit dan menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Felix. Seolah dendam di hatinya tak mereda meskipun ia sudah membalaskannya.

1
Cha Sumuk
kurang menarik krna mc ceweknya lemah,, biasa' nya klo setelah kelahiran jd kuat tp ini mlh lemah hemmm
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!