Keputusan berlibur selama sebulan penuh untuk memulihkan patah hati sukses besar. Rhea De Santiago tidak lagi menyalahkan dirinya atas perselingkuhan yang dilakukan oleh mantan kekasih. dia benar-benar sudah pulih dan siap menjalani kehidupan baru.
Namun sehari sebelum pulang ke Meksiko, Rhea menghabiskan malam panas tanpa paksaan dengan William Riagen. Paman dari mantan kekasihnya. Setelah bercinta dengan intens, Rhea langsung terbang ke Meksiko dengan anggapan William tidak mungkin peduli dengan hubungan satu malam yang telah terjadi. Dia tidak tahu tentang William yang sudah menaruh rasa sejak lama.
“... Usai bertemu lagi dengan Mu setelah sekian lama, bahkan menghabiskan malam panas bersama, Aku ingin memiliki Mu seutuhnya. Aku ingin Diri Mu. Rhea De Santiago, Aku akan mengejar Mu tidak peduli jika harus sampai ke ujung Dunia sekalipun. Aku akan menangkap Mu dengan kedua tangan ini, dan menjadikan Mu milik Ku. Milik William Riagen!”
=>Kalau suka, Silahkan dibaca♥️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neogena Girl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
“Kakak.. Kakak Peri~” Panggil Beatrice lembut sambil menggenggam tangan Rhea yang tengah terkatup.
“.. Hm?” Rhea pun perlahan-lahan menemui kesadaran dan membuka kelopak mata.
Kini Beatrice sudah berdiri di hadapannya seperti beberapa saat yang lalu. Menandakan bahwa Turbulensi sudah selesai. Entah berapa lama waktu telah berlalu karena Rhea kehilangan kesadaran.
“Kakak Peri, tidak perlu takut lagi ya. Sepuluh menit sudah berlalu semenjak goncangan berakhir. Semua penumpang sudah rileks, namun ku lihat wajah Kakak masih berkerut. Keringat halus bahkan masih menghiasi wajah kakak. Aku meminta ijin pada Ibu untuk membangunkan Kakak. Tidak baik jika tidur dalam keadaan ketakutan. Kakak bisa bermimpi buruk.”
“Ahh... Emm, terimakasih sayang. Kau telah menyelamatkan Ku dari rasa cemas.” Ucap Rhea sambil melonggarkan sabuk pengaman. Dia perlahan mengatur nafas dan keadaannya berangsur-angsung membaik.
“Hehehe, tadi juga Aku sangaaatttt takut. Tapi untungnya ada Ibu. Ibu menggenggam tangan Beatrice dan juga mengatakan semua nya baik-baik saja. Ibu bilang Ibu bisa melihat masa depan, dan semua nya akan baik-baik saja. Ibu selalu benar, jadi Beatrice mempercayai Ibu.”
Rhea memasang senyum di wajah, Tak masalah mendengar Beatrice yang langsung cerewet usai melewati Turbulensi yang bahkan diri nya tidak bisa tangani.
“Bagaimana dengan Kakak Peri ?”
“Bagaimana apa nya sayang ?” Rhea merasa bingung. Apa Dia tidak mengamati perkataan Beatrice dengan baik ? Saat tengah mencari benang merah dari perkataan Beatrice sebelumnya, gadis itu kembali bersuara.
“Bagaimana dengan Ibu Kakak peri ? Apa Dia duduk di kursi lain ?”
“Ah.. Hahaha... Ibuku—“ Linangan air mata terjun bebas. Entah kenapa Rhea tiba-tiba merasakan perasaan haru.
“Ehem... Ibu Ku ada di Meksiko. Aku akan menemui nya setelah mendarat nanti sayang.” Sambung nya berusaha tetap tenang di hadapan Beatrice.
“Kakak Peri pasti sangat merindukannya.” Tutur gadis kecil itu sambil menyeka air mata Rhea.
“Umm.. Aku sangat merindukannya.”
“Mau pelukan ?” Tawar Beatrice yang sudah membuka kedua tangan.
Rhea langsung mengangguk dan memeluk tubuh mungil itu. Dengan lembut, dengan rasa lega, dengan rasa syukur bahwa sampai detik ini Dia masih di pertemukan dengan orang-orang baik.
Tidak ingin menghancurkan suasana yang ada, Ibu Beatrice tak jadi memanggil sang anak. Dengan senyum lebar, Dia berucap pelan. “Aku berhasil mendidik putri kecil Ku. Dia pasti akan tumbuh dengan membagikan banyak cinta pada orang-orang.” Tuntasnya dengan rasa bangga.
...***...
Setelah mendarat, Rhea langsung bergerak dengan langkah lebar. Ingin cepat-cepat sampai di tempat sang Ibu berada.
Sekilas Netra nya menangkap momen reuni antara Beatrice dan keluarga kecilnya di bandara. Seperti perkataan sang Ibu di pesawat, Ayah bersama Kakek dan Nenek menyambut kedatangan Mereka. Suasana bahagia nampak dengan jelas.
“Sampai bertemu lagi di ketidaksengajaan berikutnya, anak baik.” Gumam Rhea dan melangkah menuju Taxi.
Tidak ada pikiran sedikit pun untuk menghubungi Seleste. Bahkan Seleste belum mendapat konfirmasi dari Rhea langsung bahwa Dia akan patuh dan pulang hari ini. Karena belum di kabari, Seleste tentu tidak menjemput Rhea di bandara.
Seolah di kejar waktu, Rhea berkali-kali menyuruh supir Taxi untuk menaikkan kecepatan laju mobil dan meminta maaf berkali-kali karena merasa merepotkan.
Empat puluh menit berlalu, dan sampailah Rhea di tempat tujuan. Tak lupa dia membayar biaya taksi yang sengaja di lebihkan karena sampai dalam kecepatan tinggi.
“!” Tatapan Rhea langsung di sambut dengan penampilan bangunan rumah yang masih berdiri megah dan kokoh. Gerbang besi yang menjulang tinggi, tembok yang membentang luas, halaman Kediaman, warna bangunan maupun desain yang ada masih sama. Seolah waktu berhenti di sini. Semuanya sama persis seperti beberapa waktu silam saat Dia meninggalkan Kediaman ini.
Dengan langkah ringan, Rhea melewati pagar besi yang sedikit terbuka. Pas ukurannya untuk di lewati tubuh. Usai melewati pagar besi yang menjulang tinggi itu, Rhea langsung melihat sosok yang amat Dia rindukan. Di halaman bagian kiri, terdapat bagian yang di tumbuhi oleh beberapa bunga.
Terdapat wanita dengan tangan yang sibuk memetik bunga dengan gunting di tangan satu nya. Dia tengah bersenandung, dengan senyum yang terukir di bibir juga mata nya. Kecantikan dan keanggunan nampak dengan sangat jelas walau kini sudah terdapat sedikit keriput di wajah. Sosok itu masuk dalam fokus atensi Rhea. Dia bahkan enggan untuk berkedip, saking merindukan sosok itu.
“...Ibu,” Rhea berbisik pelan dengan bibir yang sudah bergetar.
Panggilan itu benar-benar seperti bisikan, apalagi Rhea seolah kehilangan tenaga untuk bersuara dengan lantang. Namun di luar dugaan, sosok yang tengah bersenandung itu mendengarnya dengan jelas. Sangat jelas malah. Perasaannya langsung terkoneksi pada sesuatu yang familiar.
Dia menoleh. Nampak di sana seorang gadis yang sangat Dia kenali, tengah bergetar seluruh tubuhnya dengan tangis yang membasahi wajah. Penampilan cengeng yang selalu Dia lihat beberapa tahun lalu yang terasa baru kemarin saat tubuh nya Masih mengecil.
“Putriku...” Monolog Hesperia menjatuhkan semua bunga yang ada di genggaman nya dan langsung berlari ke arah Rhea.
Melihat aksi itu, Rhea pun menggerakkan langkah kaki. Namun perasaan haru yang menguasai tubuh, membuat Rhea kehilangan tenaga pada tungkai kaki. Rhea langsung ambruk dan sedetik kemudian dua tangan yang familiar langsung terbuka lebar dan membekap Nya dalam rengkuhan yang hangat. Rengkuhan yang sangat menenangkan.
Bagaimana mungkin tangis Rhea tidak semakin pecah saat Dia di sambut seperti ini ?
“Hahh.. Ibu... Ibu.. Aku minta maaf... Maaf kan Aku, Ibu.” Tutur Rhea sekuat tenaga dalam pelukan sang Ibu.
“Sssttt.. Tidak apa-apa sayang... Tidak apa-apa. Ibu selalu memaafkan Mu sejak dulu. Ibu tidak punya kemampuan untuk membenci ataupun marah pada Mu, pada Putri kesayangan Ku ini.” Tutur Hesperia lembut dalam tangisnya, berusaha mengatur nafas dan mengutarakan isi hati sambil mengecup puncak kepala Rhea berkali-kali.
Tangan Hesperia dengan telaten mengusap punggung dan juga puncak kepala Rhea dengan sangat lembut. Belaian sang Ibu yang tidak berubah sedikit pun membuat tangis Rhea semakin menjadi-jadi.
Dia semakin dibanjiri rasa bersalah dan juga rasa benci pada dirinya yang dulu. Dirinya yang dengan keras kepala mempertahankan Rafael. Yang dengan gagah berani menaikkan intonasi suara di hadapan Hesperia Clement.
Alhasil, hanya pengkhianatan yang Dia dapatkan. Pria yang Dia bela itu menjadi sosok yang sudah di perkirakan oleh sang Ibu.
“Pria itu menjadi orang yang sesuai dengan prediksi Mu, Ibu.. Ughh.. Maafkan Aku... Maafkan anak durhaka ini yang dengan tidak tahu malu datang lagi kepada Mu... Maafkan Aku....”
“Tidak apa-apa Rhea. Sungguh Ibu telah memaafkan Mu. Kau tidak perlu terjebak lagi dengan masa lalu itu, karena mau sampai dunia terbalik pun Kau tidak akan bisa mengubahnya. Mari jadikan itu warna dalam perjalanan hidupmu. Saat ini Kau sudah kembali pada Ibu, kembali dalam pelukan Ibu, dan itu sangat cukup. Ibu sangat bersyukur dengan keputusan Mu yang tertatih-tatih datang kepada Ku.”
Rhea kembali di sirami rasa syukur dan rasa lega dengan perkataan sang Ibu. Dia mengangguk dalam tangis kemudian semakin mengeratkan pelukan pada Hesperia. Seolah takut Ibu nya akan menghilang jika pelukan Dia longgarkan sedikit saja.
“It’s okay, Sweetheart. It’s okay. Kau aman dalam dekapan Ibu.”
Pagi itu, anak yang pergi dengan Ego lantaran di butakan oleh cinta, telah kembali usai ego dan rasa percaya pada cinta yang abstrak itu di hancurkan dengan kejam oleh kenyataan. Takdir dengan tegas menuntun Dia untuk kembali pada Sang Ibu, pada Wanita yang selalu mendekapnya sejak dalam kandungan.
Rhea De Santiago telah kembali pada rengkuhan Hesperia Clement.
...***...
...-Tamat-...
...*...
...*...
...*...
...*...
...*...
...Nggak dong😌. Masa iya langsung tamat. Ehem😗, jangan lupa like dan komen ya, Neo amat membutuhkan komentar penyemangat dari Kalian. Ya ? Nggak susah kok tinggal tekan tombol like. Nggak susah kok ketik ‘Mangat Kak Neo’😩. Jadi jangan pelit like dan komen ya guys. Thank you♥️, kalian bisa lanjut ke chapter selanjutnya gih✨...