NovelToon NovelToon
Pelukan Untukmu ASHILLA

Pelukan Untukmu ASHILLA

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Beda Usia / Gadis nakal / CEO / Duniahiburan / Cintapertama
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: MissSHalalalal

Ashilla, seorang buruh pabrik, terpaksa menjadi tulang punggung keluarga demi menutupi utang judi ayahnya. Di balik penampilannya yang tangguh, ia menyimpan luka fisik dan batin akibat kekerasan di rumah. Setiap hari ia berjuang menembus shift pagi dan malam, panas maupun hujan, hanya untuk melihat gajinya habis tak bersisa.
Di tengah kelelahan, Ashilla menemukan sandaran pada Rifal, rekan kerjanya yang peduli. Namun, ia juga mencari pelarian di sebuah gudang kosong untuk merokok dan menyendiri—hal yang memicu konflik tajam dengan Reyhan, kakak laki-lakinya yang sudah mapan namun lepas tangan dari masalah keluarga.
Kisah ini mengikuti perjuangan Ashilla menentukan batas antara bakti dan harga diri. Ia harus memilih: terus menjadi korban demi kebahagiaan ibunya, atau berhenti menjadi "mesin uang" dan mencari kebebasannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MissSHalalalal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 9 : Negoisasi

Saat tangannya yang dingin menyentuh pundakku, seolah ada aliran listrik yang menyentak kesadaranku. Ketakutan yang tadinya melumpuhkan, tiba-tiba berubah menjadi insting bertahan hidup yang liar. Sebelum jemarinya merayap lebih jauh, aku menyentakkan bahu dan merangkak mundur hingga punggungku menabrak kepala ranjang.

"Tunggu!" teriakku, suaraku serak dan gemetar, namun cukup keras untuk menghentikan gerakannya.

Pria itu menaikkan sebelah alisnya, tampak terhibur dengan perlawananku yang sia-sia. "Aku tidak suka menunggu, Ashilla."

Dengan tangan gemetar, aku meraba saku rokku yang tersembunyi di balik lipatan kain. Aku mengeluarkan gumpalan uang kertas yang sudah kumal—uang yang tadinya kusiapkan untuk biaya hidup setelah ayah bebas dari penjara.

"Satu juta," kataku sambil menyodorkan uang itu ke arahnya. "Ini... ini sisa uang yang ku punya setelah menebus Ayah siang tadi. Ambil ini."

Ia menatap uang itu dengan tatapan menghina, seolah aku baru saja menyodorkannya sampah kering. "Kau pikir utang jutaan rupiah bisa lunas dengan uang receh ini?"

"Ini hanya uang muka!" potongku cepat, napas yang memburu membuat dadaku sesak. "Beri aku waktu. Tiga hari. Hanya tiga hari! Aku akan mencari sisanya. Aku akan meminjam, bekerja, apa saja! Aku akan memberikan semuanya padamu, asal jangan sentuh aku malam ini."

Pria itu terdiam, menatap gumpalan uang di tanganku, lalu beralih menatap mataku yang basah. Senyum tipis yang dingin kembali terukir di wajahnya. Ia mengambil uang itu, menghitungnya sebentar, lalu melemparkannya ke lantai dengan sembarangan.

"Tiga hari?" ia mengulang kalimatku dengan nada meremehkan. "Dalam tiga hari, bunga hutang ayahmu akan bertambah lebih besar dari nilai satu juta ini. Apa yang menjamin kau tidak akan lari?"

"Aku tidak punya tempat untuk lari!" seruku putus asa. "Ibuku... Ibuku masih di rumah itu. Jika aku lari, kalian pasti akan mendatangi mereka. Aku hanya butuh waktu untuk mendapatkan harga diriku kembali dengan uang, bukan dengan... dengan ini."

Ia berdiri, berjalan perlahan mengitari ku seperti predator yang sedang mempermainkan mangsanya. "Kau tahu, Ashilla? Keberanianmu sedikit menarik. Tapi di duniaku, janji adalah hal yang paling murah."

Ia berhenti tepat di depanku, lalu membungkuk hingga wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari wajahku.

"Baiklah. Aku terima negosiasi mu. Satu juta ini untuk membeli waktumu selama tujuh puluh dua jam ke depan. Tapi ingat..." ia mencengkeram daguku lagi, kali ini lebih lembut tapi jauh lebih mengancam. "Jika dalam tiga hari kau tidak membawa sisa hutang itu beserta bunganya, aku tidak akan hanya 'mencicipimu'. Aku akan memastikan kau benar-benar membusuk di rumah bordil paling kumuh di kota ini."

Ia melepaskan daguku dan berjalan menuju pintu. "Keluar dari sini sekarang sebelum aku berubah pikiran. Sopirku akan mengantarmu pulang. Jangan coba-coba menghilang, karena aku tahu setiap sudut tempat persembunyian di kota ini."

Pintu terbuka, dan ia membiarkanku lewat. Aku berlari keluar dengan kaki lemas, melewati lorong-lorong gelap pabrik tua itu seolah-olah iblis sedang mengejar ku.

Di luar, udara malam yang dingin menyambut ku. Sebuah mobil hitam sudah menunggu. Di tengah kepanikan, aku tidak menyadari bahwa di kejauhan, sebuah motor tua berhenti di tikungan jalan. Andra, dengan wajah babak belur, menatap mobil yang membawaku pergi dengan tatapan tajam. Ia tidak bisa mendekat karena penjagaan ketat, tapi ia telah melihatku keluar dari gedung itu.

"Tiga hari," bisikku di dalam mobil, meremas tanganku yang kosong. "Aku punya tiga hari untuk menyelamatkan hidupku."

***

"Berhenti di sini," kataku dengan suara yang masih bergetar.

Sopir itu melirikku dari spion tengah, wajahnya datar tanpa ekspresi, namun ia menuruti perintahku. Mobil hitam itu berhenti di depan sebuah gudang tua yang tampak merana di pinggiran kota. Ini adalah tempat 'aman' kami—tempat aku, Andra, dan Doni sering menghabiskan waktu hanya untuk sekadar melarikan diri dari penatnya dunia.

Begitu kakiku menyentuh tanah, mobil itu langsung menderu pergi, meninggalkan kepulan asap dan debu yang menyesakkan. Aku berdiri mematung di kegelapan, memeluk tubuhku sendiri yang masih gemetar hebat.

Suara deru mesin motor yang sangat ku kenali memecah kesunyian. Dua lampu sorot mendekat dengan cepat. Andra dan Doni mengerem mendadak hingga ban motor mereka mencit meggores aspal.

"Ashilla!"

Andra melompat turun bahkan sebelum motornya benar-benar berhenti. Ia berlari ke arahku, wajahnya yang penuh lebam terlihat mengerikan di bawah cahaya bulan, tapi matanya memancarkan kekhawatiran yang luar biasa.

"Shilla, kau tidak apa-apa? Apa yang mereka lakukan padamu?" Ia memegang kedua bahuku, matanya menelusuri wajahku, mencari luka atau tanda-tanda kekerasan.

Aku hanya bisa menggeleng pelan, air mata yang tadi kutahan mati-matian akhirnya tumpah juga. Aku jatuh ke dalam pelukannya. Tubuh Andra yang kaku karena luka-luka akibat dihajar anak buah sang Tuan tidak menghalanginya untuk mendekapku erat.

"Aku melakukan negosiasi, Ndra," bisikku di dadanya. "Uang sejuta itu... aku memberikannya pada pria itu sebagai jaminan. Aku punya waktu tiga hari."

Doni mendekat sambil tertatih, wajahnya meringis menahan sakit di perutnya. "Tiga hari? Shilla, hutang ayahmu itu ratusan juta! Dari mana kita dapat uang sebanyak itu dalam tiga hari?"

"Aku tidak tahu, Don. Aku benar-benar tidak tahu," tangisku pecah. "Tapi setidaknya aku tidak di sana sekarang. Aku harus menyelamatkan diriku, dan Ibu..."

Andra melepaskan pelukannya sedikit, ia menangkup wajahku dengan tangannya yang kasar. "Pria itu... siapa dia? Kenapa dia membiarkanmu pergi hanya dengan satu juta?"

"Namanya... aku tidak tahu. Mereka memanggilnya 'Tuan'. Dia sangat dingin, Ndra. Dia bilang jika dalam tiga hari aku tidak membawa sisanya, dia akan menjualku ke tempat yang lebih buruk."

Andra mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Amarah terpancar jelas dari matanya yang merah. "Dia tidak akan menyentuhmu lagi. Aku bersumpah."

"Tapi bagaimana caranya, Ndra?" tanyaku putus asa. "Ayah sudah menjualku. Secara hukum—bahkan secara 'hukum jalanan' mereka—aku sudah menjadi miliknya."

Andra terdiam sejenak, menatap gudang kosong di belakang kami, lalu menatap Doni. "Kita tidak punya banyak waktu. Don, kau masih punya kontak dengan 'orang-orang lama' itu? Kita butuh uang cepat, atau kita butuh cara untuk melenyapkan catatan hutang itu langsung dari sumbernya."

Doni tampak ragu, "Maksudmu... merampok mereka kembali? Itu bunuh diri, Ndra! Orang itu bukan kelas teri."

"Tak ada cara lain," bisikku. Sebuah rencana kelam mulai mengakar di kepala.

"Andra," aku menelan ludah, "apa kau punya kenalan orang kaya yang... butuh teman tidur?"

Andra mengernyit. "Maksudmu?"

Doni, yang sejak tadi diam, rupanya lebih cepat menangkap sinyal. "Kau gila? Keluar dari kandang singa, mau masuk ke lubang buaya?"

Aku menunduk, nyaris tak sanggup mendengar suaraku sendiri. "Aku masih punya satu aset. Keperawananku."

***

Bersambung...

1
partini
Erlangga kau buang Berlian kau ambil batu kali
partini
ehhh nongol tuh Kunti,kata mati kecelakaan?
wah ga mati ini cuma pergi ma lelaki lain ,,
kalea rizuky
tolol harusnya lu sebagai orang tua jujur biar erlangga gk goblok lagi
partini
ahhh jadi seperti itu ,hemmm maklum lah cinta mata MEREM hati tertutup jadinya y agak ni BEGE PLUS IDIOT tetang cinta ,ya susah ga bakal percaya apa lagi tuh sarah dah methong terkecuali ada video Ina inu
partini
Erlangga ko bisa jadi kaya gitu karena wanita,,saking cintanya atau saking dalam lukanya sih Thor aku ngeh bacanya kah
kalea rizuky
biarin ibumu mati bapak mu mati qm bebas sila goblok
kalea rizuky
keluarga tolol. ini. novel paling konyol yg q baca
kalea rizuky
lu yg aneh sila uda tau orang gila lu berkorban demi ibu lu yg goblok itu
kalea rizuky
ibuk goblok
kalea rizuky
emakmu aja gatel tkut kehilangan laki. mokoondo biar aja di penjara lahbuk suami. g guna mati aja lu biar anakmu bebas keluar dr situ jd ibu nyusain doank lu
kalea rizuky
bodoh itu ibumu laki. goblok. kok di piara cerai lah nyusain anak aja buk lu itu
Meris
Maaf thor kalimat perkalimat Ashilla terlalu mendramatisir...
MissSHalalalal: terima kasih banyak atas sarannya kak. akan aku di perbaiki di bab berikutnya🙏
total 1 replies
Meris
Shilla ini aneh .lha wong dia yg menyerahkn diri...koq malah dia yg penuh drama
partini
aku baca sinopsisnya udah nyesek mulai baca bab satu Weh tambah nyesek
MissSHalalalal: jangan lupa baca sampai akhir ya kak🙏
total 1 replies
Iis Amoorea
panggung kehidupan....bikin mewek
MissSHalalalal: terimakasih kak🙏 semoga suka dengan karya saya.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!