NovelToon NovelToon
Jangan Pernah Bersama

Jangan Pernah Bersama

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Kelahiran kembali menjadi kuat / Romansa / Reinkarnasi / Mengubah Takdir
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Anastasia

Clara Moestopo menikah dengan cinta pertamanya semasa SMA, Arman Ferdinand, dengan keyakinan bahwa kisah mereka akan berakhir bahagia. Namun, pernikahan itu justru dipenuhi duri mama mertua yang selalu merendahkannya, adik ipar yang licik, dan perselingkuhan Arman dengan teman SMA mereka dulu. Hingga suatu malam, pertengkaran hebat di dalam mobil berakhir tragis dalam kecelakaan yang merenggut nyawa keduanya. Tapi takdir berkata lain.Clara dan Arman terbangun kembali di masa SMA mereka, diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya… atau mengulang kesalahan yang sama?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 9.Terkesan.

Pagi itu, mentari baru saja menembus jendela besar lantai tiga rumah sakit. Clara duduk di kursi panjang dekat ranjang VIP, matanya sembab karena semalaman tidak tidur, menemani ayahnya menjaga mama. Di meja kecil samping ranjang, kantong belanjaan dari minimarket masih tergeletak, cokelat yang semalam sempat ia beli pun belum disentuh.

Lukman, sang ayah, menatap putrinya dengan lembut. “Clara, kamu jangan di sini terus. Hari ini tetap harus masuk sekolah. Ayah bisa jaga mama bersama perawat.”

Clara menoleh cepat, wajahnya cemas. “Tapi Yah, bagaimana kalau ada apa-apa dengan Mama? Aku tidak tenang kalau meninggalkan kalian berdua.”

Nyonya Luna yang masih terbaring lemah, tersenyum tipis. Tangannya yang penuh selang infus bergerak pelan meraih tangan Clara. “Nak, dengar kata Ayahmu. Mama sudah jauh lebih baik, jangan khawatir. Kamu harus tetap sekolah, jangan sampai tertinggal pelajaran.”

Clara menggigit bibirnya, menahan rasa tidak rela. Namun sorot lembut ibunya dan tatapan tegas ayahnya membuatnya tidak bisa membantah. Ia akhirnya mengangguk pelan. “Baiklah, Ma, Yah. Aku berangkat sekolah. Tapi… janji ya, kalau ada apa-apa, kabari aku segera.”

Lukman mengangguk. “Tentu. Pergilah, Nak. Mama mu butuh ketenangan juga, jangan terus kamu tatap dengan wajah cemas begitu.”

Clara pun bangkit, merapikan seragam sekolahnya yang sedikit kusut, lalu menggenggam tasnya.

“Baik Clara pergi, tapi ingat pesan ku yah. ayah jangan dekat-dekat dengan tante Rosi. awas saja dekat dengan tante Rosi, akan aku bawa mama pergi ke rumah kakek dan ayah tidak bisa melihat kamu lagi selamanya. ”ucap tegas Clara.

Lukman lalu mencubit pipi putrinya, “Dasar anak nakal!, berani ancam pisahkan ayah dengan mama. dan apa hubungan ayah dan tante Rosi, kami tidak punya hubungan yang dipikirkan kamu itu. ”

“Aww.., sakit ayah!. ”sambil memegang tangan ayahnya yang memegang pipinya.

Luna hanya tersenyum, “sudah yah!, lepaskan pipi Clara. katanya suruh dirinya ke sekolah, bagaimana mau ke sekolah jika kamu terus mencubit pipinya?. ”

Lukman lalu menuruti permintaan istrinya,lalu Clara melangkah keluar kamar VIP dengan hati berat.

Saat hendak menekan tombol lift, ia dikejutkan oleh sosok renta yang berjalan tertatih dari kamar sebelah.

Seorang kakek tua, tubuhnya kurus, wajahnya pucat, menahan dada sambil menunduk kesakitan. Clara langsung panik, buru-buru menghampiri.

“Kakek! Hati-hati, jangan dipaksakan. Ayo, biar aku bantu,” ucap Clara cepat sambil menopang tubuh kakek itu.

Kakek itu menoleh dengan napas terengah, suara parau keluar dari bibirnya. “Nak… tolong… tolong istriku… dia… dia pingsan di kamar… aku tidak kuat menolongnya sendiri…”

Mata Clara melebar, darahnya serasa berdesir cepat. “Istrimu? Di kamar sebelah?”

Kakek itu mengangguk lemah, hampir terjatuh kalau Clara tidak sigap menopangnya.

Tanpa berpikir panjang, Clara mengalungkan lengan kakek itu ke bahunya untuk menahan tubuhnya. “Baik, Kek. Ayo, aku bantu. Kita cepat ke kamarmu.”

Dengan langkah setengah berlari sambil menopang tubuh renta itu, Clara menuju kamar sebelah. Dadanya berdebar keras, karena ia tahu detik ini bukan soal sekolah lagi, tapi tentang nyawa seseorang.

Begitu pintu kamar dibuka, benar saja. Seorang nenek tua terbaring di ranjang, wajahnya pucat pasi, bibirnya membiru, dan tubuhnya tak bergerak.

Clara terhenyak, namun segera menguatkan diri. “Ya Tuhan… Kek, jangan khawatir. Aku akan panggil perawat secepatnya!”

Sebelum pergi, ia sempat menoleh pada sang kakek yang hampir menangis. “Tolong… selamatkan dia, Nak. Dia satu-satunya yang kumiliki…”

Clara menelan ludah, lalu berlari keluar kamar, menerobos lorong rumah sakit dengan panik. “Perawat! Tolong! Ada pasien pingsan di kamar sebelah VIP!”

Lorong rumah sakit yang semula tenang, mendadak riuh dengan langkah para perawat yang bergegas ke kamar sang nenek, sementara Clara berdiri di ujung lorong, dada naik turun cepat, antara lega sudah bertindak, dan cemas menunggu hasilnya.

Setelah kondisi sudah membaik, dan kedua pasangan di kamar sebelah mamanya sudah di tangani oleh dokter dan perawat.

Clara langsung pergi setelah melihat jam di tangannya, dengan buru-buru Clara keluar dari kamar itu.

Clara berjalan cepat di lorong rumah sakit, langkahnya tergesa karena ia sadar sudah sangat terlambat masuk sekolah. Tasnya bergoyang di bahu, sementara wajahnya masih menyisakan kekhawatiran setelah kejadian barusan.

Baru saja ia melewati tikungan menuju lift, dari arah berlawanan seorang pemuda dengan seragam SMA yang sudah ia kenal dengan baik, berlari terburu-buru sambil menyeret napas.

Finn.

Wajahnya tegang, matanya panik seakan memancarkan kecemasan yang luar biasa pagi itu. Begitu melihat pintu kamar yang tadi dimasuki Clara oleh para perawat, langkahnya langsung terhenti. Clara sendiri terperanjat, hampir saling bertabrakan kalau saja ia tidak menepi.

Pagi ini mereka berdua tidak saling berpapasan,karena Finn yang mengkhawatirkan sesuatu setelah mendapatkan telepon dari rumah sakit keadaan nenek dan kakeknya sehingga tidak sempat menoleh kearah Clara. Ia langsung mendorong pintu kamar itu, masuk dengan wajah pucat penuh cemas.

Dari dalam kamar terdengar suara Finn yang bergetar.

“Kakek! Nenek! Apa yang terjadi? Kenapa bisa begini?”

Perawat dan dokter disana menceritakan keadaan kakeknya dan neneknya, dengan perlahan menceritakan keadaan mereka sekarang.

“Syukurlah, keadaan kritis nenek mu sudah terlewati. jika kurang semenit saja mungkin kami tidak bisa menolongnya. ”ucap dokter yang merawat mereka.

“Iya Finn, semua ini berkat gadis muda itu. ”ucap kakek Finn sambil melihat ke sekeliling ruangan.

Tapi keberadaan Clara tidak ia temukan, “Mana gadis muda itu?,dia tadi berdiri didepan pintu. ”

Suster itu lalu menjawab pertanyaan kakek Finn. “Sepertinya dia anak dari anggota keluarga pasien disini. ”

“Sudahlah kek, biar nanti Finn yang berterima kasih sama gadis itu. ”

Ucapan Finn membuat kakeknya tenang, walaupun Finn sendiri tidak tahu siapa gadis yang dimaksud kakeknya.

Di tempat lain.

Clara akhirnya tiba di halaman sekolah SMA-nya yang dulu. Gerbang tinggi berwarna hijau tua itu masih sama seperti yang ia ingat, catnya yang masih sama seperti empat tahun yang lalu yang tidak dimakan waktu, namun kenangan masa lalu muncul kembali.

Langkahnya pelan ketika memasuki area sekolah. Suara riuh tawa siswa, derap kaki yang berlari menuju kelas, dan pintu besi kantin yang khas… semua itu terasa seperti mengulang saat Clara sekolah dulu yang akrab di telinganya.

Clara berdiri di dekat taman kecil di tengah sekolah. Pandangannya menyapu sekeliling papan mading dengan pengumuman lomba, bangku panjang tempat ia dan temannya dulu sering makan siang, hingga lapangan basket yang dipenuhi sorak sorai anak-anak cowok.

Hatinya terasa hangat sekaligus getir. Semuanya masih sama… seperti empat tahun yang lalu.

Ini seperti mimpi!, aku kembali.. kembali saat sma ku, suara hati Clara yang takjub.

Ia menarik napas dalam, namun sebelum sempat melangkah, sebuah tepukan lembut mendarat di pundaknya.

Clara menoleh cepat.

“Clara? Kamu kok bengong di sini?” suara ceria itu membuat matanya langsung berkaca-kaca.

Ria.

Sahabat sebangkunya yang dulu. Rambut hitam panjang yang diikat kuda, senyumnya masih sama cerah, mata bulatnya penuh rasa ingin tahu.

Clara terdiam sejenak, menatap wajah itu dengan tatapan rindu yang dalam. Dalam bayangannya, ia tahu, bertahun-tahun kemudian Ria akan menjadi editor hebat di London, dan mereka jarang sekali bertemu setelah pernikahannya dengan Arman. Tapi sekarang Ria masih di sini, masih gadis SMA yang selalu menemaninya.

Tanpa bisa menahan diri, Clara langsung merengkuh Ria ke dalam pelukan.

“Ria…” bisiknya pelan, suaranya bergetar.

Ria terkejut, matanya membesar. Ia bahkan sempat menepuk-nepuk punggung Clara canggung.

“Eh, Clara? Ada apa sih? Tumben banget kamu begini. Biasanya kan kamu yang paling gengsi kalau mau pelukan segala.”

Clara menutup mata, memeluk lebih erat, seakan takut jika melepas maka sahabatnya itu akan menghilang.

“Aku kangen banget sama kamu…”

Ria menatap temannya dengan bingung, lalu terkekeh kecil.

“Baru kemarin kita ketemu, kok bilang kangen? Kamu ini aneh, deh.”

Namun dalam hati, Clara tahu, pelukan ini adalah caranya merayakan pertemuan kembali dengan kenangan masa mudanya dimana momen itu terulang kembali dalam hidup Clara.

1
Putri Ana
thorrr lanjuttttt dong.🤭
Putri Ana
lanjutttt thorrr 😭😭😭😭😭😭😭
penasaran bangetttttttt🤭
Putri Ana
bagussss bangettttt
Putri Ana
lanjutttttttttytttttttttt thorrrrr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!