NovelToon NovelToon
Cinta Mulia

Cinta Mulia

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Pernikahan Kilat / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Kantor
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Mulia adalah seorang wanita sukses dalam karir bekerja di sebuah perusahaan swasta milik sahabatnya, Satria. Mulia diam-diam menaruh hati pada Satria namun sayang ia tak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Tiba-tiba Mulia mengetahui bahwa ia sudah dijodohkan dengan Ikhsan, pria yang juga teman saat SMA-nya dulu. Kartika, ibu dari Ikhsan sudah membantu membiayai biaya pengobatan Dewi, ibu dari Mulia hingga Mulia merasa berutang budi dan setuju untuk menerima perjodohan ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tudingan Di Rumah Sakit

Di hadapan ranjang ibunya, Mulia Anggraeni merasa terombang-ambing. Permintaan Dewi terasa bagai beban sekaligus penyelamat. Ia melihat kerutan lelah di wajah ibunya, sebuah kerutan yang bicara tentang harapan dan kekhawatiran yang mendalam. Mulia tahu, ibunya ingin ia bahagia dan aman, dan di mata Dewi, Ikhsan adalah satu-satunya jalan. Tapi bagaimana dengan hatinya sendiri? Hati yang masih terperangkap oleh bayangan Satria, yang masih berdebar setiap kali namanya disebut. Mulia menoleh ke jendela, memandang awan yang bergerak lambat, seolah waktu juga ikut berjalan seiring dengan kebimbangannya.

Ia berutang banyak pada Kartika. Mulia merasa malu dan terhina jika harus menolak perjodohan yang sudah direncanakan Kartika dan Dewi. Setelah semua yang Kartika berikan, menolak Ikhsan terasa seperti menampar wajah ibu dan teman ibunya sendiri. Mulia menghela napas, merasa dilema. Haruskah ia mengorbankan perasaannya demi kebahagiaan orang yang ia cintai? Atau, haruskah ia egois, membiarkan ibunya khawatir demi mengejar sesuatu yang mungkin takkan pernah menjadi miliknya?

Di tengah lamunannya, sebuah bayangan tiba-tiba menutupi cahaya dari jendela. Mulia menoleh, dan jantungnya serasa berhenti berdetak. Di sana, di ambang pintu, berdiri Dinda dan Bu Hanim. Mereka berdua menatapnya dengan pandangan penuh amarah. Mulia merasa firasat buruk.

"Lihat, Bu! Wanita ini masih berani muncul di depan kita!" Dinda berseru sinis, suaranya menusuk.

Bu Hanim tersenyum licik, matanya menyorotkan kebencian. "Tentu saja. Dia memang tidak tahu malu. Sudah mengincar suami orang, sekarang mengincar anak dari pemilik perusahaan."

Mulia berdiri, tubuhnya gemetar. Ia mencoba menjelaskan, "Saya tidak tahu apa yang Ibu dan Nona bicarakan."

"Jangan pura-pura bodoh!" bentak Bu Hanim. Ia mengangkat tangan. Gelas yang dipegangnya berisi air es. Tanpa ragu, ia menyiramkan isinya ke arah Mulia.

Air dingin membasahi wajah Mulia, menetes dari rambutnya hingga ke bajunya. Mulia tersentak kaget, rasa dingin itu menusuk hingga ke tulang. Di belakang mereka, beberapa pengunjung rumah sakit mulai berkumpul, mengeluarkan ponsel mereka untuk merekam kejadian itu.

****

"Dasar wanita murahan! Pelakor!" teriak Bu Hanim, suaranya melengking. "Kamu pikir dengan berpura-pura baik, kamu bisa menipu kami? Kamu pikir kamu bisa mendapatkan Satria, dan menguasai perusahaan kami?"

Mulia tidak bisa berkata-kata. Ia hanya bisa menatap Bu Hanim dan Dinda, wajahnya pucat pasi.

"Dengar, wanita rendahan," kata Dinda, maju selangkah. "Jangan pernah lagi kamu dekati Satria. Dia milikku! Aku tidak akan pernah membiarkan wanita sepertimu menghancurkan keluargaku!"

"Kalian salah paham. Saya tidak pernah mencoba menghancurkan keluarga siapa pun," Mulia memohon, suaranya bergetar.

Bu Hanim tertawa terbahak-bahak. "Ssst... jangan banyak bicara, Mulia," katanya sinis. "Semua orang sudah tahu siapa kamu. Kamu adalah wanita yang suka menggoda pria kaya. Lihat saja, besok namamu akan viral. Semua orang akan tahu, kamu itu pelakor!"

Mulia menunduk, air matanya tak terbendung. Ia merasa hancur. Bukan hanya karena perlakuan mereka, tapi karena ia tahu, semua yang mereka katakan adalah kebohongan yang kejam. Ia tidak berdaya. Ia tidak bisa melawan. Ia hanya bisa menelan semua fitnah dan caci maki itu.

Dinda dan Bu Hanim meninggalkan ruangan dengan senyum puas. Mereka berjalan melewati kerumunan orang yang memandang Mulia dengan pandangan jijik dan kasihan. Mulia hanya bisa berdiri di sana, sendirian, basah kuyup, dengan hati yang remuk redam. Ia merasa, ia tidak bisa lagi menahan semua ini. Ia ingin lari, ingin bersembunyi.

Mulia menoleh ke arah ranjang ibunya. Dewi terbangun. Wajahnya terkejut melihat apa yang terjadi. Mulia mencoba tersenyum, meyakinkan ibunya bahwa ia baik-baik saja. Tapi Mulia tidak tahu. Ia tidak tahu, apakah ia akan baik-baik saja setelah semua ini. Ia tidak tahu, apakah ia akan sanggup bertahan.

****

Ketika fajar menyingsing, Mulia Anggraeni terbangun dengan perasaan yang tidak karuan. Ia membuka mata, pandangannya langsung tertuju pada ponselnya. Ratusan notifikasi dari berbagai platform media sosial membanjiri layarnya. Mulia menelan ludah. Ia tahu, pasti ada sesuatu yang tidak beres. Dengan tangan gemetar, ia membuka salah satu notifikasi. Sebuah video pendek, menunjukkan dirinya sedang disiram air oleh Bu Hanim di rumah sakit. Judul video itu, "Pelakor Murahan Terkuak!"

Jantung Mulia berdegup kencang. Ia membaca komentar-komentar yang membanjiri video itu. Ratusan, bahkan ribuan, komentar-komentar negatif, menghinanya, memaki-maki, dan menuduhnya sebagai perusak rumah tangga. Mulia tidak bisa berkata-kata. Ia merasa dunia berputar. Ia tidak menyangka, fitnah ini akan menyebar secepat ini.

Ia keluar dari ruang inap Dewi, berjalan di koridor rumah sakit. Langkahnya pelan, kakinya terasa berat. Ia bisa merasakan tatapan mata orang-orang. Mereka menatapnya, lalu berbisik-bisik, menunjuk-nunjuk ke arahnya. Mulia menunduk, mencoba menghindari tatapan-tatapan itu. Ia ingin menghilang, ingin kabur dari semua ini. Tapi ia tidak bisa. Ia harus tetap di sini, menjaga ibunya.

Saat Mulia melewati ruang perawat, ia bisa mendengar para suster bergunjing. "Itu dia, kan? Wanita yang lagi viral itu."

"Kasihan, ya, suaminya. Gara-gara dia, rumah tangganya hancur."

"Katanya sih, dia juga mengincar anak dari pemilik perusahaan."

Mulia mempercepat langkahnya. Hatinya perih. Ia merasa, ia tidak hanya kehilangan pekerjaan, tapi juga martabatnya. Ia tidak lagi dianggap sebagai manusia, tapi sebagai objek gosip, sebagai bahan tertawaan.

Mulia tiba di kantin. Ia ingin membeli sarapan, tetapi ia merasa tidak punya selera makan. Namun, ia harus mengisi perutnya. Ia tidak bisa sakit. Ibunya membutuhkannya.

Saat Mulia sedang sudah selesai mengantre, sebuah suara melengking menusuk telinganya.

"Lihat! Dia masih berani muncul di sini!"

Mulia berbalik. Di sana, Dinda dan Bu Hanim berdiri, menatapnya dengan pandangan penuh kemenangan.

"Kamu tidak punya malu, ya?" kata Bu Hanim sinis. "Sudah viral di mana-mana, masih berani keluar."

Mulia tidak menjawab. Ia hanya ingin pergi. Tapi ia tidak bisa. Ia merasa kakinya terpaku di lantai.

****

"Dia pikir, dengan berpura-pura baik, dia bisa mendapatkan simpati orang-orang," kata Dinda, menatap Mulia dengan pandangan jijik. "Dasar wanita munafik!"

"Saya tidak melakukan apa-apa!" Mulia berseru, suaranya bergetar.

"Jangan berbohong!" teriak Bu Hanim. "Kamu itu sudah viral di mana-mana. Semua orang sudah tahu siapa kamu. Kamu adalah pelakor, perusak rumah tangga orang!"

Beberapa pengunjung kantin mulai berbisik-bisik, ada yang mengeluarkan ponsel mereka, merekam kejadian itu. Mulia merasa malu. Ia tidak bisa lagi menahan air matanya.

"Tolong, hentikan," Mulia memohon. "Saya tidak mau cari masalah."

"Oh, kamu tidak mau cari masalah?" Bu Hanim tertawa sinis. "Kamu yang memulai semuanya, Mulia. Kamu yang mengganggu rumah tanggaku. Jadi, kamu yang harus menanggung akibatnya!"

"Kamu harus minta maaf pada kami! Kamu harus minta maaf pada Papaku!" Dinda berseru, menunjuk ke arah Mulia.

"Untuk apa aku minta maaf? Aku tidak bersalah!" Mulia membela diri.

"Pembohong!" Dinda kembali menyerang Mulia. Tapi kali ini, ia tidak menyiramnya, ia hanya mendorong Mulia hingga Mulia terhuyung ke belakang.

Mulia terjatuh, nampan yang dipegangnya terlepas, isinya tumpah ke lantai. Bubur ayam, kopi, dan roti panggang berserakan di mana-mana. Semua orang di kantin menertawakan Mulia. Ia merasa hancur. Ia tidak bisa menahan tangisnya. Ia menangis sesenggukan, menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!