"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9 Pasangan Lomba
"Kenapa Alvin punya gerobak
sampah pak?" tanya Bu Elanor heran.
"Lah ibuk belum tau, kalau Alvin
sekarang jadi tukang sampah?" jawab pak
Rohman balik bertanya.
"Benarkah?" tanya Bu Alvin dengan
mata berbinar. Sedangkan pak Rohman
tampak masuk kembali ke dalam kamar,
enggan menanggapi sang istri lebih lanjut.
Bu Elanor yang baru mengetahui fakta,
Jika Alvin kini bekerja sebagai tukang
sampah, tentu merasa senang, 'pasti tiap
bulan gajian dan bakal dikasihkan ke aku,
seperti pas markir dulu" batin Bu Elanor.
Keesokan harinya, Alvin bekerja
seperti biasa. Ia bahkan memutuskan
untuk tak lagi makan di rumahnya, usai
mengumpulkan sampah di TPA, Alvin lebih memilih makan nasi bungkus di
warung Mak Na.
Selain karena murah, Mak Na juga
orang yang asik untuk diajak bicara,
menurut Alvin. Sejujurnya Alvin
lebih seperti sedang menghindar untuk
makan di rumah, ia tak ingin terus
menjadi beban dan alasan pertengkaran
orang yang sudah dianggapnya orang tua
sendiri.
Usai sarapan di warung Mak Na,
Alvin pun segera pulang untuk mandi
dan bersiap sekolah.
"Sarapan dulu vin" ucap Bu elanor
yang kini tampak ramah.
"Ndak usah buk" tolak Alvin sambil
memasang tali sepatu.
"Loh kamu kan sekarang kerja, jadi
harus sarapan ke sekolahnya" rayu Bu
Elanor, membuat pak Rohman merasa lega,
akhirnya sang istri bisa berlaku baik pada
Alvin.
"Gpp buk, Alvin buru buru ke
sekolah soalnya" jawab Alvin seraya
mendekat untuk berpamitan pada Bu Novi
dan pak Rohman.
"Beneran gak sarapan dulu le?" tanya
pak Rohman.
"Mboten pak, takut telat" jawab
Alvin, kemudian berlalu keluar rumah.
"Eh tunggu vin, ini uang saku buat
jajan di sekolah" ujar Bu Novi seraya
memberikan selembar uang 5ribuan untuk
Alvin.
Sebelum menerima, Alvin menetap
selembar uang tersebut sepersekian detik,
ini adalah kali pertama ia mendapat uang
saku, setelah entah kapan terakhir kali ia
mendapatkannya.
"Terimakasih buk, Alvin berangkat
dulu. Assalamualaikum" ucap Alvin
setelah menerima uạng saku tersebut.
"Waalaikumsalam" jawab Bu Elanor
sambil tersenyum aneh.
Alvin pun mengayuh sepedanya
seperti biasa, kali ini ia tak mampir ke
warung dekat sekolah, ia langsung menuju
ke sekolah dan memarkir sepedanya di
ujung parkiran.
Tempat yang baru disadari oleh
Alvin, jika hanya dirinyalah yang
memakai sepeda pancal, sedangkan yang
lain sepeda motor dan mobil yang tampak
keren.
Iri? Jangan kira Alvin tak memiliki
rasa itu, sebagai seorang remaja tentu saja
Alvin juga memiliki nafsu ingin terlihat
baik, tapi lagi lagi Alvin sadar, tanpa
perlu ditampar untuk melihat kenyataan,
Alvin cukup tahu jika menginginkan hal
yang mewah, sangat pantang bagi remaja
miskin sepertinya.
Sebelum sampai di kelas, Alvin mampir ke papan pengumuman di pinggir
lapangan, papan pengumuman yang
selalu tampak sepi, meski informasi selalu
di update setiap hari.
Bagaimana tidak sepi, jika semua
informasi yang terpampang, sudah di
share di web sekolah sebelumnya,
sedangkan Alvin yang mungkin satu
satunya murid SANG JUARA yang tidak
memiliki ponsel, tentu saja tak pernah
tahu update informasi yang ada.
Alvin menyimak papan
pengumuman, yang kini berisi nilai hasil
tes kemarin, tampak di urutan pertama
dan kedua berasal dari kelasnya. Usai
membaca pengumuman tersebut, Alvin
pun segera ke kelas.
Pelajaran pun berlangsung seperti
biasanya, wali kelas Alvin pun masuk ke
dalam kelas, sebelum jam istirahat
berbunyi, beliau menyampaikan siapa saja
yang akan mengikuti lomba. Semua sesuai
dugaan Alvin seperti yang dilihat di
papan pengumuman. Kecuali
pasangannya.
"Inilah yang disebut the power of
money Vin" jawab Mingyu datar.
"Maksudnya?" tanya Alvin polos.
Sambil menoleh pada Mingyu setelah wali
kelas berpamitan keluar kelas, sebab bel
istirahat telah berbunyi.
"Yah gitu deh pokoknya vin, kemarin
itu dari pulang sekolah udah rame di grup
kelas" ujar Mingyu.
"Rame kenapa?" tanya Alvin yang
tak tahu apapun.
"Yah soal ini, soal Azam yang nilainya tinggi tapi justru orang lain yang ikut
lomba" jawab Mingyu.
"Emang di grup itu kalian bebas bahas
soal itu? gak ada gurunya?" tanya Alvin
hati-hati.
"Bebas lah, orang grup isinya sekelas
doang, tanpa ada guru. Kamu nabung ya
biar bisa beli ponsel dan update info,
apalagi kamu ketua kelas, butuh banget
Vin" ujar Mingyu seraya mengelus kepala
Alvin seolah mengasihi dengan maksud
bercanda.
"Iya juga ya Ming, eh ngapain kamu
elus elus nih kepala, jijik banget tau gak!"
jawab Alvin seraya menampik tangan
Mingyu yang masih terus mengusap
kepala Alvin.
"Haha abisnya gemes banget, kamu
kalau soal info sekolah kok kudet banget,
kan aku jadi kasihan Vin" ucap
cengengesan.
"Yah tapi gak pake elus-elus juga kali!"
protes Alvin kesal. Sementara Mingyu
justru semakin terbahak melihat tingkah
kesal Alvin.
Istirahat berlangsung, hampir seisi
kelas pun berlalu keluar untuk
beristirahat, sedangkan Alvin yang
masih penasaran, memilih untuk
menghampiri Azam yang kini masih
berada di dalam kelas.
"Zam, sorry ganggu" sapa Alvin.
"Opo?" tanya Azam.
"Bukannya kamu yang harusnya jadi
pasangan aku di lomba olimpiade nanti?"
tanya Alvin to the point.
Azam yang ditanyai demikian, justru
menatap Alvin dengan kasihan,
meskipun dirinya juga sedang sedih,
namun melihat Alvin sang ketua kelas
justru kurang update, karena tak memiliki
ponsel tentu membuat Azam iba.
"Yah seharusnya sih gitu Vin, tapi seperti yang kamu tahu. Kalau aku
kegeser, ehm sama yang bayar SPPnya
lebih tinggi" jawab Azam membuat
Alvin terkejut.
"Emang disini SPPnya gak sama yah
am? Setahuku disini emang mahal sih,
tapi kan semuanya juga sama bayarnya"
tanya Alvin.
"Eits jangan salah Vin, disini ada
beberapa golongan tarif SPP. Salah satunya
yang jadi pasangan kamu itu, kayaknya
selain dia SPPnya lebih mahal, dia juga
ngelobi sekolah biar dia aja yang maju ikut
olimpiade" jawab Azam membuat Alvin
semakin geleng-geleng kepala.
"Emang bisa gitu?" tanya Alvin
terkejut.
"Di jaman sekarang ini, apa sih yang
gak bisa, kalau uang sudah berbicara
jawab Azam. Kelas Alvin memang
terdiri dari banyaknya murid yang ber IQ tinggi, dan itu sedikit banyak berpengaruh
pada pola pikir mereka yang jadi lebih
terbuka.
"Sekolah gendeng" gumam Alvin
pelan. Ia tahu SANG JUARA memang
terkenal dengan sekolah elit, hanya orang
pintar dan kaya yang bisa masuk, namun
tentu ia masih cukup terkejut, mendengar
bahwa sebenarnya masih ada kebobrokan
di dalamnya.
"Udah yuk istirahat aja, biar gak
sumpek, aku traktir ws teh deh hehe" ajak
Azam, Alvin yang niatnya ingin
menghibur Azam, justru dirinyalah yang
lebih terhibur.
Seminggu berlalu, sejauh ini Alvin
selalu pulang terlambat, sebab
bertambahnya jam pelajaran yang harus ia
ikuti, demi mempersiapkan lomba
olimpiade mendatang. Meski hal itu tak
mempengaruhi pekerjaannya, tetap saja
Alvin harus pulang lebih malam.
Sejak hari pertama hingga seminggu
ini, Alvin masih belum mengetahui
siapa pasangannya dalam lomba
olimpiade, hal yang membuat Alvin
selalu merasa heran, hingga melayangkan
protes.
"Maaf buk, kenapa pasangan saya gak
pernah hadir dalam sesi tambahan jam
pelajaran ini ya?" Tanya Alvin hati-hati.