Setelah hubungannya tidak mendapat kejelasan dari sang kekasih. Kapten Prayoda, memutuskan untuk menyerah. Ia berlalu dengan kecewa. Empat tahun menunggu, hanyalah kekosongan yang ia dapatkan.
Lantas, ke dermaga mana akan ia labuhkan cinta yang selama ini sudah berusaha ia simpan dengan setia untuk sang kekasih yang lebih memilih karir.
Dalam pikiran yang kalut, Kapten Yoda tidak sengaja menciprat genangan air di bahu jalan pada seorang gadis yang sedang memarkirkan motornya di sana.
"Sialan," umpatnya. Ketika menoleh, gadis itu mendapati seorang pria dewasa tampan dan gagah bertubuh atletis memakai baret hijau, berdiri resah dan bersalah. Gadis itu melotot tidak senang.
Pertemuan tidak sengaja itu membuat hari-hari Kapten Prayoda tidak biasa, sebab bayang-bayang gadis itu selalu muncul di kepalanya.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Ikuti juga ya FB Lina Zascia Amandia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Amira Pacar Iqbal?
Matahari siang merayap pelan di langit kota Cakrabuana, meninggalkan hawa panas yang bercampur dengan semilir angin tipis. Jam dinding di kelas Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Nusantara Raya, baru saja menunjuk pukul dua ketika dosen Psikologi Sosial menutup pertemuan hari itu.
Amira menutup buku catatannya dengan cepat, lalu merapikan jilbabnya yang sedikit miring. Rambutnya yang panjang sepinggang, tampak keluar beberapa helai, membuat wajah cerianya terlihat polos. Ia menghela napas lega. Kuliah hari ini cukup melelahkan. Saat melangkah keluar kelas, getaran dari ponselnya membuatnya berhenti.
"Kak Iqbal?" gumamnya terkejut. Buru-buru ia membuka pesan itu.
“Aku tunggu di depan gerbang kampus. Kita makan bareng, ya.”
Amira terdiam beberapa detik. Jantungnya berdetak tak karuan. Jarinya masih tertahan di atas keyboard ponsel, ia bingung mau mengetik apa. Amira meletakkan kembali ponselnya ke dalam tas, ia tidak jadi mengirimkan balasan untuk Iqbal.
Gerbang utama kampus tampak ramai. Motor dan mobil hilir mudik, sementara deretan mahasiswa menyeberang dengan tergesa. Amira menghela napas panjang, lalu menuntun motornya keluar. Di seberang jalan, ia melihat sosok yang berdiri menunggu.
Ipda Iqbal, berdiri gagah dengan tubuh yang atletis, masih berseragam polisi rapi. Topi khas Polisinya sudah ia lepas, semakin jelas memperlihatkan bahwa dia seorang aparat kepolisian.
Iqbal memang tampan, sejenak Amira menatap kagum pada sosok pria mapan 27 tahun itu. Di sampingnya berdiri gagah Pajero. Iqbal benar-benar sosok yang harusnya diminati Amira, kalimat trend yang sering ia perdengarkan di depan sang kakak, kini teringat kembali.
"Kalau ada yang mapan dan serius, kenapa tidak?" Biar bisa dibiayain kuliahnya." Dan Iqbal memang memiliki itu semua, dia mapan dan sudah pernah mengungkapkan isi hatinya tempo hari pada Amira.
Namun, entah kenapa. Meskipun Iqbal mapan dan pernah mengungkapkan menyukai Amira, tapi Amira belum siap menerima pernyataan suka padanya. Amira belum yakin kalau Iqbal benar-benar menyukainya apa adanya.
"Kak Iqbal." Amira mendekat dan menyapa Iqbal. Suaranya terdengar kaku.
Lelaki berseragam itu tersenyum, menatapnya penuh arti. “Aku sengaja nunggu di sini. Kamu nggak keberatan, kan?”
Amira tersipu. "Nggak sih. Hanya tumben banget Kak Iqbal seperti ini. Harusnya jangan lho."
Iqbal menggeleng. “Ayo, ikut aku. Aku mau ajak kamu makan. Ada kafe baru buka nggak jauh dari sini,” ajak Iqbal sambil menepuk mobilnya sendiri.
Amira menatapnya, lalu tersenyum kecil. "Tapi, aku bawa motor, Kak. Jadi aku naik motorku saja. Kakak ikut di belakang. Bagaimana?"
Iqbal sempat terdiam, lalu mengangguk pasrah. “Oke, kalau begitu. Aku ikutin kamu. Kamu arahkan saja motornya ke kafe Nuansa Alam, di depan sana," arah Iqbal. Amira mengangguk, dia pun sudah tahu kafe yang baru sebulan ini dibuka.
Masing-masing kendaraan mereka melaju bersama, Amira di depan dengan motornya, Iqbal mengikuti dari belakang.
Beberapa menit berlalu, akhirnya motor Amira dan mobil Iqbal tiba di Kafe “Nuansa Alam” terletak di jalan kecil, jauh dari hiruk-pikuk lalu lintas utama. Begitu masuk, aroma kopi bercampur roti panggang langsung menyambut.
Mereka memilih meja di sudut ruangan, agak tersembunyi. Amira membuka menu, dengan cepat menunjuk nasi goreng spesial serta es teh manis. Iqbal hanya memesan kopi hitam dan sandwich.
"Suasananya enak, ya? Aku suka kafe seperti ini." Iqbal bersuara memuji interior kafe itu. Amira mengangguk setuju. Tidak terasa pesanan mereka datang.
Iqbal dan Amira mulai makan. Dan di situlah kebiasaan Amira yang khas muncul. Ia makan cepat, sendok demi sendok masuk ke mulutnya tanpa jeda panjang. Nasi goreng yang mengepul habis dalam hitungan menit, bahkan sebelum Iqbal menyentuh separuh rotinya.
Iqbal tertegun, lalu terkekeh. “Ya ampun, Dek. Masih sama kayak dulu, ya? Kalau udah lapar, kamu makannya balapan sama waktu.”
Amira menoleh, wajahnya memerah. “Eh, jangan diperhatiin gitu dong. Aku jadi malu.”
Iqbal tersenyum tipis. “Justru aku kangen lihat kebiasaanmu ini. Bikin kamu beda dari yang lain.”
Hati Amira berdesir. Ia menunduk, menyibukkan diri dengan mengaduk es tehnya. Dalam diam, Iqbal menatapnya penuh arti. Sorot matanya seolah ingin mengatakan banyak hal yang belum sempat terucap.
Di saat suasana hangat itu berlangsung, pintu kafe terbuka. Seorang pria berseragam tentara rapi, masuk bersama salah satu rekannya. Kapten Prayoda, tidak pernah menyangka langkah kakinya akan terhenti di sana.
Matanya langsung menangkap pemandangan yang membuat dadanya serasa ditikam. Amira, gadis yang belakangan membuat hidupnya lebih berwarna, sedang tertawa kecil bersama seorang pria muda berseragam polisi. Mereka duduk begitu akrab.
"Amira, bersama polisi itu lagi?" Yoda bergumam lirih, rahangnya mengeras. Dia benar-benar merasa cemburu.
Rekannya sempat menepuk bahunya. “Kapten, kita duduk di meja sebelah sana?”
Yoda tidak menjawab. Pandangannya sudah terkunci pada Amira. Ia berdiri kaku, sorot matanya penuh bara cemburu yang tak bisa disembunyikan.
Amira yang sedang mengunyah tiba-tiba mendongak. Matanya membelalak saat mendapati Yoda berdiri tidak jauh dari meja mereka, menatapnya dengan sorot tajam.
"Om ... eh Kak Yoda?” Amira hampir saja tersedak gara-gara melihat Yoda.
Iqbal menoleh heran. "Lagi-lagi om tentara itu. Kenapa juga dia ada di sini? Seperti sedang membuntuti kamu." Iqbal mendengus kesal.
Amira terbata. “I-iya… dia .…"
"Dia om tentara yang naksir kamu, kan, Dek? Sudah aku bilang, jangan mudah percaya sama orang baru. Jangan-jangan dia pria beristri kalau dilihat dari usianya," ujar Iqbal kembali memberi provokasi.
Amira tercekat. Ia tahu Yoda bukan siapa-siapanya, tapi ketika mendengar Iqbal berusaha menjelekkan Yoda, hati Amira tidak terima. Marah tapi tidak berani mengungkapkan.
Iqbal berdiri, menjaga wibawa. "Permisi, Kapten. Saya dengan pacar saya sedang makan sore. Apa Anda dan rekan Anda mau bergabung di meja yang sama?"
Amira dan Yoda tersentak mendengar pengakuan Iqbal yang bilang kalau Amira pacarnya. Yoda menoleh ke arah Amira, tatapannya tajam tapi sedikit sendu. Yoda seperti kecewa atas pengakuan Iqbal barusan.
Amira tidak berkata apa-apa, dia hanya menunduk.
"Tidak. Kami ada meja sendiri," hindar Yoda ketus sembari menjauh dan menuju mejanya tadi.
Iqbal tersenyum tipis, ia merasa puas melihat Yoda cemburu. Kemudian ia berbicara di dalam hati, merasa puas. "Kapten itu cemburu. Biar saja, lagian kenapa juga dia begitu tertarik dengan Amira? Amira pantasnya dengan aku yang usianya masih lebih muda darinya."
Setelah berada di mejanya, Yoda duduk tidak tenang. Bahkan makanan pesanannya pun seperti tidak berselera. Rekan Yoda mengamati sikap yang diperlihatkan Yoda, ia pun berusaha menghibur Yoda.
"Bro, kenapa, gelisah begitu?" Rekan Yoda menegur. Yoda menggeleng. Dia tidak mau bercerita masalah pribadinya tentang Amira.
"Pacar? Amira beneran pacaran dengan polisi itu?" Yoda benar-benar kecewa memikirkan pengakuan Iqbal tadi.
Jangan lupa, bagi yang masih punya vote, kasih votenya di sini ya.
sabar bang Yoda..cinta emang perlu perjuangan.
hmm..Amira ujianmu marai koe kwareken mangan.aku seng Moco Karo mbayangke melok warek pisan mir.🤭
kk othor akuh kasih kopi biar melek bab selanjutnya 😁.
iqbal gk cocok
rnak yg lebih tua iya kan ehhh mapan buka n tua ding🤣😁😁☺️