Suatu kondisi yang mengharuskan Zidan menikahi Khansa, teman masa kecilnya yang tinggal di desa, atas permintaan terakhir neneknya yang terbaring di ranjang rumah sakit.
Disisi lain, Zidan memiliki kekasih setelah bertahun-tahun tinggal di kota.
Pernikahan itu terjadi karena satu syarat yang diberikan Khansa, mau tidak mau Zidan menerima syaratnya agar pernikahan mereka bisa berlangsung.
Bagaimana kehidupan pernikahan Zidan dan Khansa?
Lalu bagaimana hubungan Zidan dengan kekasihnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lentera Sunyi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tertegun
Zidan masuk dengan membawa nampan yang berisi cemilan dan minuman dingin yang ia janjikan sebelumnya.
“Makanlah, terlebih dahulu. Aku akan bantu kamu buat mempercepat memahami materinya.”
“Bagaimana caranya?” Khansa begitu antusias hingga memegang tangan Zidan begitu erat.
Zidan menatap tangannya, lalu tersenyum melihatnya. Dengan perlahan, ia sangat yakin akan mendapatkan kepercayaan Khansa.
“Simpel, aku akan kasih kamu contoh soal untuk mempermudah kamu mempelajarinya.”
“Jika seperti itu, aku tidak mempelajari materinya secara urut?”
“Memang benar, tapi itu bukan masalah besar. Belajar memahami materi tidak harus mengurutkan semuanya. Yang paling terpenting kamu mengetahui bagian-bagian di dalamnya. Karena setiap materi ada judul besarnya, itu yang perlu kamu pahami.”
Khansa mendengarkan penjelasan Zidan dengan seksama, sampai tidak menyadari jika Zidan terus menatapnya.
“Sudah mengerti?” tanya Zidan.
“Hah? Oh iya. Kalau begitu bisa buatkan aku soalnya. Malam ini aku harus menyelesaikan semuanya. Karena besok aku akan fokus ke materi kejuruan.”
Zidan mengangguk, “Oke. Sembari menunggu kamu bisa mempelajari yang kamu pahami terlebih dahulu. Aku akan buatkan soalnya, dan mungkin aku juga akan ambil beberapa soal dari tahun lalu.”
“Terima kasih.” Khansa begitu senang, lalu mulai membaca bukunya.
Zidan beranjak dari sofa untuk mengambil laptopnya, ia mencari file soal tes tahun lalu dan mengirimkannya pada Khansa.
“Sa, aku sudah kirimkan soal tahun lalu. Kamu kerjakan yang sesuai, karena ada beberapa soal yang diluar bidang yang kamu ambil. Kerjakan itu terlebih dahulu, dan aku akan buatkan soal yang lain.” Khansa mengangguk.
Bisa Zidan lihat jika Khansa begitu semangat mengerjakan soal-soal yang ia kirimkan. Senyum Zidan terus mengembang melihat Khansa yang sibuk membolak-balikkan bukunya.
Dia berbeda, apapun yang dilakukannya selalu ada banyak pertimbangan. Hal itu yang selalu buat gue selalu merasa kagum dengannya, batin Zidan.
Zidan menyentuh dadanya, bisa dirasakan dengan jelas detak jantungnya berdegup sangat kencang. Zidan seperti sedang merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya.
“Kenapa saat bersama Naya, gue nggak pernah ngerasain ini?” gumannya yang merasa bingung. “Gue sangat sadar sudah melakukan hal yang salah karena sudah menyakiti Hatinya, tapi hubungan ini dan Khansa tidak salah. Waktu yang menciptakan semua ini menjadi salah.”
Zidan menatap lekat Khansa yang begitu fokus, “Ambisinya sangat kuat. Tuhan, jangan kecewakan dia. Gue nggak mau melihat air matanya yang terjatuh untuk kesekian kalinya. Sudah cukup, jangan lagi hancurkan harapan apalagi hatinya.”
Dari semua kata-kata bijak yang keluar dari mulut Khansa, hatinya sangat rapuh. Zidan tau benar, jika setiap kata adalah bentuk pertahanan hati Khansa agar tidak merasakan sakit yang begitu dalam.
Tidak bisa dipungkiri jika setiap orang tidak akan pernah lepas dari rasa sakit. Dan diri kita sendiri yang bisa menentukan seberapa dalam rasa sakit yang akan diterima.
Khansa belum siap dengan rasa sakit yang begitu dalam, hingga membatasi dirinya dengan menekan hal yang mungkin bisa dihindari.
Zidan terhanyut dalam pikirannya sendiri, hingga tidak melihat jika Khansa hampir menyelesaikan soal-soalnya.
“Zi…” panggil Khansa senyum bahagia karena sudah menyelesaikan soalnya.
Khansa mengernyitkan dahinya melihat Zidan yang duduk melamun di depan laptopnya.
“Zi!!” panggil Khansa dengan sedikit meninggikan suaranya. “Dia kenapa? Dari Tadi dipanggil gak nyaut-nyaut.”
Khansa beranjak, berjalan menghampiri Zidan yang masih melamun. “Zi?!!” Khansa menyentuh bahu Zidan.
“Hah?! Ya? Kenapa, Sa?” tanya Zidan.
“Seharusnya aku yang tanya, kenapa ngelamun? Aku udah dua kali manggil kamu tapi kamu nggak respon sama sekali.”
“Benarkah?” Khansa mengangguk. “Hmm, makanya aku samperin kamu kesini. Kamu ada masalah?” Zidan menggeleng.
“Maaf, udah ganggu fokus kamu.”
“Nggak kok, aku udah selesai. Aku manggil. Kamu buat lihat hasilnya, dan aku ingin lihat mana aja yang salah.”
“Sa? Serius kamu udah selesai?” Khansa mengangguk, tidak ada keraguan sama sekali. “Lihatlah.”
Khansa memberikan tab yang ia gunakan untuk mengerjakan soal yang dikirimkan Zidan padanya.
Zidan mulai memeriksa hasil jawaban yang dikerjakan oleh Khansa. Jarinya terus mengusap layar tab nya ke atas untuk memastikan jika Khansa benar-benar sudah menyelesaikannya.
“Sudahkan? Sekarang aku ingin tau apakah jawabannya ku benar semua atau masih ada yang salah?”
Secepat itu? Perasaan gue baru aja ngelamun, tapi dia udah menyelesaikannya? Secerdas apa Khansa sehingga mengerjakannya secepat ini. Ya meskipun gue belum tau apakah ini benar semua atau tidak, batin Zidan yang masih tidak menyangka jika Khansa sudah menyelesaikannya.
“Baiklah, biar aku memeriksanya. Oh iya, aku sudah membuatkan beberapa soal. Kamu bisa mengerjakannya, jika mau. Atau kamu bisa menunggu aku menyelesaikan semua soalnya.”
“Aku akan mengerjakannya, kamu bisa memeriksa jawabanku.” Khansa mengambil laptop milik Zidan, lalu membawanya ke sofa.
Zidan menatap hasil jawaban Khansa dengan wajah yang keheranan. Meskipun begitu, Zidan mulai memeriksanya.
“Astaga,” gumam Zidan yang lagi-lagi dikejutkan oleh Khansa. “I-ini? Sangat sulit dipercaya, tapi… ini memang hasilnya. Hampir semua jawaban Khansa benar semua. Hanya beberapa, itupun hanya kurang tepat.”
Zidan menatap Khansa, beranjak dari meja belajar untuk menghampiri Khansa dan melihat bagaimana Khansa menyelesaikannya.
“Sa, boleh aku tanya sesuatu?”
“Silahkan, tanyakan saja,” ucap Khansa yang tidak melirik Zidan sama sekali.
“Ini sungguh kamu yang mengerjakannya sendiri?” Tangan Khansa berhenti, melihat ke arah Zidan yang berdiri di depannya.
“Iya, apa salah semua? Tapi aku sudah memeriksa jawabannya di buku. Tidak mungkin jika salah semua.” Khansa mengambil alih tabnya. Zidan hanya menatapnya dengan tatapan bingung.
“Kak! Sungguh, jawabanku salah semua?” tanya Khansa yang masih tidak percaya.
“Aku tidak mengatakan jika jawaban kamu salah, aku hanya bertanya apakah benar kamu yang mengerjakannya.”
“Tentu saja! Siapa lagi?”
“Secepat itu? Rasanya sangat tidak mungkin seseorang selesai mengerjakannya dalam waktu singkat. Apalagi kamu juga mengerjakan soal yang seharusnya tidak kamu kerjakan,” ungkap Zidan.
“Zi, bisa jelaskan lagi? Aku tidak paham sama sekali.”
“Jawaban kamu hampir sempurna, hanya ada beberapa jawaban yang kurang tepat. Tapi, itu bukan masalah besar, karena itu soal diluar yang seharusnya tidak kamu kerjakan. Jika seperti ini, belajarnya sudah cukup sampai disini.”
“Tapi…”
“Aku percaya kamu bisa melakukannya, lagi pula ini materi umum. Aku yakin kamu pasti bisa mengerjakannya.” Zidan menutup laptopnya, mematikan tab, dan yang terakhir menutup buku-buku Khansa.
“Zi?!”
“Sudah cukup, lebih baik istirahat dan persiapkan saja untuk besok. Mungkin kamu hanya perlu fokus pada materi kejuruan, dan buku-buku yang kamu beli, karena mungkin kamu akan lebih ekstra daripada yang sekarang.”
Zidan menarik Khansa untuk duduk di pangkuannya. “Kita nikmati cemilannya, dan istirahat.” Zidan memeluk pinggang Khansa dengan sangat erat.
Sedangkan Khansa hanya duduk mematung dengan situasinya saat ini.