Anyelir Almera Galenka, tapi sudah sejak setahun yang lalu dia meninggalkan nama belakangnya. Wanita bertubuh tinggi dengan pinggang ramping yang kini tengah hamil 5 bulan itu rela menutupi identitasnya demi menikah dengan pria pujaan hatinya.
Gilang Pradipa seorang pria dari kalangan biasa, kakak tingkatnya waktu kuliah di kampus yang sama.
"Gilang, kapan kamu menikahi sahabatku. Katanya dia juga sedang hamil." Ucapan Kakaknya membuat Gilang melotot.
"Hussttt... Jangan bicara di sini."
"Kenapa kamu takut istrimu tahu? Bukankah itu akan lebih bagus, kalian tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi untuk menutupi hubungan kalian. Aku tidak mau ya, kamu hanya mempermainkan perasaan Zemira Adele. Kamu tahu, dia adalah perempuan terhormat yang punya keluarga terpandang. Jangan sampai orang tahu jika dia hamil di luar nikah."
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mendengar semua pembicaraan itu.
"Baiklah, aku akan ikuti permainan kalian. Kita lihat siapa pemenangnya."
UPDATE SETIAP HARI.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa Gavin?
"Saya terima nikah dan kawinnya Anyelir Almera Galenka binti almarhum Roy Galenka dengan mas kawin satu perusahaan showroom mobil dibayar tunai." Ucap lantang Arrayan Ezra.
"Bagaimana para saksi?" Tanya penghulu.
SAH
SAH
SAH
"Alhamdulillah, akhirnya..." Arrayan menangis haru sambil bersujud. Setelah memendam rasa selama 10 tahun lamanya, Arrayan bisa memilikinya.
"Pernikahan ini sudah sah, tapi juga belum sah." Ucap Rizal.
"Maksudnya bagaimana?" Arrayan tidak mengerti.
"Kalian sudah sepasang suami istri, tapi tidak boleh berhubungan intim dulu sampai Anye selesaikan masa iddahnya. Yaitu setelah masa nifas usai melahirkan habis." Jawab Rizal.
"Dan nanti, kalian harus ijab kabul ulang sekaligus pengesahan pernikahan."
Ucap Rizal yang sebenarnya tidak mau menikahkan Arrayan dan Anye. Karena jelas ini menyalahi aturan.
"Baik, kami mengerti setidaknya saya sudah bebas menemani Anye sepanjang hari tanpa adanya tembok pembatas."
"Saya butuh seseorang yang bisa menjadi garda terdepan melindungi saya."
"Iya, saya tahu karena Vano sudah menceritakan masalah kalian berdua."
"Tapi sebagai bukti jika pernikahan siri ini benar sudah terjadi. Maka, saya telah membuatkan selembar surat pernyataan di atas materai. Yang bisa kalian tunjukkan ketika ada yang meragukan status kalian."
"Terima kasih banyak Rizal, kalau begitu kami semua undur diri." Ucap Arrayan menyalami penghulu muda itu dengan sebuah amplop tebal.
Sekarang mereka semua melanjutkan perjalanannya pulang ke rumah milik Anye. Ada yang mengganjal di pikiran wanita hamil itu tentang mahar.
"Bee, apa ada yang ingin kamu sampaikan padaku?" Tanya Anye memancing kejujuran dari suami barunya.
"Apa yang ingin kamu dengar?"
"Tentang mahar, dan siapa dirimu yang sebenarnya. Aku ingin tahu."
"Showroom mobil itu memang milikku, bisnis pertama yang aku punya. Saat aku ingin memantaskan diri bersanding denganmu suatu saat nanti. Itu pikiranku sejak aku melihatmu. Cinta pada pandangan pertama, tapi harus layu sebelum berkembang karena aku kehilangan jejakmu." Ucap Arrayan.
"Tapi, aku bertekad untuk memperkaya diri, supaya bisa mencari keberadaanmu."
"Jadi Mas Rayan bukan montir?" Pertama kalinya Gavin ikut bicara.
"Bukan, apa kamu ingin membocorkan identitas asliku ke Mbak kamu?" Tanya Arrayan menatap tajam dari spion yang ada di atasnya.
"Untuk apa? Aku lega karena Mas Rayan mengaju jujur setelah menikah dengan Mbah Anye dan menceraikan Mbak Gina." Ucap Gavin.
"Terus terang aku jijik dengan kelakuan keluargaku yang tidak waras. Mama meskipun sudah berumur tua, tapi suka tidur dengan berondong. Mas Gilang tukang selingkuh dan Mbak Gina sama saja semua. Mbak Gina itu pacaran lama dengan Jeremy, tapi justru mengejar Mas Rayan yang jadi suaminya. Aku sungguh tidak mengerti pemikirannya."
"Lalu kenapa kamu diam saja?" Tanya Vano mulai merasa curiga.
"Entahlah, sejak dulu Mama selalu memperlakukanku beda dengan Mbak Gina dan Mas Gilang." Ucap Gavin.
"Mungkin aku bukan anak kandungnya."
"Hussttt... Jangan bicara sembarangan begitu. Kalau kamu bukan anaknya, lalu anak siapa?" Sahut Ratna menasehati.
"Tapi, itu bisa saja benar."
"Maksudnya bagaimana Yank, aku gak ngerti." Ratna mulai ikut penasaran.
"Kalau dilihat-lihat, Gavin ini tidak mirip dengan siapa pun dari keluarga itu. Tidak dengan Mamanya, Gina, bahkan Gilang sekalipun." Ucap Vano coba memberi penjelasan.
"Kalau begitu, boleh bantu aku mencari keluarga asliku." Pinta Gavin.
"Ya, nanti akan aku bantu."
Sementara itu, Villa tempat pernikahan Gilang dan Zemi menjadi berantakan. Dekorasi yang semula indah dan mewah, kini acak-acakan karena Zemi mengamuk bak orang gila.
"Brengsek... Anye... Aku tidak terima dia menghancurkan kebahagiaanku." Teriak Zemi.
"Sudah, kenapa kamu jadi seperti ini?" Gilang membuang nafas kasar, pria itu nampak sangat frustasi.
"Dasar bodoh, apa kamu tidak sadar jika Anye telah menipumu. Sekarang kamu akan tinggal di mana? Dan mau kerja apa?" Teriak Zemi merasa hidupnya sial.
"Aku suamimu, maka aku akan tinggal bersama denganmu. Dan aku bisa bekerja sebagai CEO di perusahaan Papa kamu." Enteng Gilang.
"Tidak... Aku tidak mau, Gilang."
"GILANG... Jangan ribut terus, malu!" Ucap Gina sewot menatap Zemi.
"Kenapa kamu menatapku begitu, Gina? Aku ingin tertawa rasanya, janda dong ya kamu saat ini. Gimana rasanya jadi janda saat hamil? Mengenaskan." Ucap Zemi mengejek.
"Tidak masalah, setidaknya negara masih mengakui anak ini sebagai anak sah dari pernikahanku dengan Arrayan."
"Halu... Kamu pikir, Arrayan tidak akan menuntut jika kamu nekat? Sekarang pergi dari sini, aku muak melihat wajah sokmu itu."
"Gilang, ayo kamu ikut pergi. Mama lebih membutuhkanmu dibanding dia." Tunjuk Gina pada mantan sahabatnya.
"Tidak Mbak, pergi saja kalian. Pulanglah di rumah lama. Minta Gavin memapah Mama." Ucap Gilang.
"Gavin... Aku tidak melihat anak itu sejak tadi. Kurang ajar, jangan-jangan dia kabur." Ucap Gina kembali panik kehilangan Gavin.
"Kabur kemana? Pasti dia pulang." Jawab Gilang masih bisa tenang.
"GILANG... Kenapa kamu bisa bodoh. Gavin tidak mungkin pulang ke rumah kita, jika dia punya kesempatan untuk pergi dari rumah."
"Biar saja lah Mbak, sudah waktunya juga Gavin tahu siapa dirinya yang sebenarnya." Enteng Gilang.
"Masalahnya, kita tidak bisa lagi memanfaatkannya. Jika Gavin masih ada, Anye kemungkinan akan berbaik hati. Setidaknya dia masih akan memberikan biaya sekolah untuk anak itu. Dan kita bisa mengambilnya seperti biasa." Ucap Gina tersenyum licik.
"Kalau begitu, kita pulang. Setelah Mama tidur di rumah lama, kita cari Gavin." Perintah Gina.
"Selangkah saja kamu pergi, maka jangan harap aku akan memaafkanmu." Ancam Zemi menatap tajam suaminya.
Gilang bingung, antara pergi menuruti keluarganya atau tetap menuruti istrinya. Tapi jika dia pergi, maka Zemi akan marah. Itu buruk.
Karena Zemi sudah menjadi candu, lalu bagaimana jika dia marah. Bisa pusing atas bawah, pikirnya.
"Mbak Gina, pergi saja dulu. Temani Mama, urusan Gavin abaikan. Nanti, dia juga pulang sendiri. Gak mungkin bisa hidup mandiri, anak tidak jelas sepertinya bisa apa?" Ucap Gilang meremehkan Gavin.
"Terserah." Ucap Gina menatap malas.
Akhirnya Gina membawa pergi Mamanya kembali ke rumah lama mereka. Rumah peninggalan almarhum Papa kandungnya, yang sudah setahun tidak ditempati. Rumah itu terletak di pinggiran sungai di pemukiman padat penduduk. Beruntung Mama Ambar hanya syok ringan, tidak berimbas pada jantungnya.
"Kenapa kita ke sini Gina?" Tanya Mama Ambar bersuara lirih.
"Lantas, Mama inginnya pulang ke mana? Rumah Anye? Apa Mama lupa, dia bukan menantu lagi. Dan katanya rumah sudah dijual. Ini gara-gara Zemi ke parat yang datang ke rumah. Aku sudah curiga, saat Anye membakar ranjang miliknya kemudian menjual semua barang di kamar kita." Ucap Gina menatap kosong rumahnya.
"Di mana Gavin?" Tiba-tiba Mama Ambar mencari putra sulungnya.
"Gavin kabur." Jawab enteng Gina.
"Kenapa kalian membiarkan dia pergi, bagaimana jika nanti bertemu keluarga kandungnya. Bisa semakin susah kita." Ucap Mama Ambar terdengar khawatir.
"Lagian, Mama ini kurang kerjaan banget nyulik bayi baru lahir. Bikin biaya hidup tambah membengkak."
"Karena dia adalah anak dari wanita yang paling Mama benci. Makanya, Mama tukar bayinya yang masih hidup dengan bayi mati."
"Memang siapa dia Ma, apa Mama tahu namanya?" Tanya Gina.
"Namanya Almira Puspa, dulu dia mantan kekasih Papa kandung kamu. Tapi karena Mama berhasil menjebak Papamu, akhirnya lahir lah kamu."
"Almira marah, dan memutuskan hubungan. Kemudian Papa kamu menikahi Mama." Cerita Mama Ambar yang ternyata kelakuannya menurun pada anak-anaknya.
"Lalu, kemana wanita itu sekarang?" Tanya Gina mencoba mengorek masa lalu Mamanya yang juga hitam.
"Entahlah, sejak dia diputuskan Papamu. Dia kabur ke luar kota. Mama hanya sekali melihatnya lagi."
"Saat dia melahirkan di Rumah Sakit di kota ini. Tapi setelah itu dia menghilang lagi."
"Jadi Gavin anak Almira begitu?"
"Benar, dan Mama berhasil menyiksa Gavin sebagai bentuk pembalasan dendam. Karena meskipun Mama sudah dinikahi Papamu, tapi di hati dan pikirannya hanya ada Almira... Almira dan Almira." Kesal Mama Ambar.
"Dan itu yang buat Mama suka mencari berondong?" Tanya Gina.
"Hmm... Karena sejak Mama melahirkan Gilang, Papamu jadi lebih waspada. Dia tahu jika selama ini, Mama sering memberikan obat dalam minumannya. Karena dalam keadaan sadar, Papamu tidak mau menyentuh Mama."
"Apa benar aku dan Gilang anak kandung Papa?" Tanya Gina.
tunjukan taringmu kuliti orang yg akan mencelakai suamimu ayo Sat set