Jika ada yang meniru cerita dan penggambaran dalam novel ini, maka dia plagiat!
Kali ini Author mengangkat ilmu hitam dari Suku Melayu, kita akan berkeliling nusantara, Yuk, kepoin semua karya Author...
"Jangan makan dan minum sembarangan, jika kau tak ingin mati secara mengenaskan. Dia menyusup dalam diam, membunuh secara perlahan."
Kisah delapan mahasiswa yang melakukan KKN didesa Pahang. Bahkan desa itu belum pernah mereka dengar sebelumnya.
Beberapa warga mengingatkan, agar mereka jangan makan suguhan sembarangan, jika tak ingin mati.mengenaskan...
Apa yang menjadi misteri dari desa tersebut?
Apakah kedelapan Mahasiswa itu dapat selamat?
ikuti kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Bajambar
Kiky tiba didepan rumah kos. Ia mengambil kunci yang disimpan dibawah pot bunga, lalu membuka pintu, dan bergegas masuk.
Ia merasakan dadanya cukup sesak. Ia semakin takut, jika dirinya menderita TBC. "Jika mereka tau aku kena TBC, pasti gak mau dekat aku, ataupun memakai piring dan gelas yang sama," gumamnya dengan rasa frustasi.
Ia sudah mencari informasi dari berbagai sumber tentang gajala TBC, dan ciri-cirinya sama, sehingga ia meyakini, jika dirinya pengidap penyakit paru-paru, yang menyebabkan penularan secara cepat, meski hanya lewat air liur dan bakteri saat terbatuk.
Ia berjalan menuju dapur. Tiba-tiba saja, tenggorokannya terasa gatal, dan ia tak bisa menahan untuk batuk, lalu berlari keluar menuju bilik ditepi sungai, dan ia kembali memuntahkan darah kental sebanyak tiga liter.
Tubuhnya terasa menggigil, keringat memenuhi telapak tangannya, dan wajahnya pucat pasi.
Sementara itu, Yudi, Emy, dan juga Fitri berangkat ke Mushola setelah mendapatkan berbagai informasi yang akan menjadi poin penting untuk kegiatan mereka nantinya.
Dimana, mushola itu memerlukan kamar mandi dan tempat berwudhu yang nyaman.
Ketiganya akan membahas ini nanti bersama rekan lainnya, dan mungkin akan melakukan penggalangan dana ke masyarakat.
Setelah selesai, mereka menuju mushola, lalu membantu Yayuk, Kiky dan juga Yuli, yang sedang berberes untuk membuat tempat pengajian bagi para anak- anak nantinya.
Setibanya disana, mereka hanya melihat Yuli dan Yayuk saja. "Si Kiky kemana?" tanya Yudi. Lalu mengambil alih pengerjaan papan tulis, dan mulai mengukur triplek berwarna putih, sisa dari pembuatan mimbar.
"Pulang. Wajahnya pucat banget, sepertinya sakit. Tapi kalau ditanya, jawabnya gak apa-apa," sahut Yayuk.
"Kalau sakit, ya lebih baik berobat. Atau dia punya riwayat penyakit bawaan, dan segan untuk ngomong sama kita?" Fitri menimpali.
"Mungkin. Tapi ya jujur. Kalau mau berobat, biar kita omongin ke dosen pembimbing, dan bang Darmadi bisa bawa dia pulang untuk berobat." Emy menimpali.
"Yul, coba kamu lihat dia, kamu tanya dia, sebenarnya dia sakit apa. Sekalian sama Yayuk juga sebaiknya kalian masak untuk makan siang kuta, ini biar kami yang nerusin," titah Yudi, pada kedua gadis tersebut.
"Iya, Bang. Kita sambal telur ceplok saja, ya. Sekalian rebus daun singkong, ada dibelakang rumah kos, nanti minta sama atok Adi," usul Yayuk.
"Terserah, yang penting makan," sahut pemuda itu, lalu memotong sisa-sisa beroti menggunakan gergaji. Ternyata Yayuk meminjamnya dari Atok Hasyim.
"Bang, nanti kalau udah selesai, itu alat menukang, balikin ke rumah yang itu, ya." tunjuknya ke rumah Atok Hasyim. Lalu ia dan Yuli pulang ke rumah kos, untuk masak makan siang mereka.
Setibanya dirumah kos, mereka melihat Kiky sedang diam dengan laptop ditangannya. "Ky, kamu sakit apa? Cerita dong sama kita?" Yayuk menghampirinya.
Ia seperti melihat ada sesuatu yang janggal pada gadis itu.
"Gak ada apa-apa, Kak. Beneran." jawabnya lirih, sembari mengulas senyum yang dipaksakan, mencoba meyakinkan keduanya.
"Tapi wajahmu pucat banget," Yuli menyela.
"Iya, beneran gak apa, jangan khawatirkan aku," sahutnya. Jujur saja, untuk bicara terlalu banyak saja ia seperti kelelahan,
Keduanya akhirnya menyerah, dan mereka memilih untuk memasak makan siang mereka.
Yayuk pergi kebelakang. Saat bersamaan, seorang pria tua dengan pakaian hitam berada dibelakang dapur.
Ia membawa sesuatu. "Ini buat kalian, makanlah." ucapanya dengan senyum ramah. Yayuk menerimanya, dan mengulas senyum ramah.
"Terimakasih banyak, Tok," ucapnya dengan sopan.
Pria itu menganggukkan kepalanya. Namun, mata Yayuk tertuju pada kuku sang pria sepuh, dimana terlihat sangat hitam, bagaikan orang menggunakan daun inai. Tapi lebih seperti lebam.
Ia merasa bergidik. Namun, tidak berani berkata apapun.
Setelah melihat pria itu benar-benar pergi. Ia membuka bungkusan kantong kresek berwarna hitam, dan melihat isi didalamnya.
Terlihat dua bungkus kolak pisang dengan warna pekat gula aren, dan orang Melayu menyebutnya pongat pisang.
Dimana pisang kepok mengkal, dimasak dengan gula arena dan gula pasir hingga meresap dan warnanya berubah coklat, lalu diberi santan kental, dan masak hingga kuah sangat kental.
Melihat tampilannya, tentu saja menggoda, apalagi cuaca panas, ditambah dengan es batu, paati sangat nikmat, fikirnya sesat.
Namun ia kembali masuk, lalu berbisik pada Yuli. "Gimana, nih?" tanyanya pada Yuli.
"Buang atau tinggalkanlah hal yang membuatmu merasa ragu-ragu," ucap Yuli. Sebenarnya ia juga tergoda dengan warna makanan itu.
Akan tetapi, Darmadi berpesan, jika mereka harus berhati- hati, dan tidak sembarangan untuk menerima makanan dari siapapun. Apalagi Yayuk mengatakan, jika pria itu memiliki kuku yang hitam.
Yayuk mengambil wadah baskom. Lalu memasukkan itu ke dalamnya. Meskipun berat hati, ia terpaksa membuangnya kedalam sungai, sebab tak ingin mengambil resiko.
****
Malam hampir tiba. Para Mahasiswa berkumpul dan bersiap untuk pergi ke rumah Atok Hasyim. Mereka akan memenuhi undangan makan dari salah satu sesepuh didesa itu.
"Bang, amankan?" tanya Yudi dengan rasa ragu. Ia sudah mengenakan pakaian Muslim, dan juga dengan yang lainnya.
Tak lupa mereka menggunakan almamater, sebagai pengenal, jika mereka adalah Mahasiswa KKN dari sebuah kampus berbasis agama Islam.
"Yang penting. Kalian harus ingat pesan abang. Jika makanan itu dipelototi berbayang, malanan itu aman, dan jika disuguhi minuman panas, pegang bagian bawahnya, jika dingin, itu ada racunnya," Darmadi menjelaskan sekali lagi.
Keenamnya menganggukkan kepala, namun Kiky sepertinya tidak bersiap. Ia duduk disudut ruangan, dan memiih berselimut.
"Ky, kamu gak ikutan?" tanya Darmadi, pada gadis tersebut.
Gadis itu menggelengkan kepalanya. Enggak, Bang. Ada yang mau dikerjain," tolaknya.
"Ayolah Ki," ajak Yudi, sedikit memaksa.
"Enggak, Bang." ia bersikeras menolak.
Akhirnya mereka berangkat bertujuh, lalu menutup pintu. "Ki, kunci pintu dari dalam," pesan Darmadi, kepada gadis itu.
"Ya," jawabnya lirih, lalu berjalan mengunci pintu.
Serelah memastikan gadis itu aman, mereka berjalan menuju rumah Atok Hasyim, dan akan memenuhi undangan pria tersebut.
Diperjalanan, mereka bertemu dengan warga lainnya, dan termasuk Atok Adi.
Pongat labu kuning. Direndam air kapur sirih selama 5 jam, lalu cuci bersih, dan dimasak dengan gula aren plus gula pasir dan sedikit garam, hingga warnanya berubah dan meresap. Lalu dicampur santan kental. Bagi yang memiliki gigi sensitif, akan ngilu memakannya.
Ini Pongat pisang kepok. Keduanya adalah makanan khas suku Melayu pesisir. Dari Tanjungbalai, Batubara, Pani pahan, dan sekitarnya. Sajian ini biasanya disajikan saat ada kenduri, dan sebagainya sebagai makanan penutup.
Bagi masyarakat suku Melayu sendiri, mereka sudah terbiasa makana makanan manis pengat, dan santan yang sangat kental, sehingga ketika makan kolak pisang didaerah lain, lidah mereka akan terasa asing.
knp bisa seoerti itu sih ya kk siti
ada penjelasnya ga yaaa
hiiiiii
tambahin lagi dong ka interaksi darmadi sama andana entah kenapa jiwa mak comblang ku meronta saat mereka bersama
ada apa ini knp bisa jd begitu
hemmm ... beneran nih ya... kebangetan...