NovelToon NovelToon
Gadis Kecil Milik Sang Juragan

Gadis Kecil Milik Sang Juragan

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Selingkuh / Obsesi / Beda Usia / Romansa
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: PenulisGaje

Armand bukanlah tipe pria pemilih. Namun di umurnya yang sudah menginjak 40 tahun, Armand yang berstatus duda tak ingin lagi gegabah dalam memilih pasangan hidup. Tidak ingin kembali gagal dalam mengarungi bahtera rumah tangga untuk yang kedua kalinya, Armand hingga kini masih betah menjomblo.

Kriteria Armand dalam memilih pasangan tidaklah muluk-muluk. Perempuan berpenampilan seksi dan sangat cantik sekali pun tak lagi menarik di matanya. Bahkan tidak seperti salah seorang temannya yang kerap kali memamerkan bisa menaklukkan berbagai jenis wanita, Armand tetap tak bergeming dengan kesendiriannya.

Lalu, apakah Armand tetap menyandang status duda usai perceraiannya 6 tahun silam? Ataukah Armand akhirnya bisa menemukan pelabuhan terakhir, yang bisa mencintai Armand sepenuh hati serta mengobati trauma masa lalu akibat perceraiannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenulisGaje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8. Anissa Rahma

Namanya Annisa Rahma, yang memiliki arti perempuan yang lembut dan penuh kasih sayang. Sebuah arti yang cantik, bukan?

Namun, apa lah artinya sebuah nama yang begitu cantik ataupun bagus, jika pada kenyataannya kehidupan yang Nissa lalui tidaklah secantik arti namanya tersebut.

Karena sejauh yang bisa Nissa ingat, sedari ia masih bisa mengerti setiap perkataan orang dewasa di sekitar, kalimat 'anak haram', selalu menjadi makanan sehari-harinya. Nissa yang polos dulunya hanya memandangi orang-orang tersebut dengan tatapan bertanya-tanya. Bahkan tak jarang Nissa akan bertanya kepada ibunya mengenai mengapa mereka semua memanggilnya begitu?

Akan tetapi, tidak ada jawaban apapun yang diberikan oleh ibunya. Wanita yang sudah melahirkannya itu hanya akan tersenyum, mengelus rambutnya dan kemudian, "Ibu sayang sekali sama kamu, nak."

Hanya itu saja yang terus dikatakan oleh ibunya.

Bahkan pertanyaan Nissa mengenai tidak ada satupun anak-anak seusia diri yang mau bermain dengannya, juga tak mendapat jawaban yang memuaskan.

Namun, seiring berjalannya waktu dan Nissa akhirnya bisa mengerti mengenai arti tatapan mencemooh, kata-kata menghina serta kalimat 'anak haram' yang ditujukan padanya, Nissa hanya bisa menangis tanpa sanggup mengutarakan sedikitpun rasa sesak yang ia rasakan kepada ibunya.

Nissa tidak pernah mengetahui siapa ayah kandungnya. Pernah ia bertanya kepada ibunya mengenai sosok yang telah membuatnya ada tapi tidak pernah membersamainya dan malah lepas tanggung jawab begitu saja, wanita yang sangat dikasihinya itu malah menangis tanpa bisa mengatakan apa-apa. Dan Nissa tak tega untuk bertanya lagi.

Kehidupan yang mereka jalani memang tidak pernah kekurangan. Meski tidak bisa dikatakan mewah, tapi juga tidak semudah yang orang bayangkan. Tapi, untuk makan serta keperluan lainnya, juga untuk dikirimkan ke desa, ibunya selalu memiliki persediaan. Ditambah lagi ibunya juga bekerja sebagai cleaning service di salah satu SMP ternama, dimana Nissa pernah bersekolah dulu.

Sekolah dimana Nissa diterima melalui jalur beasiswa. Sekolah dimana Nissa tidak hanya menimba ilmu, tapi juga tempat dimana Anissa merasakan penderitaan tanpa akhir. Penderitaan yang memberikannya rasa trauma hingga pada akhirnya membuat Nissa kesulitan untuk berada di tempat yang ramai ataupun berhadapan dengan orang asing.

"Dedek gemes, lagi mikirin apa sih?"

Nissa menghembuskan napas panjang berulang kali demi untuk menenangkan diri. Suara yang sudah sangat ia hafal siapa pemiliknya itu pada akhirnya berhasil menarik kesadaran Nissa dari kenangan yang sampai saat ini menghantui.

Setelah mengerjap. Setelah merasa hatinya bisa sedikit tenang dan tidak lagi berdenyut nyeri akibat kenangan masa lalu yang sangat sulit untuk dilupakan.

"Mikirin mendiang ibumu lagi ya, Nis?" Lala kembali bersuara. Mendung yang tadi dilihatnya menaungi seraut wajah cantik nan imut itu membikin ekspresi Lala berganti serius.

Memang, hidup Lala bisa juga dibilang hampir senasib dengan gadis yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri itu. Mereka sama-sama anak yatim, setidaknya itulah kata yang tepat untuk menggambarkan situasi mereka. Namun yang membedakan, Lala mengenal siapa kedua orang tuanya. Kedua orang tuanya merupakan pekerja di perkebunan cengkeh milik pria yang memperlakukannya sebagai adik. Dan karena kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan sewaktu akan menjenguk salah satu saudara mereka yang dirawat di rumah sakit di kota, maka karena kasihan, ibu Nur mengangkatnya sebagai anak.

Sedangkan gadis yang duduk sambil bersandar di salah satu tiang penyangga di sudut teras depan itu, sampai sekarang masih ada beberapa warga desa yang mengatainya 'anak haram' karena tidak diketahui siapa ayahnya, yang mana membuat Lala selalu emosi dan ingin sekali menampar mulut-mulut lemes itu.

"Kalau kamu rindu sama ibumu, besok kita ziarah ke makamnya yuk. Mbak juga sekalian mau ziarah ke makan orang tuanya mbak." ujar Lala yang ingin mengalihkan kesedihan gadis yang suka sekali didandaninya layaknya boneka itu. "Jangan sedih gitu dong, adek mbak Lala yang cantik. Mbak janji deh bakalan beliin kamu cokelat satu kotak. Tapi pakai duitnya abang juragan." tambah Lala seraya cengengesan di akhir kalimatnya.

Nissa menghela napas panjang sekali lagi. Sadar jika gadis yang hanya tua beberapa tahun saja darinya itu sedang berusaha untuk menghiburnya, maka tak mungkin Nissa terus berdiam diri. "Lama-lama habis duitnya juragan, mbak." timpalnya seraya sejenak mengarahkan pandangan ke luar pagar dimana pria yang sedang mereka bicarakan itu sedang sibuk mencucinya mobilnya.

"Nggak apa-apa, duitnya abang juragan mah nggak bakalan habis." Lala mengibaskan tangannya dengan santai. "Kamu liat 'kan kemarin, duit di dalam dompetnya merah-merah waktu bayarin jajanan kita. Plus banyak kartu di di dalam dompetnya itu, udah pasti abang juragan nggak bakalan tiba-tiba bangkrut cuma karena bayarin jajanan kita yang nggak seberapa. Jadi nggak apa-apa kalau sesekali kita morotin dia." Lala terkikik geli sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Ihh... mbak Lala matre juga ternyata." ucap Nissa sambil kembali mengarahkan pandangan kepada gadis yang duduk di hadapannya itu. Begitu melihat Lala mengangguk seolah membenarkan, Nissa menambahkan, "Jangan-jangan mbak Lala pengen cari jodoh orang kaya lagi biar bisa dijajanin sepuasnya."

"Harus itu." Lala tak menyangkal. Bahkan dengan penuh percaya diri ia berucap, "Tapi, yang penting itu nyari lelaki yang setia. Nggak suka celap celup sana sini. Sedangkan untuk urusan dompetnya yang tebal, itu anggap aja sebagai bonus."

"Apa sih maksudnya celap celup, mbak?"

Nah loh...

Lala seketika terdiam. Ia bingung sendiri bagaimana caranya menjelaskan hal itu pada dedek gemes nan cantik di hadapannya itu. Saking bingungnya, Lala bahkan menggaruk rambutnya, meski sebenarnya ia tak sedikitpun merasa gatal.

"Apa sih, mbak, artinya?" Nissa mendesak. Ia benar-benar penasaran akan jawaban dari pertanyaannya itu.

"Itu... celap celup itu artinya... "

"Itu apa, mbak? Jangan bikin aku pen... "

"WOYYY, MAN. LAMA NGGAK KETEMU, MAKIN TUA MAKIN GAGAH AJA KAMU!"

Sebuah kalimat yang diucapkan dengan suara menggelegar tersebut sontak membuat membuat kedua mata Nissa membeliak lebar. Ketakutan tampak jelas dari pancaran matanya. Dengan tubuh yang tiba-tiba menjadi kaku, Nissa tak menyadari wajahnya yang memucat membuat Lala khawatir melihatnya.

*****

Sementara itu, Armand yang tadinya sudah mulai mengelap bagian kaca mobilnya langsung menggeram marah usai mendengar teriakkan tersebut.

Jika saja tak karena pengendalian diri yang sudah terlatih, Armand bisa memastikan bahwa lap yang berada dalam genggamannya akan melayang dan berakhir di wajah orang yang sudah bersikap sok akrab dengannya itu.

"Kemana aja sih, Man, selama ini? Tiap kali pulang kampung, kau lebih banyak menghabiskan waktu di perkebunan daripada di sini."

Lagi-lagi kalimat sok ramah yang diucapkan oleh orang yang sepertinya cukup ia kenali membuat Armand merasa kesal. Apa lagi orang yang berdiri di belakangnya itu malah menepuk bahunya cukup kuat, hingga menimbulkan sedikit rasa panas di bahunya.

Tak ingin membuat orang yang berada di belakangnya itu kembali melakukan sesuatu yang membuatnya semakin kesal, Armand seger berbalik. Tatapannya memincing tajam begitu si pemilik seraut wajah yang bersikap sok akrab dengannya itu bisa dilihatnya dengan jelas. "Herman... " ucap Armand seraya memindai keseluruhan diri pria yang berdiri di hadapannya itu.

Herman, atau yang biasa dikenal sebagai pemilik toko sembako yang cukup besar dan terletak di ujung desa itu tersenyum lebar. Merupakan satu kebanggaan tersendiri bila sang juragan tanah ternyata masih mengingatnya.

"Ahh... senang sekali aku, Man. Ternyata kau masih ingat padaku." senyum di bibir Herman makin merekah. Siapa yang tidak mengenal Armand Rizaldi. Sosok yang dihormati, yang juga merupakan pemilik lebih dari 50% tanah di desa ini serta perkebunan yang entah berada dimana saja.

"Tentu saja aku masih mengingatmu." ujar Armand seraya meletakkan lap yang tadi digenggamnya di atas kap mobil. Seraya bersedekap, seringai tampak di sudut bibirnya sembari sengaja menanyakan, "Adiknya Ningsih, kan?"

Tubuh Herman membeku. Kedua matanya membuka lebar saat kembali mendengar satu nama yang tak ingin lagi diingat ataupun didengarnya.

"Manusia menjijikkan." Armand tak ingin menahan diri. Mengingat cerita ibunya mengenai perlakuan buruk yang mendiang Ningsih terima dari keluarganya setelah wanita itu bersusah payah untuk memenuhi segala kebutuhan mereka, Armand ingin sekali melayangkan pukulan ke wajah orang yang tidak tahu balas budi itu. "Enak sekali ya, jadi dirimu, Her. Dibiayai segala kebutuhanmu oleh kakakmu tanpa kau pernah berusaha untuk mendapatkannya. Tapi, apa yang kau berikan sebagai imbalannya? Benar-benar kacang lupa pada kulitnya."

"Jaga ucapanmu, Man." Herman merasa tak terima mendengar perkataan Armand yang jelas-jelas merendahkan harga dirinya itu. Diarahkannya jari telunjuknya kepada pria di hadapannya dan kemudian berkata, "Kau hanyalah orang luar, jadi jangan ikut campur dalam urusan keluarga kami. Kalau tidak... "

"Kalau aku tetap memaksa ikut campur?" Armand tersenyum meremehkan. "Kau dan juga keluargamu adalah orang-orang yang tidak tau berterima kasih. Kalian adalah sebenar-benarnya lintah, yang menghisap darah Ningsih sampai habis dan membuangnya di saat dia tidak lagi berguna."

"Diam kau!" Herman tak terima terus dipojokkan. Ia bahkan merangsek maju, mencengkram kaos yang Armand kenakan dan dengan suara jijik mengatakan, "Siapa yang sudi menampung pelacur itu? Rumah kami haram bagi perempuan hina itu. Perempuan yang melacurkan dirinya itu bukanlah keluarga kami. Kami tidak punya anggota keluarga yang memalukan seperti itu. Bahkan dengan tidak tau malunya dia membawa anak haramnya itu bersamanya."

"Munafik... " ucap Armand tenang. Meski kaos bagian depannya dicengkram, Armand tak sedikitpun merasa terintimidasi.

"Apa kau bilang?"

"MUNAFIK!" Armand memperjelas ucapannya. "Kalian dengan angkuhnya menghina dia seperti itu tapi kalian juga tidak tau malu menggunakan uang kiriman darinya."

Emosi Herman tersulut. Perkataan Armand membuatnya hilang kesabaran dan segera melayangkan tinjunya.

Namun, belum lagi kepalan tinjunya tersebut mengenai wajah dari pria yang sudah menghinanya itu, Herman justru dibuat terkejut saat ternyata tinjunya bisa ditahan dengan begitu mudahnya.

Armand tersenyum. Tatapannya tampak meremehkan kala melihat keterkejutan di wajah pria yang berdiri di hadapannya itu. "Payah..."

"Diam kau. Atau... " Herman tak dapat meneruskan perkataannya. Tiba-tiba saja tubuhnya telah didorong dengan begitu mudah hingga ia terdorong ke belakang.

"Jangan mencari ribut di sini, Her." Armand mengedarkan pandangan ke sekeliling, yang ternyata terdapat banyak pasang mata yang menjadikan sebagai tontonan. "Kau boleh mengatakan ini itu tentang Ningsih. Tapi kau pastinya tidak lupa bahwa apa yang kau dan keluargamu miliki hari terdapat jerih payah Ningsih di dalamnya."

"Perempuan hina itu, aku tidak sudi mengakuinya sebagai saudara."

"Hina kau bilang." kilatan tajam menyambar bagaikan sebuah belati yang menghunus, siap melukai siapapun juga.

"YA... " Herman berteriak sembari berdiri. Tak peduli jika dirinya dijadikan tontonan, dengan lantang pria berkepala plontos itu berkata, "Kau bahkan boleh menjadikan anak haram perempuan hina itu sebagai gundikmu. Biarkan anak haram itu bernasib sama seperti ib... "

BUGH...

Bunyi pukulan yang keras menciptakan riak takut bagi siapapun yang mendengarnya. Tak terkecuali Herman. Pria yang kembali tersungkur di tanah dengan sudut bibirnya yang berdarah itu seketika tak mampu lagi berkata-kata.

Tatapan tajam Armand membungkamnya. Kepalan tinju pria yang berdiri menjulang bak algojo di depannya itu menyebabkan nyalinya ciut bagai kerupuk yang terkena air.

"Segera angkat kaki dari sini kalau tidak ingin ku buat hancur mulut sampahmu itu!" napas Armand memburu. Ancamannya tersebut bukanlah hanya sekedar omong kosong. Jika Herman masih berdiri di hadapannya, pria botak itu sudah pasti habis di tangannya.

Tapi untunglah tidak perlu bagi Armand untuk kembali mengulang ancamannya. Pria pengecut bermulut sampah itu ternyata sudah berlari bahkan sebelum Armand mengerjapkan matanya.

Setelah melihat punggung pria yang tidak tahu terima kasih itu menghilang dari pandangan, Armand pun berusaha untuk menenangkan diri. Begitu merasa ketenangan telah berhasil kembali diraih, Armand berbalik untuk melangkah ke dalam pagar.

Tapi, langkah Armand langsung terhenti, helaan napasnya juga terdengar berat saat melihat bahwa di teras rumah, tidak hanya ada ibunya dan juga Lala, tapi juga terdapat si mungil yang matanya tampak berkaca-kaca.

Hah... Armand bisa menebak seperti apa perasaan Nissa sekarang. Dan itu membuat Armand turut merasakan hatinya seolah diremas oleh tangan tak kasat mata.

1
Ana Umi N
lanjut kak
y0urdr3amb0y
Wuih, penulisnya hebat banget dalam menggambarkan emosi.
Alucard
love your story, thor! Keep it up ❤️
PenulisGaje: makasih udah mau mampir dan baca cerita saya 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!