"Loh, Kok Bisa Kamu Suka Aku?"
Kalau ada penghargaan “Cewek Paling Ngejar Cowok di Sekolah”, semua orang sepakat,pialanya pasti buat Mayra.
Axel adalah cowok paling dingin di sekolah. Tatapannya kosong, sikapnya rapi, dan geraknya terlalu sempurna untuk sekadar remaja SMA.
Saat dunia modeling mempertemukan mereka di bawah sorotan kamera, chemistry yang tak seharusnya ada justru tertangkap jelas.
Mayra mengira Axel hanya sulit didekati.
Ia tidak tahu bahwa Axel adalah manusia ciptaan.
Di antara audisi, photoshoot, dan rahasia yang tak boleh terbongkar, satu pertanyaan mulai menghantui mereka berdua:
Jika perasaan tidak pernah diprogram…
loh, kok bisa kamu suka aku?
~Salam Hangat Dari Penulis🤍
ig:FahZa09
Tiktok: Catatan FahZa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan_nic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Respon Emosional Axel
Ruang laboratorium tenang, hanya terdengar suara lembut mesin pemantau. Axel duduk di meja kayu kecil, buku catatan terbuka di depannya. Pensil di tangannya bergerak ragu, mencatat rumus yang Profesor Frans baru jelaskan.
Namun sejak tadi, tatapannya tidak fokus. Alisnya sesekali berkerut seolah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
Profesor Frans memperhatikan.“Axel, teori difusi tidak biasanya membuatmu bingung. Ada apa?”
Axel berhenti menulis. Ia menatap ujung pensilnya lama, lalu mengangkat kepala perlahan."Ayah,di sekolah ada seseorang.”
Profesor Frans mengangkat alis.“Seseorang?”
Axel mengangguk.“Gadis.”
Axel menatap tangannya sendiri seolah mencoba mencari kata yang tepat.“Tapi,dia terlihat berbeda.”
Mencoba mengungkapkan hal yang tidak dia pahami.
“Seolah,dia bersinar.”
Profesor Frans langsung menatap Axel, memeriksa ekspresinya. “Bersinar? Maksudmu cahaya?”
Axel menggeleng cepat.“Tidak,dia seperti lampu.”
Ia menunjuk dadanya, tepat di atas tempat jantung seharusnya berdetak.“Di sini. Ada sesuatu… seperti hangat.”
Lalu ia menambahkan dengan suara yang semakin kecil, bingung pada dirinya sendiri.“Aku tidak mengerti kenapa.”
Profesor Frans terdiam sesaat. Ia memandangi Axel,ada sesuatu yang membuatnya merasa ada sesuatu yang tidak sesuai dengan eksperimennya.
“Apa yang kamu rasakan bukan cahaya, Axel. Itu… respons emosional.”
Axel menatapnya penuh kebingungan.
“Emosional?"
Profesor Frans menghela napas pelan.
“Artinya, lapisan emosimu mulai tumbuh sendiri.” Ia menunduk sedikit lebih dekat.
“Siapa gadis itu?”
Axel menunduk, ragu menyebutkan nama.
“Namanya,Mayra.”
Profesor Frans memperhatikan perubahan halus di wajah Axel,sesuatu yang belum pernah muncul sebelumnya. Sebuah ketidaktahuan yang polos. Sebuah kejujuran yang murni.
“Axel… jika seseorang bisa membuatmu merasa hangat, itu bukan bahaya.”ia menepuk bahu Axel dengan pelan.“Itu berarti kamu mulai menjadi manusia.”
Axel menelan ludah, tidak tahu harus merasa apa.
Benar-benar bingung… tapi untuk pertama kalinya, pikirannya dipenuhi sesuatu yang bukan rumus ataupun instruksi.
“Ayah apa aku boleh berpacaran?”
Profesor Frans melihat Axel lama, lalu tersenyum kecil. senyum bangga dan takut pada hasil ciptaannya.
“Apa kau tau arti Pacaran?”
"Aku tidak tahu Ayah,tapi Mayra sering bicara padaku soal Pacaran.Dia mau pacaran denganku".
"Axel Pacaran itu hanya di lakukan oleh pria dewasa yang sudah mempunyai pekerjaan".
"Maksud Ayah?"
"Pria dewasa akan mendapatkan pekerjaan,dari pekerjaan itu akan menghasilkan uang untuk membiayai dirinya dan pacarnya".
"Jadi,tunggu aku punya pekerjaan baru aku bisa berpacaran dengan Mayra?"
"Lebih dari itu,berpacaran juga membutuhkan rasa suka Axel"
"Seperti aku yang ingin setiap hari makan strawberry karna aku menyukainya?"
"Tidak hanya suka yang begitu,tapi suka yang membuat kita ingin melindungi nya dari apapun yang membuatnya bahaya."
"Aku masih belum mengerti Ayah,tapi aku merasa setiap di dekat Mayra rasanya sama dengan aku makan strawberry.Manis,yang aku suka dan ingin setiap hari."
"Nanti,saat kamu benar-benar menjadi manusia seutuhnya kau akan mengerti semuanya Xel"
Axel mengangguk,melanjutkan pelajaran rumus yang ia tinggalkan tadi.
***
Zen beserta ke tiga anak buahnya nongkrong di sebuah tempat yang mereka sebut markas. Arya,Roky dan Juan,sibuk main kartu sambil makan keripik.
Zen duduk di kursi kayu yang tak jauh dari mereka, bersandar ke dinding.Tangannya di saku, rambutnya acak-acakan.Menatap dengan mata itu kosong. Bener-bener kosong.Sejak sepuluh menit lalu, cowok itu cuma bengong ke satu titik tak jelas.
Arya menelan ludah.“Bro… jenderal kenapa sih?”
Roky ngintip Zen dari balik kartu remi."Biasanya galak banget kalau ada yang berisik. Ini udah kita ribut dari tadi juga dia nggak ngomel.”
Juan mendekat pelan, memanggil hati-hati, “Bang… Zen?”
Zen tidak menjawab.Ia malah menghela napas pelan, tatapannya menembus udara seperti kaca bening.
Juan makin penasaran.Dia melambaikan tangan depan wajah Zen.
“Bang? Halo? Online nggak nih?”
Akhirnya Zen berkedip.
Pelan.
Lambat.
Membuat ketiganya merinding,karena Zen nggak pernah kebingungan kayak gitu.
Roky berbisik, “Jangan-jangan kerasukan?”
“Atau lagi mikirin rencana berantem sama geng sebelah?”
Tiba-tiba Zen bersuara, datar tapi agak melamun,
“Kalian pernah lihat cewek marah tapi… lucu?”
Tiga anak buahnya langsung saling berpandangan.
“Hah?”
“Apa?”
“Siapa?”
Zen tidak melihat mereka, matanya malah menatap jauh seperti masih menonton ulang adegan yang cuma dia yang lihat."Dia nendang kaleng...sial kenapa kalengnya nggak aku simpan".
“Bang… yang lu bilang ‘dia’ itu… cewek?” tanya Roky
Zen tidak menjawab.Tapi sudut bibirnya terangkat, sesuatu yang mereka belum pernah lihat seumur hidup jadi anak buahnya.
“Fix. Jenderal jatuh cinta.”
“Astagaaaa… tamat kita.”
Zen baru sadar mereka memperhatikan. Ia melirik mereka dengan tatapan dingin.Diam sejenak.
“Nama dia Mayra.”
Tiga anak buahnya langsung saling pandang.
Jenderal mereka… jatuh cinta pada cewek yang nendang kaleng ke kepalanya.
Hari itu resmi jadi hari paling aneh dalam sejarah geng Zenith.
*
*
*
~ Salam hangat dari Penulis🤍