"𝘏𝘢𝘭𝘰, 𝘪𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘬 𝘱𝘢𝘬𝘦𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘨𝘦𝘳𝘢 𝘥𝘪 𝘬𝘪𝘳𝘪𝘮, 𝘮𝘰𝘩𝘰𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘱𝘢𝘮 𝘤𝘩𝘢𝘵 𝘢𝘱𝘢𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘴𝘢𝘺𝘢, 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪 𝘴𝘦𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨.
𝘴𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘩𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵,
𝘑𝘢𝘷𝘢𝘴—𝘬𝘶𝘳𝘪𝘳 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘦𝘫𝘢𝘳 𝘫𝘢𝘯𝘥𝘢!"
Bagi Javas, seorang kurir dengan sejuta cara untuk mencuri perhatian, mengantarkan paket hanyalah alasan untuk bertemu dengannya: seorang janda anak satu yang menjadi langganan tetapnya. Dengan senyum menawan dan tekad sekuat baja, Javas bertekad untuk memenangkan hatinya. Tapi, masa lalu yang kelam dan tembok pertahanan yang tinggi membuat misinya terasa mustahil. Mampukah Javas menaklukkan hati sang janda, ataukah ia hanya akan menjadi kurir pengantar paket biasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Resti_sR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1. penerima misterius.
Ting!
081******: [𝘚𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢𝘵 𝘴𝘰𝘳𝘦, 𝘮𝘢𝘴. 𝘔𝘢𝘢𝘧 𝘮𝘢𝘶 𝘯𝘢𝘯𝘺𝘢, 𝘱𝘢𝘬𝘦𝘵 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢?]
Seorang kurir muda yang sedang mengantar paket sore itu memang benar-benar sial. Bagaimana tidak, di tengah usahanya, motor beat yang menemaninya mogok di sebuah gang dimana itu sangat jauh dari pom bensin.
Keringat bercucuran membasahi wajahnya yang rupawan. Sesekali dia menepi saat tubuhnya terasa lelah.
Suara notifikasi yang baru saja masuk di ponselnya membuat dia berdecak pelan. Entah kenapa, dari nomor yang sama sejak tadi tak berhentinya bertanya.
“Apa dia pikir aku akan mengambil paketnya?” Dumelnya sembari mengelap keringat, sementara tatapannya fokus ke layar bersiap membalas.
||𝘴𝘦𝘣𝘦𝘯𝘵𝘢𝘳 𝘭𝘢𝘨𝘪, Bu.|| balasnya singkat.
Dia kembali mendorong motornya dengan sisa tenaga yang nyaris terkuras habis.
Hingga saat mendekati sebuah rumah sederhana yang begitu asri dengan halaman yang cukup luas dan bersih, pria itu mengambil nafas panjang, lalu menghela perlahan.
Dia membuka ponselnya lebih dulu, bersiap mengirim pesan kepada pemilik barang, namun matanya membulat saat membaca pesan yang lima menit terkirim dari si pemilik paket.
081******: [𝘔𝘢𝘴, 𝘬𝘢𝘭𝘢𝘶 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘱𝘢𝘬𝘦𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘥𝘪 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳 𝘣𝘦𝘴𝘰𝘬 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘺𝘢, 𝘴𝘰𝘢𝘭𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘮𝘢𝘶 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳.]
||Lah, bu. Ini saya sudah sampe,||
081******: [𝘔𝘢𝘢𝘧, 𝘮𝘢𝘴. 𝘚𝘢𝘺𝘢 𝘣𝘢𝘳𝘶 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳. 𝘈𝘣𝘪𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘯𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶 𝘮𝘢𝘴 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘶𝘩 𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘣𝘢𝘯𝘨𝘦𝘵, 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘵𝘢𝘥𝘪 𝘱𝘢𝘨𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘱𝘦𝘳𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘶𝘴. 𝘌𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘴 𝘱𝘪𝘬𝘪𝘳 𝘱𝘦𝘬𝘦𝘳𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶 𝘱𝘢𝘬𝘦𝘵 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨? 𝘉𝘢𝘯𝘺𝘢𝘬 𝘮𝘢𝘴 𝘱𝘦𝘬𝘦𝘳𝘫𝘢𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘺𝘢, 𝘣𝘦𝘴𝘰𝘬 𝘴𝘢𝘫𝘢 𝘥𝘦𝘩 𝘱𝘢𝘬𝘦𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪 𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭, 𝘭𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨!]
“Brengsekkk!” Nyaris saja ponsel yang dia pegang di lempar. Dia menatap nanar motornya yang seolah tertawa mengejek ke arahnya. Paket yang berada di tangannya pun dia tatap tajam, kalau saja bukan paket COD, sudah dia lempar sembarang tuh paketnya.
Javas, nama kurir tersebut. Dia menarik nafas dalam-dalam berusaha meredamkan emosinya yang nyaris meledak. Bukan sekali dua kali dia sering di perlakukan seperti ini sama pelanggannya. Pekerjaan yang dia ambil kurang lebih sebulan ini memang banyak banget cobaan dan resikonya. Dia harus menyetok kesabaran agar tidak terjerumus dalam dosa yang dia buat sendiri jika kesal dengan pemesanan.
“Huft…” Dengan langkah yang sangat malas, dia mendekati motornya kembali. Tangannya bergerak untuk siap mendorong, dia melirik sekitar, melihat-lihat kali saja ada pom bensin atau mungkin warung terdekat yang menjual bensin enceran.
“Tidak mungkin aku mendorong lagi sampai ke kos kan?” Gumamnya putus asa.
Setelah cukup lama dia mendorong, dari jauh dia melihat sebuah kios kecil yang memang menyediakan bensin enceran. Javas tersenyum tipis, setidaknya kesialan hari ini tidak benar-benar menghantuinya sampai nanti.
“Mas, satu botol bensin,” ujarnya sembari mengeluarkan uang dari dompet untuk nantinya membayar. Setelahnya dia meraih botol minum untuk melepas dahaganya.
"Siap,mas." pemilik kios itu dengan cekatan mengsisi bensin di motornya. Setelah selesai Javas membayar dan pamit.
Sore sudah berganti malam, pria tampan itu masih berada di luar untuk mengantar beberapa paket yang searah sama rute perjalanan pulangnya. Hingga dia berniat kembali ke kosnya.
...----------------...
Sebuah kamar kos yang ukurannya tidak seberapa itu menjadi tempatnya untuk pulang. Javas melemparkan jaket kulitnya ke sofa tunggal, kemudian dia berjalan ke kamar mandi bersiap menyegarkan tubuhnya.
Lima belas menit dia berada di dalam kamar mandi, pria itu keluar dengan tubuh yang sudah di lilit handuk, aroma sabun menguar di dalam kamar kos, wajahnya sudah tampak sangat segar dari sebelumnya.
Usai mengganti pakaian dengan kaos rumahan, Javas melemparkan tubuhnya ke ranjang yang tidak terlalu besar ukurannya, merebahkan diri sejenak sebelum makan malam.
Ting!
Sebuah notifikasi dari ponselnya sedikit mengalihkan perhatian Javas. Dia meraih ponselnya itu, membaca sebuah pesan yang di kirim dari rekan kerjanya bernama Damar.
Damar kur: [Sebuah video]
Damar kur: [Jav, sudah pulang? Kamu yang mengantar paket ke jalan ini tadi kan? Gimana di sana?]
Javas mengerut kening, tidak mengerti maksud dari pesan yang di kirim sama temannya itu. Menampik rasa penasarannya, tangannya bergerak untuk memutar sebuah video yang di kirim sama Damar.
Dalam video itu memperlihatkan sebuah berita kecelakaan maut yang terjadi di sebuah jalan raya, tak jauh dari gang yang tadi javas lewati.
||Maksudnya kirim ke aku, apa?|| dia mengirim balasan kepada Damar. Tak lama, sebuah pesan kembali terkirim dari Damar.
Damar kur: [Kali aja kamu masih disana dan melihat kejadiannya. Kejadian ini tiga puluh menit yang lalu dan seorang pengemudi perempuan yang terlibat dalam kecelakaan itu tewas, Jav. Ngeri banget,]
||Kamu sudah kayak lambe saja 𝙢𝙖𝙨, berita ini tidak penting sih, emang kita 𝙠𝙚𝙣𝙖𝙡 𝙨𝙖𝙢𝙖 𝙠𝙤𝙧𝙗𝙖𝙣𝙣𝙮𝙖? Tidak!|| Tidak mau menambah pikiran yang tidak seharusnya dia pikirin, Javas membalas singkat kemudian mematikan ponselnya.
Dia terbangun, perutnya yang sudah sangat lapar tidak lagi bisa di ajak berbaring. Terpaksa, Javas berjalan keluar kos, bersiap ke warung depan untuk membeli makanan.
...****************...
Dua hari berlalu semenjak hari sialnya, Javas kembali bekerja dengan setengah semangat.
“kayak ada yang saya lupakan, tapi apa ya?” Javas mengerutkan alisnya tampak berpikir begitu keras. Entah kenapa, saat dia sedang mengantar paket, sesuatu hal yang entah apa selalu singgah dalam pikirannya.
“Ah iya, saya ingat sekarang. Paket dari pemilik di jalan kenaga itu belum juga di antarkan. Sudah dua hari dia tidak lagi membalas pesan saya, kalau saya nekat antar ke alamat itu, andai dia tidak lagi berada di sana sama seperti tempo lalu, kan malas ya." dia tampak menimbang pikirannya antara ragu dan niat.
"Lagipula ibu itu kok tidak pernah balas pesannya ya? Apa dia lupa sama paketnya, atau apa mungkin paketnya tidak di butuhkan lagi kali ya, tapi ini kan paket cod. Gimana sih!” Javas menatap nanar nomor dari pemilik paket itu. Sudah beberapa kali dia ingin mengkonfirmasi untuk pengantaran, tapi tidak kunjung di balas. Jangankan di balas, di baca saja tidak. Hanya ada centang dua abu-abu.
“Aih, saya balikin saja ke pengirimnya kali ya.” Putusnya setelah lama berpikir.
Saat Javas bersiap mengembalikan paket itu, sebuah pesan masuk di ponselnya.
...081******: [𝘔𝘢𝘴, 𝘮𝘢𝘢𝘧 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮𝘯𝘺𝘢. 𝘗𝘢𝘬𝘦𝘵 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘮𝘢𝘴 𝘬𝘢𝘯? 𝘉𝘪𝘴𝘢 𝘢𝘯𝘵𝘢𝘳 𝘬𝘦 𝘢𝘭𝘢𝘮𝘢𝘵 𝘪𝘯𝘪? 𝘑𝘭𝘯 𝘶𝘯𝘥𝘢𝘯𝘢𝘈𝘈 𝘯𝘰𝘮𝘰𝘳 3,]...
“Lah, setelah sekian purnama saya tunggu, akhirnya ibu ini ada kabar. Tapi alamatnya…” Javas mengumpat dalam hati. Lagi-lagi dia di susahkan oleh nomor yang sama.
||Oke, bu. Saya akan antar nanti, mungkin paketnya akan lama sampai, karena rute alamatnya sedikit jauh dari alamat-alamat lainnya yang akan saya antarkan!||
...----------------...
Sore mulai turun perlahan, warna langit memudar menjadi jingga kusam Ketika Javas menyelesaikan tugasnya mengantar paket dalam rute yang searah hari itu. Tersisa satu paket lagi yang hendak dia antarkan, dan ini alamatnya lain dari perjalanan dia sebelumnya.
Javas menatap sejenak, ada keraguan yang terbesit dalam dirinya untuk melanjutkan tugasnya itu. Selain karena rasa lelah, hari yang sudah mulai gelap juga menjadi pertimbangannya. Akan tetapi, mengingat paket dari ibu itu sudah dua hari bersama dia, akhirnya Javas memutuskan untuk mengantarnya saat itu juga. Toh masih belum malam sepenuhnya.
Motor kembali dia nyalakan, Javas menarik nafas pendek, kemudian mulai melajukan motornya menuju alamat yang di maksud.
Begitu motornya masuk ke kawasan itu, Javas berhenti sejenak. Dia menatap bingung beberapa gang kecil, dimana rumah-rumahnya yang warnanya mirip dan plang nama jalan yang entah kenapa selalu tidak jelas kelihatannya. Dia mengikuti GPS, panah petanya bergerak sesuka hati.
“Lah, kembali ke sini?” Tiga kali berturut-turut, Javas terjebak dalam jalanan yang membawanya kembali pada satu titik tanpa menemukan rumah yang di maksud.
Hari sudah makin gelap, dan dia masih berada di sana dengan kebingungan nya.
||Bu, saya sudah sampai di alamat ini, rumah ibu dimana ya?|| Javas mengirim pesan kepada pemilik paketnya. Dan jujur saja dia nyaris mengumpat saat pesan yang dia kirim tidak kunjung di balas.
Javas berpikir bahwa untuk kedua kalinya dia di permainkan oleh orang yang sama.
||Bu, ini ibu benaran mau ambil paketnya nggak sih, jangan gini lah bu, menurut ibu saya nggak capek apa menunggu di sini tanpa kepastian? Kalau memang tidak niat di ambil, biar saya kembalikan ke pengirimnya, pesanannya di return aja!| dengan kesal, dia mengirim pesan itu. Tak lama, ada sebuah pesan balasan dari nomor penerimanya.
081******: [Sudah sampe ya mas, oh iya, rumah saya yang ada di balik pohon beringin besar itu ya mas,]
Javas mengerut kening membaca pesan itu. Matanya beberapa kali melihat sekitar, memastikan pohon beringin yang di maksud itu di mana.
Setelahnya, dia melihat pohon besar yang tumbuh di ujung gang, paling pojok. Sebelahnya sebuah rumah sederhana, dengan nyala lampu redup.
Beberapa menit Javas terdiam, ragu untuk pergi mendekat. Ada rasa aneh saat beberapa kali matanya menatap pohon beringin itu, seolah sesuatu sedang memantaunya dari jarak jauh.
“Ini seriusan di sini nggak sih alamatnya?” gerutunya memeriksa kembali alamat yang di kirim tadi, dan benar tititknya di situ. Seketika bulu kuduk Javas merinding, dia tidak mematikan mesin motornya.
Sepi, suasana dekat pohon beringin itu seperti rumah terbengkalai. Javas mendekat, matanya menatap sekitar, jauh ke depan.
“Ma… makam?” suaranya tercekat di tenggorokan saat matanya menangkap beberapa makam yang ada beberapa meter di dekat rumah tersebut.
“Ini bukan paket hantu kan?” Dia bergidik membayangkan sesuatu yang membuat bulu kuduknya meremang.
“Mas…” dari depan rumah dengan cahaya redup itu, Javas melihat seseorang keluar dan memanggilnya. Seorang wanita cantik berpakaian putih, dengan rambut yang tergerai berjalan mendekat.
Rasa takut menguasai Javas. Matanya terbelalak, keringat dingin mengucur keluar dari tubuhnya, wajahnya pucat pasi. Perlahan, dia membalikkan motornya tanpa suara, hingga saat wanita itu sudah dekat, Javas menancap gas dan motornya melaju dengan kecepatan di atas rata-rata.
“Ha… hantuuuuuuuuu!!!!” Pekiknya di sela tangan gemetaran yang berusaha kuat untuk tidak menabrak sesuatu di arah depan.
TBC...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Halo, teman2...
Salam kenal semuanya. Siapapun yang baca cerita ini, semoga kalian suka ya🫶 jangan lupa untuk like, komen, subscribe serta memberi ulasan kalau suka ya.
jangan lupa juga ikutin Authornya, Terima kasih, ❤❤