Amira wanita cantik itu, menatap suaminya dengan perasaan yang sulit di artikan. bagaimana tidak, dua tahun yang lalu, dia melepaskan kepergian Andika untuk bekerja ke kota, dengan harapan perekonomian rumah tangga mereka akan lebih mapan, keluar dari kemiskinan. tapi harapan itu hanyalah angan-angan kosong. suami yang begitu di cintanya, suami yang setiap malam selalu di ucapkan dalam sujudnya, telah mengkhianatinya, menusuknya tanpa berdarah. bagaimana Amira menghadapi pengkhianatan suaminya dengan seorang wanita yang tak lain adalah anak dari bos dimana tempat Andika bekerja? ikuti yuk lika-liku kehidupan Amira beserta buah hatinya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Baim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Andika masih mendengar suara Ibunya yang sedang terisak-isak.
"Bu..."
"Sudahlah nak...Ibu tidak apa-apa. Mungkin setelah kamu pergi, Amira melampiaskan dendamnya sama Ibu. Karena selama ini, kamu tahu sendiri Ibu belum bisa menerimanya sebagai menantu Ibu, tapi bukan berarti Ibu memperlakukannya dengan buruk. Ibu sayang sama dia. Cuma kalian saja yang tidak menyadari itu. Maafkan Ibu ya nak."Ucap Bu Susi, sungguh meyakinkan. Di seberang sana Bu Susi tersenyum puas.
Andika masih terdiam. Dia sendiri tidak tahu, mau percaya perkataan Ibunya atau tidak. Karena hati kecilnya yang paling dalam meragukan itu. karena dia tahu betul, kalau istrinya itu wanita yang paling baik, yang lembut baik sikap maupun prilakunya. Tidak pernah membantah atau meninggikan suaranya di depannya atau Ibu. Istri yang tidak perna neko-neko. Menerima dia dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Tapi saat ini kata Ibu...
"Dika...apa kamu tidak percaya dengan Ibu mu sendiri? Kamu mau bukti yang lebih? Dengar nak, istri mu itu, tidak sebaik kelihatannya. Jadi jangan percaya dengan tampilan luar nya saja. Kelihatan baik dan sempurna, tapi ternyata dalamnya busuk. Dia itu kabur dengan selingkuhannya, membawa Alif, membawa uang kamu. Dengar Dika, Ibu tidak iklas hasil kerja keras anak Ibu di bawa kabur sama istri yang tidak tau diri itu. Dan kamu tau, selingkuhan Amira itu si Dimas. Duda tukang ojek teman miskin mu itu."
Tegas Bu Susi, dengan suara yang sedikit terdengar emosi, di telinga Andika. karena Andika tidak merespon sama sekali ucapanya.
Andika tercengang, terkejut. Begitu juga dengan Yanto yang sedari tadi duduk bersila di lantai, di depan televisi yang menyala, tapi tidak terdengar suaranya. Hanya terdengar suara Andika dan Ibunya. Karena Andika menggunakan speaker.
"Bu..."
"Ya sudah, kalau kamu tidak percaya sama Ibu, tidak apa-apa. Ibu tau kalau kamu sangat mencintai istri miskin mu itu. Bagi kamu istrimu itu wanita yang sangat sempurna. Jadi apapun yang dilakukannya di belakangmu, kamu tidak akan percaya. Walau itu ucapan Ibu mu sendiri."Bu Susi langsung menyela, sebelum Dimas mengucapkan sesuatu.
Tiba-tiba pembicaraan berakhir secara sepihak begitu saja. Bu Susi, memutuskan sambungan teleponnya. Andika tertunduk lemas di tempatnya. Dia menatap ponsel yang telah berwarna hitam. Tangannya gemetar, meremas kuat benda pipih itu. Tapi tiba-tiba benda itu kembali berbunyi. Sebuah notifikasi WA, masuk. Ternyata dari Ibunya.
Masih dengan tangan gemetar, Andika membuka pesan yang masuk barusan. Jantungnya bergemuruh hebat. Kedua matanya terbelalak melihat beberapa foto istrinya dengan seorang laki-laki. Foto di ambil dengan sangat sempurna. Dan lelaki itu, sangat Andika kenal. Dimas, duda satu anak, rekan sesama ojek. Tangan Andika yang tadi gemetar, bertambah gemetar dengan hebat, sampai-sampai HP di tangannya jatuh tanpa dia sadari.
Yanto memalingkan wajahnya, mendengar benda jatuh di sebelahnya.
"Andika, Kamu kenapa?"Tanya Yanto. Dia melihat wajah Andika yang terlihat pucat. Lalu pandangan matanya turun ke bawah, tertuju pada ponsel yang tadi terjatuh, yang tergeletak di dekat Andika.
Tanpa meminta izin, Yanto mengambil ponsel Andika. Detik berikutnya, Yanto menggelengkan kepalanya. Lalu menghembuskan napas dari hidungnya dengan kuat.
"Dika, kamu percaya dengan foto-foto sampah ini?"Tanya Yanto, memperlihatkan foto-foto Amira, tepat di wajah Andika.
"Yan.."
"Kamu itu pintar Andika, kuliah dengan beasiswa jalur prestasi. Lulus kuliah dengan nilai paling tinggi, sampai semua dosen dan semua teman-teman bangga sama kamu. Jangan sampai kepintaran kamu itu, di nodai dengan foto-foto sampah seperti ini."Ucap Yanto merasa kecewa dengan sahabat baiknya. Sahabat yang sepertinya percaya dengan ucapan dan kiriman foto-foto istrinya dengan seorang laki-laki, yang Yanto sendiri tidak kenal dengannya.
Yanto melihat bahu Andika terguncang perlahan. Pria itu menangis tanpa suara, dengan kepala tertunduk. Yanto bisa merasakan ada kekecewaan pada pria itu. Entah kecewa sama siapa. Yanto tidak bisa menerkanya. Yanto kembali membuang napas kasar.
"Dika... percaya sama aku, Amira nggak mungkin mengkhianatinya kamu. Jangan langsung percaya begitu saja pada omongan Ibu mu, cari tau dulu kebenarannya."Ucap Yanto, menyentuh bahu Andika, yang bergetar perlahan.
"Maaf..bukan aku ingin mencampuri urusan rumah tangga kamu. Aku mau tanya, kamu kenal dengan laki-laki yang bersama istri mu?"Tanya Yanto, lanjut.
Andika mengangguk. "Dia teman aku sejak kami masih orok. Dia juga rekan aku sesama tukang ojek."Jawab Andika masih menundukkan kepalanya. Air matanya dihapusnya perlahan.
Lagi-lagi Yanto mendesah panjang. Dadanya seketika terasa bebas, yang sedari tadi seperti sesak karena menahan rasa sesuatu.
"Kamu bilang siang tadi istrimu pergi ke Bank untuk buka rekening baru bukan?"
Andika kembali mengangguk, masih menunduk.
"Jadi istri mu itu, cuma menggunakan jasa Dimas sebagai tukang ojek, mengantarnya ke Bank. Mereka tidak ada hubungan apa-apa. Coba kamu perhatikan baik-baik ketiga foto ini, tanggalnya sama, cuma waktunya yang berbeda. Nggak ada yang aneh dan nggak ada yang perlu di curigai."
Andika mengangkat kepalanya menatap Yanto, di sebelahnya. Keningnya mengerut.
"Aku kok sekarang jadi curiga dengan kepintaran kamu yang katanya sedari SD itu. Apa jangan-jangan kamu pakai dukun untuk mengencerkan otakmu, iya?"
Andika secara reflek memukul kepala Yanto dengan kepalan tangannya, mendengar ucapan tidak masuk akalnya.
"Apaan sih kamu Andika? Kamu mau bikin otakku geger...iya?"Teriak Yanto, marah. Kepalanya terasa sakit, di tabok Andika.
"Makanya kalau ngomong itu jangn asal. Dukun, dukun...dukun gundulmu itu."
. "Tapi ini kepalaku sakit dodol."
"Emangnya aku yang rasa..makanya jangan nuduh orang sembarangan. Rasakan itu..otak isinya kotoran saja belagu."
"Gimana aku nggak nuduh, cuma gara-gara foto istrimu yang lagi ngojek sama si Dimas, aslimu langsung terlihat. Ya.. bodoh mu itu."
Andika melotot tajam pada Yanto. Kesalnya sudah sampai ke ubun-ubun. Yanto kembali meremehkannya.
"Kamu pikir aku bodoh hahhh."
"Ya iyalah...kalau bukan bodoh namanya apa coba, aku kasih tau sama kamu Andika, jangan cuma karena omongan Ibu mu yang ingin memfitnah istri mu, kamu menghancurkan rumah tangga mu sendiri. Dan sebelum itu terjadi coba cari tau dulu, jangan sampai kamu menyesal. Karena kebodohan mu itu."
Selesai dengan ucapannya, Yanto bergegas bangkit dari atas lantai, meninggalkan Andika menuju kamarnya.
Andika kembali melihat tiga buah foto Amira dan Dimas saat keduanya bersama. Foto pertama, Amira sedang berboncengan dengan Dimas di atas motor. Yang kedua, foto Amira seperti tersenyum lebar pada Dimas dan keduanya saling menatap. Dan yang ketiga, tangan Dimas menyentuh pundak Amira. Andika menatap ketiga foto itu dalam-dalam. Apa yang dikatakan Yanto memang benar. Bahkan baju yang di kenakan Amira, dalam ketiga foto itu, sama. Dalam hatinya, Andika sedikit merasa bersalah pada istrinya itu.
"Bu..aku tau Ibu sangat membenci Amira. Tapi bukan berarti Ibu memfitnah nya seperti ini. Apa Ibu mau menghancurkan rumah tangga ku?"Gumam Andika, menyesali apa yang diperbuat Ibunya sendiri.
Bersambung.......
Jd gmes bcanya bkin emosi
Thor jgn bkin amira jd org bego. Toh itu cm mertua bkn ibu kndungnya