Seorang detektif muda tiba-tiba bisa melihat arwah dan diminta mereka untuk menyelesaikan misteri kematian yang janggal.
Darrenka Wijaya, detektif muda yang cerdas namun ceroboh, hampir kehilangan nyawanya saat menangani kasus pembunuh berantai. Saat sadar dari koma, ia mendapati dirinya memiliki kemampuan melihat arwah—arwah yang memohon bantuannya untuk mengungkap kebenaran kematian mereka. Kini, bersama dua rekannya di tim detektif, Darrenka harus memecahkan kasus pembunuhan yang menghubungkan dua dunia: dunia manusia dan dunia arwah.
Namun, bagaimana jika musuh yang mereka hadapi adalah manusia keji yang sanggup menyeret mereka ke dalam bahaya mematikan? Akankah mereka tetap membantu para arwah, atau memilih mundur demi keselamatan mereka sendiri?
Update setiap hari,jangan lupa like dan komen
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadinachomilk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 8 ANDRE CORP
"Yauda kita sekarang kesana"kata Gavin melajukan cepat mobil itu.
"Kita intai dulu aja dari luar,besok persiapan buat kita masuk kesana"Selina berkata sambil menatap laptop yang dipegangnya.
Mereka akhirnya tiba di depan gedung perusahaan andre corp. Langit malam sudah pekat, hanya diterangi lampu jalan dan neon signage perusahaan yang redup. Udara terasa dingin menusuk, menambah ketegangan yang sudah menumpuk sejak tadi.
"Kok perusahaanya sepi banget,jauh dari pusat kota" gumam Darren sambil menurunkan kaca mobil sedikit dan menatap arah sekitar.
Selina duduk di kursi belakang, laptop terbuka di pangkuannya. Jari-jarinya menari cepat di atas keyboard. Wajahnya serius, hanya sesekali melirik ke layar sambil menarik napas pendek.
"Gue coba masuk ke salah satu CCTV mereka"ucap Selina lirih.
"Sistemnya lumayan ketat,kayaknya proteksi keamanannya berlapis"
Jena mencondongkan tubuhnya dan memperhatikan layar.
"Gimana Lin,bisa ga lo tembusin?
"Bentar gue coba dulu,harus hati hati kalau sistem alarmnya aktif. Kita bisa ketahuan"
Tiba-tiba layar laptop Selina berkedip. Salah satu feed CCTV berhasil terbuka.
"Got it"
Tapi sebelum mereka sempat lega, Selina menghentikan ketikannya, Ia mengernyit.
"Tunggu ada sesuatu yang aneh"
"Sesuatu apa?"tanya Darren penasaran.
Selina menghadapkan laptopnya ke arah Gavin dan Darren.
Layar menampilkan sebuah lorong panjang, suram, hanya diterangi lampu neon yang berkelap kelip. Di tengah lorong itu, seorang anak kecil dengan pakaian lusuh tampak berlari ketakutan. Wajahnya kotor, mata lebarnya penuh air mata. Di belakangnya, seorang penjaga berbadan besar membawa pentungan, berlari mengejarnya.
"Ini kantor besar kok ada anak kecil?"tanya Gavij heran.
"Sepertinya ada rahasia di kantor ini"Selina memberi penjelasan.
Selina memperbesar gambar. Anak itu tersandung, hampir jatuh, tapi tetap berusaha bangkit dan berlari lagi. Suara langkah penjaga terdengar berat, makin mendekat.
"Apa mereka menyekap anak-anak di sana?" suara rendah penuh kemarahan keluar dari mulut Darren.
Tiba-tiba layar CCTV berkedip lagi, seolah ada gangguan. Sebelum gambarnya hilang, tampak jelas sang penjaga berhasil menjulur tangan, hampir meraih kerah baju si anak.
"Sial mati"kesal Selina.
"Kayaknya kita harus tau ada apa didalam Andre corp ini,kita balik ke markas aja"ajak Darren.
Gavin pun segera melajukan mobil itu,melewati keheningan malam. Sesampainya di rumah Darren yang sekaligus menjadi markas kecil mereka, suasana terasa lebih tegang dari biasanya. Lampu ruang tamu yang redup membuat bayangan berjatuhan di dinding, menambah rasa mencekam.
"Mama lo kemana Ren?"tanya Jena penasaran.
"Uda balik lah kerumahnya ada nenek gue yang harus dijaga"
Mereka segera duduk di sofa dan mengunci pintu lalu menutup jendela menyalakan lampu agar lebih terang.
Selina langsung membuka laptopnya, jari-jarinya menari cepat di atas keyboard. Ia mencoba menggali informasi tentang Andre Corp, perusahaan farmasi besar yang selama ini dikenal bergerak di bidang obat-obatan umum.
"Aneh banget"Selina memicingkan mata.
"Perusahaan sebesar ini harusnya jelas aktivitasnya. Tapi kenapa nggak ada laporan detail soal divisi apa aja yang ada di perusahaan? Apalagi soal keterlibatan anak kecil di sana"
Darren yang duduk di sofa hanya mengangguk, memperhatikan layar dengan seksama.
"Lo pikir ada perusahaan bayangan di balik Andre Corp?"
"Kayaknya gitu"Selina menghela napas panjang.
"Mereka bisa aja bikin anak perusahaan atau divisi rahasia yang nggak pernah diumumin ke publik. Semua data yang aku temuin terlalu bersih, terlalu rapi. Itu malah bikin curiga."
Jena yang ikut ikutan melihat tiba tiba memicingkan matanya.
"Loh ada dana sebesar 500 triliun setiap setengah tahun dikirim dari perusahaan asing?"
"Bentar kalau penjualan obat obatan umum kayaknya ga mungkin bisa dapat segitu selama setengah tahun"Selina agak terkejut.
"itu dari banyak perusahaan atau gimana?tanya Darren.
"Gila ini cuman dari 1 perusahaan luar"
"Kayaknya ada perusahaan lain di dalam andre corp,ga mungkin perusahaan obat ngizinin anak kecil masuk"
Gavin, yang sedari tadi mondar-mandir di ruangan, menghentikan langkahnya.
"Jadi mereka sengaja nutupin? Jangan-jangan divisi itu yang sebenarnya nyari anak-anak buat entah apa."
Ruangan mendadak hening. Pikiran mereka sama-sama membayangkan kemungkinan buruk yang membuat perut terasa mual.
Selina kembali mengetik, mencoba masuk ke database internal.
"Kalau memang ada perusahaan lain di dalam Andre Corp, pasti ada bekas jejaknya. Entah lewat transaksi keuangan, dokumen paten obat, atau mungkin kontrak kerjasama yang disembunyiin."
Beberapa menit kemudian, matanya membesar.
"Nih, aku nemu sesuatu. Ada nama perusahaan kecil yang selalu muncul di catatan keuangan Andre Corp: Li Meditech. Nggak banyak yang tahu, tapi aliran dananya gede banget, bahkan lebih besar daripada riset obat biasa."
Darren merunduk, membaca nama itu berulang-ulang.
"Li Meditech kayaknya bukan perusahaan biasa. Bisa jadi itu pintu masuk kita."
"Atau justru jebakan," seloroh Gavin dengan nada berat.
"Apa Andre corp punya sesuatu hal yang berkaitan dengan anak anak?"tanya Darren.
"Bentar, gue cari di web perusahaan Li Meditech"
Selina menatap layar laptopnya dengan dahi berkerut. Ia sudah membolak balik laporan keuangan milik Li Meditech Corporation, perusahaan besar yang sedang ia selidiki. Awalnya semua terlihat wajar pengeluaran penelitian, pembelian alat medis, gaji karyawan, hingga biaya operasional rumah sakit afiliasi.
Namun, matanya terpaku pada satu kolom donasi.
"Panti Kasih – Rp1.000.000.000"
"Gila donasi sampe 1 milyar" Selina kaget.
Darren,Jena dan Gavin ikut menatap layar laptop itu.
"Itu beneran 1 milyar"Gavin menghitung ulang angka nol itu berulang ulang.
Selina mengulanginya beberapa kali, bahkan menekan tombol refresh untuk memastikan ia tidak salah lihat. Angka itu kembali muncul, rapi di tabel laporan tahunan, selalu sama, setiap tahun satu miliar rupiah.
Bukan hanya sekali. Dari catatan yang ia buka, aliran dana itu sudah berlangsung selama sepuluh tahun terakhir.
"Coba lo cek Lin,pantinya layak apa"pinta Jena.
Selina mengetik nama panti itu di mesin pencari, yang muncul hanyalah sebuah panti kecil di pinggiran kota. Foto-fotonya sederhana, bangunannya tua dengan cat dinding terkelupas, bahkan halaman depannya tampak sepi. Tidak ada tanda-tanda panti itu menerima dana sebesar itu.
"Lo yakin itu pantinya Lin?"tanya Darren memastikan.
"Ya iyalah tu panti kasih"tunjuk Selina.
"Mustahil"Gavin tidak percaya.
Selina membandingkan profil beberapa panti lain. Umumnya, bantuan perusahaan besar berkisar 50 sampai 100 juta setahun, tergantung program CSR mereka.
"Ini gila,satu milyar?setiap tahun?untuk satu panti lagi"Selina menggeleng gelengkan kepalanya.
"Lo cek lokasinya dimana besok kita kesana"
Selina meng-klik lebih dalam. Ia menemukan sesuatu yang lebih aneh lagi penerima dana selalu tercatat atas nama Yayasan Kasih Abadi.
"Alamatnya ga cocok sama yang tertera itu"kata Selina menjelaskan.
"Coba lihat lagi fotonya Lin?"kata Darren.