Di nyatakan tidak bersalah oleh hakim tidak membuat hidup gadis bernama Gracia Kanaya kembali tenang, sebab seseorang yang menganggap Gra adalah penyebab kematian sang adik tercinta tak membiarkan Gra hidup dengan tenang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Putus asa.
Jika bukan karena telah menandatangani kontrak dan memikirkan biaya denda yang harus dikeluarkannya jika mangkir dari perjanjian kontrak, Mungkin Gra sudah angkat kaki dari perusahaan yang ternyata adalah milik keluarganya Gilang tersebut.
" Ya Tuhan....ujian apalagi ini? Kenapa ujian tidak henti-hentinya datang dalam kehidupanku? Sungguh, Aku lelah Tuhan......" batin Gra meringis meratapi nasib dan takdir hidupnya.
"Gra, apa yang kau lakukan di sini? Apa kau sudah menyelesaikan pekerjaanmu?." atasannya menegur Gra ketika mendapati gadis itu berdiam diri di salah satu koridor gedung yang cukup sepi dari aktivitas pegawai yang melintas.
"Sudah Bu, saya sudah membersihkan ruangan tadi sesuai dengan perintah ibu." jawab Gra.
"Bagus kalau begitu, Gra. Sekarang kamu boleh mengerjakan yang lain." titah wanita itu dan Gra pun mematuhinya, meskipun kenyataannya sekujur tubuhnya rasanya sakit semua akibat dorongan keras dari tangan besar Gilang hingga tubuhnya membentur tembok dinding ruangan. Akan tetapi, sesakit sakitnya tubuhnya lebih sakit lagi hati Gra di perlakukan seperti itu oleh Gilang, terlebih pria itu selalu menuduhnya yang bukan-bukan.
Baru memulai tugasnya menyapu diruangan aula gedung, Gra kembali didatangi oleh atasannya.
"Gra..."
"Iya, Bu."
"Tinggalkan saja pekerjaanmu, nanti akan dilanjutkan oleh yang lain! Sekarang kamu ke pantry, buatkan kopi untuk tuan Gilang!."
Ingin sekali rasanya Gracia menolak tapi sayangnya ia tak memiliki kuasa untuk itu hingga pada akhirnya Gra hanya bisa mengiyakannya. Gadis itu lantas bergerak menuju pantry guna membuatkan kopi untuk Gilang. Setelah selesai menyeduh kopi, Gra lanjut mengantarkannya ke ruangan Gilang.
Setelah mengetuk pintu beberapa kali dan mendapat sahutan dari dalam, Gra pun memutar handle pintu.
"Permisi, Ini kopinya tuan." Gra meletakkan kopi buatannya di atas meja kerja Gilang. Tanpa berniat menjawab perkataan Gra, Gilang langsung meraih gelas kopi tersebut.
"Huwek....." Gilang langsung menyemburkan kopi tersebut tanpa perasaan.
"Apa kau tidak memasukkan gula ke dalam kopi ini, hah?." ketus Gilang dengan suara tinggi.
"Sudah saya masukkan tuan. saya memasukkan dua sendok gula ke dalam kopi anda."
"Jika kau memasukkan gula, lalu kenapa rasanya pahit seperti ini?."
"Ganti, buat yang baru!." titah Gilang.
"Baik tuan, saya akan membuatkan yang baru." Gra segera meraih gelas kopi tersebut, kembali meletakkannya di atas nampan dan berlalu meninggalkan ruangan Gilang.
Tak lama kemudian, Gra kembali dengan gelas kopi yang baru ditangannya.
"Ini kopinya tuan, saya sudah membuatkan yang baru." Gra meletakkan gelas kopi yang baru dibawanya ke atas meja kerja Gilang.
Untuk kedua kalinya Gilang menyemburkan kopi tersebut dari dalam mulutnya dan alasannya kali ini kopi tersebut terlalu panas. Gilang Menuding Gra sengaja ingin mencelakai dirinya.
"Maaf tuan, jika anda masih kurang berkenan, saya akan membuatkan yang baru lagi." Gra mulai ketakutan menyadari sorot mata Gilang.
"Tidak perlu, seratus kali pun kau membuat kopi yang baru untukku, rasanya pasti sama, tidak sesuai dengan seleraku karena faktanya bagiku kau hanya mainan, bukan seleraku."
Deg.
Kalimat tajam mengalahkan sembilu yang terucap dari mulut Gilang mampu menembus hingga ke jantung hati Gracia.
"Mainan...." batin Gra tersenyum kecut mendengarnya.
"Keluar dari sini, sebelum saya kehabisan kesabaran dan pada akhirnya mengha-bisi nyawamu!."
Gra gegas meninggalkan ruangan Gilang. Toilet, di sinilah Gra berada untuk menumpahkan isi hatinya akibat semua perkataan buruk yang dilayangkan Gilang untuknya.
Tanpa diketahui oleh Gra, ternyata sejak ia meninggalkan ruangan Gilang, pria itu terus memantau pergerakannya melalui cctv, termasuk saat ia keluar dari toilet dengan wajahnya yang terlihat sedikit sembab. Gilang tahu betul, gadis itu pasti habis menangis. Tetapi, kali ini ada yang berbeda dengan Gilang, biasanya ia tidak terpengaruh dengan tangisan Gra, tapi kali ini ada yang aneh di dalam hatinya. Entah mengapa ada perasaan tak tega dihatinya melihatnya.
Gilang sontak menggelengkan kepalanya, seolah mengusir perasaan aneh di hatinya.
"Gra...? ada apa denganmu, apa kau habis menangis?." Ola yang ingin buang air kecil tanpa sengaja berpapasan dengan Gra, dan Ola melihat mata Gra nampak merah seperti habis menangis.
"Enggak kok, tadi habis kemasukan debu perih rasanya, makanya mataku agak merah." Kelit Gracia.
Ola mengangguk, sepertinya gadis itu percaya dengan alasan Gra. Lagian tidak ada ibu tirinya Gra di sini pastinya tidak akan ada yang menyakiti Gra, sehingga tidak ada alasan bagi Gra untuk menangis, begitu pikir Ola. Ola lantas melanjutkan langkahnya memasuki toilet, sedangkan Gra segera berlalu.
Sore harinya.
Gra yang berjalan menuruni anak tangga darurat nyaris terhuyung ketika tangannya tiba-tiba ditarik oleh seseorang.
"Tuan Gilang."
"Tunggu aku di mobil!." usai mengatakan hal itu, Gilang berlalu meninggalkan Gra dengan wajah bengong nya. Dengan berat hati Gracia menuju ke area basement gedung untuk mencari keberadaan mobil Gilang. Gra melihat asisten Tiko berdiri di samping mobil tuannya.
"Silahkan masuk Nona!." Sikap asisten Tiko seperti sudah tahu jika Gilang memintanya menunggu di mobil.
Tak lama kemudian, Gilang pun menyusul ke mobilnya.
"Jalan! Kita ke apartemen sekarang!." titah Gilang yang sudah duduk di bangku belakang bersama Gracia.
"Kenapa anda melakukan semua ini kepada saya, tuan? Mas Yogi yang melakukan kesalahan pada adik anda kenapa harus membalaskan dendam anda pada saya? Kalau pun faktanya anda masih menganggap saya penyebab Kematian adik anda, kenapa tidak anda bu-nuh saja saya, tuan!
Deg.
Mendengar kata bun-uh yang terucap dari mulut Gra berhasil menyulut emosi Gilang, tanpa sadar pria itu mengulurkan tangannya kemudian mencekik leher Gracia. Jika sebelumnya Gra akan meronta minta dilepaskan, kali ini gadis itu diam saja, memejamkan mata seolah sudah pasrah jika harus kehilangan nya-wanya ditangan Gilang. Mungkin dengan begitu pria itu akan puas dan ia pun akan terbebas dari penderitaan serta dendam dari seorang Gilang Wardana.
Gilang terpaku melihat reaksi Gra, bahkan tangannya pun langsung melemah.
"Kenapa kau tidak meronta, hah? Apa kau ingin benar-benar ma-ti ditangan ku?." bentak Gilang.
"Jika memang memb-unuhku bisa membuat anda puas, saya ikhlas, tuan." jawab Gracia dengan semua keputusasaan hidupnya.
"Turun....!
"Saya bilang turun sekarang!." suara Gilang menggema di dalam mobilnya.
Gra pun bergegas turun dari mobil Gilang dan berlari menjauh.
"Bawa aku ke club XXX!." perintah Gilang pada asisten Tiko.
"Tapi ini masih sore, tuan."
"Kau berani membantah sekarang?."
"Maafkan saya, tuan. baik, saya akan mengantarkan anda ke sana sekarang." asisten Tiko tak punya pilihan lain selain mematuhi apapun yang menjadi perintah Gilang.
Kurang dari dua puluh menit, mobil yang dikendarai oleh asisten Tiko akhirnya tiba di sebuah club.
Tanpa banyak bicara Gilang turun dari mobilnya dan mengayunkan langkah memasuki club tersebut. Sepertinya club tersebut belum buka. Mengingat pengunjungnya adalah Gilang, manager club pun menyambut hangat kedatangan Gilang walaupun sebenarnya club tersebut baru akan buka setengah jam lagi.
sehat2 kak, cuacanya lg kyk gini.
justru itu mau mu Gilang...
😝😆😆😆😆😆
acara ultah dclub. bukan berti OG
enggak boleh ngerayain ultah dclub
dulu sama adik tirimu
sekarang kasar terhadap Gracia
terkadang aku ingin kabur saja, jika jadi Gracia sungguh hidup melelahkan
tertekan batin,
bagaimana carannya membawa ayah yg sakit
pergi ke kampung pelosok Bila perlu,,
jika punya uang kabur ke Singapur
kerja sambil again ayah berobat
ya
jangan sampai Gracia berjumpa dengan Yogi...
Kalau pun Yogi menumbalkan Gracia ke Gilang bagus juga,biar Yogi di hajar Gilang...
makasih udah up banyak hari ini kk othor Selvi 💕