Bayinya tak selamat, suaminya tega berkhianat, bahkan ia diusir dan dikirim ke rumah sakit jiwa oleh Ibu mertua.
Namun takdir membawa Sahira ke jalan yang tak terduga. Ia menjadi Ibu Susu untuk bayi seorang mafia berhati dingin. Di sana, Sahira bertemu Zandereo Raymond, Bos Mafia beristri yang mulai tertarik kepadanya.
Di tengah dendam yang membara, mampukah Sahira bangkit dan membalas sakit hatinya? Atau akankah ia terjebak dalam pesona pria yang seharusnya tak ia cintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8 | MULAI MANJA
"Cepat usir dia, Ma! Dia tak waras, jangan sampai penyakitnya menular ke bayiku!" Balchia menekan rengekan bayi Zee yang seolah menjadi melodi paling mengganggu. Di dalam kepalanya, jeritan batinnya lebih nyaring lagi.
'Sial, kenapa bayi ini tak bisa diam? Apa dia mulai manja karena ada ibunya di sini?'
Mauren sang mertua, hendak berbicara, namun Balchia sudah lebih dulu meledak. "Suruh bayimu diam juga, bodoh! Jangan hanya diam! Dasar wanita sinting!" hardiknya membuat Mauren terkejut tak menyangka perubahan sikap menantunya yang drastis.
"Chia, tenang dulu. Mama rasa Sahira tidak gila. Dia masih normal, Nak," bela Mauren, mencoba meraih bayi Zee. Namun, Balchia sigap menarik diri, melindungi bayi laki-laki itu seperti singa betina. 'Sial, bagaimana aku membantahnya?' batinnya kalang kabut.
Sahira, yang sedari tadi hanya diam, akhirnya angkat bicara. "Nyonya, saya memang pasien rumah sakit jiwa."
Sudut bibir Balchia terangkat, mendengarnya. Sedangkan Mauren, ia diam tertegun seolah tak percaya.
"Tapi saya tak pernah gila, Nyonya," lanjut Sahira, mengusap lembut bayinya yang masih gelisah.
Tawa Balchia pecah. "Namanya rumah sakit jiwa, sudah pasti orangnya gila juga! Jangan mengelak!" ucapnya sambil menunjuk Sahira dengan tatapan sengit. Mauren segera mengambil alih bayi Zee sebelum jatuh, dan Sahira mundur selangkah, mendekap bayinya. Ia takut akan tangan-tangan kasar Balchia.
"Chia, sejak kemarin Mama melihat sendiri Sahira bisa bekerja dengan baik." Mauren mencoba membela.
"Ma, aku ini menantu Mama, bukan dia! Harusnya Mama belain aku, bukan malah membela wanita ini!" Balchia berucap dengan suara bergetar, berpura-pura menangis seolah ia adalah pihak yang paling tersakiti.
Seorang pembantu datang, dan Mauren segera menyerahkan bayi Zee kepadanya. Ia meminta agar cucunya dibawa keluar. Tangisan bayi Sahira tak kalah kencang, mengisi keheningan yang tegang.
"Baiklah, saya akan pergi," ucap Sahira, putus asa.
"Sahira, jangan pergi! Kalau kau pergi, siapa yang akan menyusui cucuku?" mohon Mauren.
"Ma, kita bisa cari ibu susu lain!" sahut Balchia.
"Tidak! Mama tidak mau! Kau harus tetap di sini. Tunggu Zander pulang, Sahira!" Mauren memohon, air mata mengalir membasahi pipinya. "Sekarang kembalilah ke kamarmu, tenangkan bayimu di sana."
Mauren menyuruh Sahira kembali ke kamarnya, tapi Balchia berdiri kokoh di ambang pintu.
"Chia, minggir, Nak," pinta Mauren.
"Ma, aku mau dia pergi dari rumah ini, bukan cuma keluar dari kamar ini," pungkas Balchia bersikeras.
"Chia, bagaimana dia bisa keluar kalau kau berdiri di situ?"
Balchia menunjuk jendela, seringai jahat tersungging di bibirnya. "Keluar lewat situ bisa, kan, Ma?"
Mauren dan Sahira terkejut dengan napas tertahan. "Chia, ini lantai dua! Tingginya lima meter! Sahira bisa terluka atau mati!" seru Mauren.
Di balik senyum manisnya, Balchia berpikir. 'Ya, itulah yang kuinginkan. Sahira harus mati agar masa depanku aman.' Ketakutan akan Sahira merebut posisinya sebagai nyonya rumah membuat Balchia semakin kalap.
Ia tak akan menyerah. Tepat saat Raymond, sang kakek, muncul, Balchia menjatuhkan dirinya ke lantai lalu menjerit kesakitan.
"Ada apa denganmu, Chia?" Raymond mendekat, merasa cemas.
"Kakek! Wanita itu baru saja mendorongku!" Balchia menunjuk Sahira. Tatapan Raymond menajam penuh amarah.
"Kakek harus mengusirnya! Dia pasien rumah sakit jiwa. Penyakitnya bisa menular ke bayi Zee!" Balchia merengek.
"Ayah, bukan Sahira yang melakukannya. Mama melihat sendiri, dia jatuh sendiri," Mauren mencoba menjelaskan. "Dia..."
"MAUREN! CUKUP! JANGAN BELA WANITA GILA INI! SEKARANG KAU PERGI SEBELUM SAYA MENYERETMU KELUAR DENGAN KASAR!" Raymond berteriak dengan suara menggelegar.
Sahira yang ketakutan, segera berlari. Mauren hanya bisa meraung di samping Raymond. Ayahnya setega itu mengusir Sahira, padahal ada bayi yang membutuhkannya.
"Kejar wanita itu, bereskan malam ini juga!" bisik Balchia ke ponselnya.
Kini Sahira berjalan tanpa arah sambil memeluk erat bayinya. Hatinya hancur, perutnya keroncongan dan matahari siang terasa membakar kulit. Bayinya menangis, seolah ikut merasakan kesedihan ibunya.
Tiba-tiba, sebuah mobil hitam berhenti di depannya. Sahira mundur, khawatir itu adalah pria-pria yang dulu mengejarnya. Namun, saat kaca mobil diturunkan, Hansel tersenyum.
"Mbak? Kenapa bisa di sini?" tanya Hansel, lalu membuka pintu. Sahira masuk kemudian jantungnya berdebar saat mendengar Zander berdehem di belakangnya.
"Apa yang terjadi?" tanya Zander, suaranya terdengar tenang, namun getaran di dadanya menunjukkan sebaliknya. Zander menarik dagu Sahira, melihat memar merah di pipinya.
"Siapa yang memukulmu?!" suaranya berubah dingin dan mengancam.
Hansel terkejut, ini pertama kalinya ia melihat Zander, bosnya yang biasanya tenang tampak begitu menakutkan.
Sahira hendak menjawab, tapi sebuah suara kecil memotongnya. Bukan tangisan bayi, melainkan suara perutnya yang kelaparan.
"Maaf, apa saya boleh makan dulu?"
"Kau belum sarapan?" tanya Zander.
Sahira mengangguk, dan Zander segera memerintahkan Hansel untuk membawa mereka ke restoran. Sahira merasa lega, tertolong oleh kehadiran pria itu.
"Tidak apa-apa, Sayang. Kita sudah aman," bisik Sahira, menghapus air mata di pipi bayinya yang kini tertidur. Hatinya seperti diiris belati, menyesali nasib malang yang harus dialami malaikat kecilnya.
'Seandainya ayahmu tidak membuang kita, kau tidak akan hidup susah seperti ini, Nak.'
nanti tuh cebong berenang ria di rahim istri mu kamu ga percaya zan
Duda di t inggal mati rupa ny... 😁😁😁
makaberhati2 lah Sahira
fasar hokang jaya