Karena kesulitan ekonomi membuat Rustini pergi ke kota untuk bekerja sebagai pembantu, tapi dia merasa heran karena ternyata setelah datang ke kota dia diharuskan menikah secara siri dengan majikannya.
Dia lebih heran lagi karena tugasnya adalah menyusui bayi, padahal dia masih gadis dan belum pernah melahirkan.
"Gaji yang akan kamu dapatkan bisa tiga kali lipat dari biasanya, asal kamu mau menandatangani perjanjian yang sudah saya buat." Jarwo melemparkan map berisikan perjanjian kepada Rustini.
"Jadi pembantu saja harus menandatangani surat perjanjian segala ya, Tuan?"
Perjanjian apa yang sebenarnya dituliskan oleh Jarwo?
Bayi apa sebenarnya yang harus disusui oleh Rustini?
Gas baca, jangan lupa follow Mak Othor agar tak ketinggalan up-nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjanjian Bab 8
Karena merasa penasaran ingin membuktikan apakah Rustini benar-benar mengirimkan uang sepuluh juta atau tidak, Sri buru-buru meminta tetangganya untuk mengantarkan dirinya menuju bank.
Saat Sri mengecek saldo yang ada di tabungannya, pihak bank mengatakan memang ada uang masuk satu minggu yang lalu sebesar sepuluh juta rupiah.
"Ya Allah, Gusti. Semoga uang yang didapatkan oleh Tini benar-benar uang halal, semoga dia tidak menjual diri. Semoga saja dia benar-benar menjadi seorang istri dan disayangi oleh suaminya, walaupun memang hanya istri siri."
Mau seperti apa pun kenyataannya, dia berharap kalau keponakannya itu berada di jalan yang benar. Dia berharap kalau keponakannya itu dijadikan istri yang sebenarnya, bukan sebagai budak. Karena walaupun mendapatkan uang yang banyak, pasti hidupnya akan tersiksa.
"Mau diambil semua uangnya atau bagaimana, Bu?"
"Iya, ambil semua uang yang sudah ditransfer."
Ada perasaan senang karena dengan mengambil semua uang yang ditransfer oleh Rustini, itu artinya dia akan bisa melunasi hutang adiknya. Namun, ada rasa was-was karena bisa-bisanya baru berangkat ke kota keponakannya itu bisa langsung mendapatkan uang yang banyak.
"Semoga saja Tini tidak mengambil jalan yang salah," ujar Sri.
Setelah mengambil semua uang yang ditransfer oleh Rustini, Sri langsung pergi ke rumah juragan Bahar. Dia berniat ingin melunasi hutang adiknya, tentunya ketika datang dia disambut dengan baik oleh pria itu.
"Mau apa datang ke sini? Tini pulang dan ingin menjadi istri saya?"
"Bu--- bukan, Juragan. Saya datang ke sini untuk melunasi hutang adik saya, sekalian mau mengambil surat tanah milik adik saya."
"Serius kamu?" tanya Juragan Bahar dengan tidak percaya karena bisa-bisanya wanita itu datang dan ingin melunasi hutang adiknya.
"Serius, Juragan. Ini uangnya," jawab Sri sambil memberikan uang sepuluh juta yang dikirimkan oleh keponakannya.
"Saya terima uang yang kamu bawa, saya juga menyatakan kalau hutang Sardi lunas. Tapi, saya tidak bisa memberikan surat tanah milik adik kamu itu."
"Loh! Kenapa begitu?" tanya Sri dengan kaget.
Bisa-bisanya lintah darat seperti juragan Bahar mengatakan hal yang membuat dia kaget, karena baginya surat tanah milik adiknya itu sangatlah penting. Itu merupakan warisan dari kedua orang tua mereka.
"Kamu tahu kan, kalau uang yang dipinjam dari tangan saya itu berbunga?"
"Ya, tentu saja saya tahu."
"Kalau begitu, kamu jangan meminta surat tanah itu. Karena rumah dan juga kebun milik Sardi sudah menjadi milik saya. Anggap saja itu sebagai pembayaran bunga dari hutang yang setiap harinya terus menumpuk," ujar Juragan Bahar.
"Duh Gusti! Kenapa Juragan tega sekali? Kenapa bunga saja bisa sampai 2 juta? Apa itu tidak keterlaluan?"
Brak!
Juragan Bahar yang merasa kesal langsung melemparkan kursi kayu ke arah Sri, beruntung tidak mengenai wanita itu karena Sri langsung menghindar. Pria itu terlihat marah karena Sri terus membantah apa yang dia katakan.
"Dengar, Sri! Apa yang sudah kamu berikan kepada saya itu sudah menjadi milik saya, jangan macam-macam untuk meminta kembali. Kalau kamu memaksa untuk memintanya kembali, jangan salahkan saya kalau kamu nantinya pulang hanya tinggal nama saja.''
Sri paham jika juragan Bahar sedang mengancam dirinya, dia hanya seorang wanita. Sudah pasti tidak dapat berdebat dengan pria itu, daripada nantinya mendapatkan masalah, dia akhirnya menyerah.
"Baiklah, aku akan pulang. Semoga saja perut Juragan tidak meledak karena terlalu banyak memakan bunga," ujar Sri penuh kekesalan.
Sri keluar dari rumah juragan Bahar dengan penuh kekecewaan, sedih dan juga sakit hati. Dia berpikir kalau Rustini pasti mendapatkan uang itu dengan tidak mudah, tetapi harus diberikan kepada pria itu semuanya tanpa sisa.
"Aku doakan semoga perutnya meledak, miliknya yang suka keluar masuk lubang buaya itu busuk dan ususnya terburai," ujar Sri karena merasa sangat kesal dengan pria itu.
**
Dalam seminggu ini Rustini sudah tiga kali masuk ke dalam kamar yang ada di lantai 2, kamar yang merupakan tempat dia menyusui bayi yang seperti apa rupanya Rustini tidak tahu. Karena sampai saat ini ketika dia menyusui bayi itu, matanya selalu ditutup dengan rapat.
Bukan hanya tidak boleh melihat anak dari majikannya itu, dia juga tidak boleh berbicara sama sekali ketika sedang menyusui. Bahkan, ketika merasa kesakitan pun, Rustini tidak boleh mengeluh.
"Sebenarnya seperti apa sih rupa bayi dari tuan dan juga nyonya? Kenapa gak boleh dilihat ya?"
Rustini malam ini merasa bete sekali, karena seharian tidak boleh keluar rumah. Sampai malam tiba dia hanya ada di dalam kamar, untuk makan saja harus tepat waktu dan tak boleh lama-lama di luar kamar.
Ingin mengobrol dengan semua orang yang bekerja di sana saja tidak boleh, Rustini merasa heran. Namun, inilah kenyataannya.
"Pekerjaannya sih gak cape, tapi bosen juga kalau harus di kamar terus."
Di saat dia sedang asyik mengeluh, Rustini mendengar perdebatan antara Jarwo dan juga Ratih. Keduanya seperti sedang bertengkar dengan hebat, Rustini yang merasa penasaran membuka sedikit pintu kamarnya.
"Ini sudah malam loh, Sayang. Kenapa kamu mau pergi lagi aja?"
Rustini memperhatikan penampilan dari Ratih, wanita itu memakai baju yang begitu seksi. Wajahnya juga dirias dengan bedak yang sangat tebal.
''Mau pergi arisan sama temen-temen, ini malam Minggu. Jadi wajar rasanya kalau aku pergi," jawab Ratih.
"Tapi, Sayang. Seminggu ini kamu itu terlalu sibuk mengurusi semua istri siri aku, kamu sampai lupa untuk melayani aku. Aku butuh kamu juga," ujar Jarwo.
"Yaelah, Mas. Nanti aja, besok siang aku kasih. Malam ini gak bisa," ujar Ratih.
Jarwo menjambak rambutnya dengan kasar, dia sedang menginginkan istrinya dan keinginannya itu sudah sampai ke ubun-ubun. Pria itu sudah tidak dapat menahan geloranya lagi.
"Jangan besok, Yang. Aku pengen sekarang," ujar Jarwo yang langsung memeluk Ratih dari belakang.
Ratih memberontak, dia tidak ingin melayani suaminya itu. Wanita itu akhirnya memutuskan untuk pergi, Rustini yang melihat itu merasa aneh dengan pasangan suami istri itu.
"Sial! Kenapa kalau pergi itu tidak bisa ditunda sih?" keluh Jarwo.
Kepala Jarwo rasanya pening sekali, dia menginginkan miliknya masuk ke dalam sarangnya. Namun, istrinya lebih mementingkan teman-temannya.
Jarwo yang sudah melihat kepergian istrinya masuk kembali ke dalam rumah, saat dia hendak melangkahkan kakinya menuju kamarnya, dia tanpa sengaja bertatap mata dengan Rustini.
"Tini, kamu ngapain? Kenapa buka pintu kamar tanpa izin?"
Rustini tentunya begitu kaget mendengar apa yang dikatakan oleh Jarwo, dia mere mas kedua tangannya secara bergantian, lalu menunduk karena tidak berani menatap wajah pria itu.
"Jawab! Kamu ngintip ya? Tadi kamu liat saya berantem sama istri saya?"
"Nggak kok, Tuan. Tadi saya mau ambil jepit rambut yang tertinggal di dapur," jawab Rustini gugup.
Jarwo memperhatikan penampilan Rustini, wanita itu hanya memakai kaos yang sudah belel dipadu padankan dengan rok panjang yang menutupi kaki jenjangnya. Namun, dia merasa kalau Rustini begitu menggoda.
Apalagi ketika melihat rambutnya yang terurai, hal itu membuat Rustini semakin cantik saja. Wajahnya yang tanpa make up terlihat cantik natural, Jarwo sangat suka.
"Eh? Tuan mau apa?" tanya Rustini ketika Jarwo mendekat ke arahnya.
Mak Reader mau lihat gimana perjuangan mu dulu Jarwo
gak juga kali ngejelasin nya 😫🤦♀️
kamu pandai pandai la menyembunyikan nya