Novel ini adalah musim ke 3 dari kisah cinta beda usia antara Pram dan Kailla.
- Istri Kecil Sang Presdir ( season 1 )
Pernikahan karena perjodohan antara Pram dan Kailla. Rumah tangga yang diwarnai
dengan konflik ringan karena tidak hanya karakter tetapi juga umur keduanya berbeda jauh. Perjuangan Pram, sebagai seorang suami untuk meraih cinta istrinya. Rumah tangga mereka berakhir dengan keguguran Kailla.
- Istri Sang Presdir ( season 2 )
Kehadiran mama Pram yang tiba-tiba muncul, mewarnai perjalanan rumah tangga mereka. Konflik antara menantu dan mertua, kehadiran orang ketiga, ada banyak kehilangan yang membentuk karakter Kailla yang manja menjadi lebih dewasa. Akhir dari season 2 adalah kelahiran bayi kembar Pram dan Kailla.
Season ketiga adalah perjalanan rumah tangga Pram dan Kailla bersama kedua bayi kembar mereka. Ada orang-orang dari masa lalu yang juga ikut menguji kekuatan cinta mereka. Pram dengan dewasa dan kematangannya. Kailla dengan kemanjaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pram & Kailla 7
"Panggilkan keluarganya saja!" ucap kepala keamanan setelah tidak ada seorang pun yang mau mengalah. Kedua wanita di hadapannya tetap dengan ego masing-masing.
Deg—
Kailla menatap ke arah Sam, meminta bantuan seperti biasa. Sedangkan sang lawan dengan santai menghubungi seseorang di ponselnya. Suara wanita lawan Kailla terdengar lembut mendayu, semakin didengar makin membuat Kailla muak.
“Sam, kemari," pinta Kailla melambaikan tangan. Seperti biasa, asisten kesayangannya itu akan menjadi tameng untuk semua kekacauan yang dibuatnya.
“Aku tidak mau lagi, Non. Minta Tom saja!” tolak Sam, menunjuk ke arah asisten baru yang belum mengerti sepak terjangnya selama ini. Asisten itu tidak mau terlibat lagi dalam drama Kailla. Sebaliknya, diam-diam ia malah menghubungi Pram untuk menyelesaikan semuanya.
“Tom belum terverifikasi, Sam. Bagaimana bisa membantuku,” bisik Kailla mulai khawatir.
“Aku tidak mau terlibat, Non. Aku tidak berani melihat mata bola kasti mama mertuamu. Itu lebih menyeramkan dibandingkan auman singa kelaparannya Pak Pram.” Sam memilih menjauh.
Kailla menghela napas kasar, kemudian berbalik menatap sang kepala keamanan mal. Pria dengan setelan biru itu sedang menunggu jawaban dari Kailla.
“Orang tuaku ... orang tuaku ... em ... hanya Ibu itu saja, Pak.” Kailla terbata-bata menunjuk ke arah Ibu Citra yang duduk tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri.
“Ibuku sudah tua, Pak. Sudah sakit-sakitan dan ayahku juga sudah meninggal dunia.” Kailla mendramatisi keadaan sembari mengeluarkan ponselnya. Terlihat ia mengusap layar dan menunjukkan foto pusara Riadi. Wajahnya dibuat begitu memelas, dengan mata berkaca-kaca. Bergegas menuju ke arah Ibu Citra, memeluk mama mertuanya dengan erat sambil menangis.
“Ma, tolong ikut memelas bersamaku. Kalau tidak, kita akan terkena masalah. Mama tidak mau sampai Pram datang ke sini, kan?” bisik Kailla mendekap sang mama mertua sambil menangis sesenggukan.
“Suamimu?” tanya kepala keamanan sesaat setelah menatap si kembar bergantian.
Waduh! Masa aku harus mengaku suamiku sudah meninggal juga.
Kailla menelan saliva.
“Aku suaminya. Kenapa lagi dengan istriku?” tanya Pram dengan sikap santai. Tiba-tiba pria tampan itu muncul dari arah pintu. Pram sudah terbiasa dengan ulah Kailla sejak dulu. Bukan hal baru lagi untuknya menghadapi semua ini.
“Baguslah. Anda suami Ibu yang mana, Pak?”
“Itu, yang sedang meratap itu,” sahut Pram, menggeleng melihat kelakuan Kailla dan mamanya.
“Tolong, Pak. Khawatirnya kalau tidak ada pihak keluarga yang menenangkan, pertengkaran ini akan tetap berlanjut di luar. Keduanya tidak ada yang mau mengalah,” jelas kepala keamanan mal.
Dari arah pintu, tampak pria muda berkacamata menyusul masuk. Mengenakan kemeja hitam dan celana kain, pria itu tampak gagah, tak kalah dengan Pram.
“Clayreen, apa-apaan ini?” Suara berat yang terdengar familier di telinga Kailla itu ditujukan pada wanita lawan seteru Kailla. Gadis itu menciut dan menunduk.
“Maaf, Kak Adrian,” ucap gadis yang ternyata bernama Clayreen.
Deg—
“Pak Adrian.” Kailla bersuara pelan, sembari menyembunyikan dirinya di balik punggung sang mama mertua. Ia tidak mau sampai terlihat atau dikenali.
“Siapa Adrian, Kai?” tanya Ibu Citra ikut berbisik.
“Itu, Ma. Pria yang baru saja masuk. Di samping Pram.” Kailla berbisik-bisik pelan, tidak mau keberadaannya diketahui.
“Ya, Mama tahu. Maksud Mama ... dia itu siapa? Kamu kenal di mana?” tanya Ibu Citra menyimpan kesal.
“Di kampus. Dia dosen di kampusku, Ma.”
“Sudah menikah?” tanya Ibu Citra. Pikiran buruk mulai muncul di otak perempuan berusia senja itu.
“Katanya belum, Ma. Dia incaran para mahasiswi di kampus,” sahut Kailla berterus terang.
Deg—
Ibu Citra mengamati pria yang disebut Kailla sebagai Pak Adrian itu dari atas sampai bawah. Kebetulan, Adrian dan Pram berdiri bersebelahan. Mudah untuk Ibu Citra membandingkan keduanya. Alarm tanda bahaya berbunyi di otak Ibu Citra seketika, saat mendapati kalau Pram tertinggal jauh secara fisik. Adrian jauh lebih muda, mungkin masih di usia awal tiga puluhan. Jauh lebih tinggi dibandingkan Pram dengan postur putih, tinggi dan gagah. Berkacamata dan sangat tampan.
“Ya Tuhan ... ini salah satu ketakutanku juga saat Pram mengirim istrinya kuliah lagi. Anak-anak masih kecil, bagaimana kalau Kailla berselingkuh lagi. Walau Pram tidak pernah berterus terang, tetapi aku tahu Kailla bukan perempuan baik-baik. Ia mewarisi darah mamanya. Kailla sudah pernah berselingkuh. Tidak akan sulit untuk mengulang perselingkuhannya selagi ada kesempatan. Sebentar lagi Pram sudah hampir lima puluh tahun, berbeda jauh dengan Kailla yang masih muda.” Ibu Citra membatin.
Di tengah bisik-bisik antara mertua dan menantu, tiba-tiba Pram memanggil istrinya. Ia memilih menyelesaikan masalah ini, tak ingin berlarut-larut.
“Kai, kemari!” pinta Pram, menoleh ke arah Kailla yang bersembunyi di balik tubuh Ibu Citra. Para asisten yang bisa membaca gelagat tidak beres Kailla, sontak mengulum senyuman secara bersamaan.
“Kai!” teriak Pram lagi.
“Ma, bagaimana ini? Aku tidak takut dengan Pram, aku takut dengan pria berkacamata itu.”
“Sudah. Temui saja.” Ibu Citra mendorong pelan menantunya.
“Kai ....”
“Ya, aku ....” Kailla berjalan menunduk, menyembunyikan wajahnya.
“Minta maaf dan selesaikan segera. Aku tidak punya ....”
“Maafkan aku.” Kailla mengulurkan tangannya sembari memalingkan wajahnya ke arah lain. Jiwa pemberaninya menciut saat bertemu dengan si dosen tampan.
“Aneh, sepertinya ada yang tidak beres dengan anak ini. Tidak biasanya dia jadi begini penurut. Pasti ada yang dirahasiakannya.” Pram membatin.
Pertengkaran selesai, Kailla bisa bernapas lega saat dosennya berpamitan tanpa menyadari keberadaannya yang sejak tadi menunduk sembari menutup separuh wajah dengan tangan.
Namun kelegaannya tidak berlangsung lama, saat pria muda itu tiba-tiba berbalik dan menyerukan nama asing yang mulai melekat di dalam dirinya.
“Lala ....”
Hening, Pram mengerutkan dahi saat pria itu menyerukan nama asing sembari menatap istrinya.
“Kamu Lala, kan?”
“Ya ... Pak.” Ragu-ragu, Kailla mengangkat wajahnya. Tersenyum kaku, sembari menatap sang dosen.
“Kai, kamu mengenalnya?” tanya Pram heran.
“Ya ... Pak Adrian ini dosen di kampusku.” Kailla menjelaskan, berusaha tersenyum.
Pram terkejut, tetapi ia berusaha membuang jauh-jauh pikiran buruk yang tiba-tiba menguasai otaknya. Selama ini ia mencoba berpikiran positif, tidak mau merusak hubungannya dengan Kailla karena sesuatu yang belum jelas.
“Ya, sudah. Sampai bertemu besok di kampus, La.” Adrian tersenyum dan berlalu.
***
“Kai, temani mama berbelanja. Aku akan menemani anak-anak sampai kalian selesai,” ucap Pram begitu mereka sudah berjalan keluar dari ruangan keamanan pihak mall.
“Kamu tidak ke kantor?” tanya Kailla, mulai bersikap biasa.
“Aku memberimu waktu dua jam. Aku yang akan menemani anak-anak selama kamu dan Mama berbelanja.” Pram menjelaskan.
“Baiklah.” Kailla segera menemui si kembar dan mengecup putranya bergantian. Ia senang bisa berbelanja tanpa diganggu si kembar.
“Mommy tinggal sebentar, kalian dengan Daddy dulu,” ucap Kailla bergegas menggandeng tangan mertuanya. Baru saja Kailla hendak melangkah, tetapi Pram menghentikannya.
“Kai, kamu melupakan sesuatu?” tanya Pram, setelah melihat Kailla mencium kedua putranya tetapi mengabaikannya.
“Hah! Ada apa, Sayang? Ada yang tertinggal?” tanya Kailla bingung.
Pram berjalan mendekat, diciumnya kedua pipi Kailla sama seperti saat Kailla mencium Bentley dan Kentley. “Kamu melupakanku, Sayang,” bisik Pram tersenyum. Menepuk pelan pucuk kepala Kailla.
“Kamu berhutang banyak padaku, Kai. Nanti malam buat anak-anak tidur lebih awal,” lanjut Pram mengedipkan sebelah matanya. Dengan kedua tangan terselip di saku celana, Pram berusaha menyimpan perasaannya sendiri. Entah Kailla yang banyak berubah atau dirinya yang semakin tua, semakin manja dan merasa diabaikan.
***
Tbc
untuk yg lain aqu sdh melimpir kak...SEMANGAT ...
membayangkan Pram kok mumet mboyong keluarga ke negri singa dan gak tau sampe kapan demi keamanan.
sat set sat set