Delia Aurelie Gionardo hanya ingin mengakhiri pernikahan kontraknya dengan Devano Alessandro Henderson. Setelah satu tahun penuh sandiwara, ia datang membawa surat cerai untuk memutus semua ikatan.
Namun malam yang seharusnya menjadi perpisahan berubah jadi titik balik. Devano yang biasanya dingin mendadak kehilangan kendali, membuat Delia terjebak dalam situasi yang tak pernah ia bayangkan.
Sejak malam itu, hidup Delia tak lagi sama—benih kebencian, dendam, dan rasa bersalah mulai tumbuh, mengikatnya kembali pada pria yang seharusnya menjadi "mantan" suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadia_Ava02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MBMS - Bab 7 Ingin Dipeluk
Delia merogoh ponselnya dari dalam tas. Layar menyala, sebuah panggilan dari Alvan masuk. Ia sempat ragu sejenak sebelum akhirnya mengangkatnya.
📱 "Halo, Van…" sapanya pelan. Suaranya terdengar lemah.
📱 "Del… aku ingin minta maaf. Aku sungguh tidak bermaksud_"
📱 "Tidak apa-apa, Van." Delia cepat menyela, berusaha terdengar tenang. "Aku yang seharusnya minta maaf. Aku hanya… kaget."
📱 "Mmmh… ngomong-ngomong kamu di mana sekarang?"
📱 "Aku di apartemen. Baru saja pulang dari klinik."
Alvan terdiam sejenak. 📱 "Klinik?" nada suaranya berubah khawatir.
Delia menghela napas panjang. 📱 "Ya… kamu benar, Van. Aku hamil." Ia menatap kosong ke arah jendela. "Tapi jangan khawatir. Aku baik-baik saja. Aku akan mempertahankan anak ini… aku akan membesarkannya."
Di seberang sana, Alvan terdiam memijat pelipisnya. 📱 "Syukurlah kalau begitu… boleh aku ke sana sekarang?"
📱 "Tidak, Van. Aku sedang ingin istirahat. Aku butuh waktu sendiri."
📱 "Baiklah, aku mengerti. Kalau butuh sesuatu, hubungi aku kapan saja."
📱 "Terima kasih, Van. Terima kasih banyak karena selalu ada untukku."
📱 "Del… aku tidak pernah keberatan. Justru aku senang kamu masih mau berbagi ceritamu denganku," jawab Alvan lembut.
Delia tersenyum tipis, meski air matanya hampir jatuh.
📱 "Kamu sudah makan?" tanya Alvan.
Delia menggeleng pelan meski lawan bicaranya tak melihat. 📱 "Belum. Aku tidak ingin makan apa pun."
📱 "Kamu harus makan, Del. Janin di perutmu perlu nutrisi. Aku akan antarkan makanan untukmu nanti. Kamu tidak perlu pergi ke mana pun." Suara Alvan terdengar tegas, seolah memahami kondisi Delia yang masih lemah, terlebih hatinya yang rapuh.
📱 "Baiklah…"
📱 "Ya sudah. Aku tutup dulu teleponnya, ya."
📱 "Hmm."
Tut-
Delia memandang ponselnya yang kini gelap. Ia mengusap lembut perutnya yang masih rata, di dadanya rasa lega, takut, dan haru bercampur jadi satu.
Tak lama ia langsung merebahkan tubuhnya kembali, rasanya lemas sekali, entah kenapa. Tapi ia tak ingin makan atau minum apapun.
***
Sore ini setelah Dev mengantarkan Giselle pulang, ia langsung memutar arah mobilnya menuju apartemen Delia.
Sejak pagi Dev sudah meminta Lim sang asisten untuk mencari tau dimana tempat tinggal Delia yang baru, Dev tau jika Delia tidak akan memberitahunya secara langsung. Ia tak ingin menunggu lagi, besok mereka harus datang ke kediaman utama keluarga Henderson dan membicarakan tentang keputusan mereka berdua.
Ia juga ingin memastikan keadaan Delia saat ini. Entah mengapa pikirannya terpaku pada malam itu, malam penyatuan mereka. Dev menyemburkan semuanya ke rahim Delia, ia khawatir jika mungkin saja Delia saat ini sedang hamil mengingat apa yang dikatakan Jessy tadi pagi.
'Nona Delia sedang sakit, beliau muntah-muntah, katanya masuk angin,' kata itu terus menghantuinya sejak pagi, pikirannya sangat tidak tenang, bahkan saat bersama Giselle sekalipun.
Kini mobil Dev semakin dekat ke arah apartemen Delia, namun belum sempat pria itu membelokkan arah setir mobil, tatapan Dev menangkap sebuah mobil baru saja terparkir, seorang pria keluar dengan membawa kantung makanan ditangannya.
Dev sangat hafal wajah pria itu - Alvan. ia memasuki apartemen Delia.
Dev tersenyum kecut. "Dasar wanita murahan! Baru bercerai dariku tapi dia sudah mengundang seorang pria masuk ke dalam apartemen. Menjijikkan!"
Dev menatap benci pada gedung apartemen itu seolah tengah menatap wajah Delia yang memuakkan baginya.
Dada Dev bergemuruh, ada rasa sesak sekaligus panas disana. Akhirnya Dev mengurungkan niatnya dan memutar kembali kemudinya meninggalkan apartemen Delia sebelum sempat masuk.
Sementara itu dalam apartemen, Delia bangun dari ranjangnya dan berjalan dengan langkah lemah menuju ke pintu apartemen begitu mendengar bel berbunyi.
Alvan berdiri disana tersenyum hangat pada Delia.
"Ayo masuk," ucap Delia mempersilahkan.
Alvan mengangguk, mereka berdua masuk ke dalam apartemen. Alvan menaruh makanan yang ia bawa diatas meja.
"Terimakasih karena sudah merepotkan," ucap Delia.
"Tidak. Justru karena makanan ini aku jadi bisa melihat keadaanmu sekarang," ujar Alvan, kata-kata cukup dalam.
"Ah, aku ambil piring dulu untuk kita," ucap Delia tapi Alvan segera mencegahnya beranjak dari tempat duduknya.
"Biar aku saja, kamu disini jangan kemana-mana." ujar Alvan.
Delia hanya mampu tersenyum, ia bersyukur dititik terendahnya ada seseorang yang masih mau perduli dengannya.
"Terimakasih," seolah kata itu bukan hanya untuk piring, tapi untuk segalanya, semua yang sudah Alvan berikan.
Pria itu langsung melangkah kearah dapur dan mengambil satu piring untuk Delia.
"Kenapa cuma satu? kita bisa membaginya, aku tidak akan makan sebanyak ini, Van," ujar Delia protes.
"Tidak, aku membeli ini khusus untukmu, aku ingin kamu makan lebih banyak hari ini. Seharian kamu belum makan, dan sekarang kamu harus menjaga tubuhmu karena ada bayi didalam perutmu," ucap Alvan.
Delia mengangguk, ia meraih sendok dan mulai menyuapkan makanan ke mulutnya. Tapi baru dua suap, perutnya kembali terasa mual, Delia langsung mendorong piring itu menjauh.
"Kenapa?" tanya Alvan cemas.
"Aku mual," ujar Delia menahan mati-matian rasa itu.
Alvan menatapnya penuh perhatian, tangannya refleks mengusap punggung delia pelan.
"Tidak apa-apa.. Itu normal di trimester pertama, apa kamu sudah minum obat yang diberikan dokter?"
Delia menggeleng. "Belum,"
"Harusnya kamu langsung meminumnya, itu bisa menghilangkan rasa mualmu," ujar Alvan.
"Aku akan mengambilnya," Delia langsung berdiri.
"Ya,"
Delia mengambil obat dan vitamin yang diberikan oleh dokter dan meminumnya didepan Alvan.
"Semoga setelah ini kamu akan merasa lebih baik, aku pulang dulu," ujar Alvan.
"Ya, hati-hati."
"Nomorku selalu aktif 24jam jika kamu butuh sesuatu," jelas Alvan, berharap jika terjadi sesuatu nomornya lah yang akan langsung Delia hubungi.
Alvan tak akan membiarkan Delia menanggung semua beban ini seorang diri, ia ingin selalu jadi tempat bersandar Delia ketika ia rapuh sekalipun.
"Siap dokter," Delia tersenyum lebar.
Begitu mengantar Alvan Keluar pintu apartemen, Delia kembali masuk ke dalam kamar, bahkan ia belum sempat membereskan meja makannya. Masih sangat berantakan, tapi tubuhnya sudah sangat lemas, rasanya langsung ingin merebahkan diri di ranjang.
"Astaga.. Kenapa tubuhku jadi selalu lemas begini.." gumamnya.
Ia memeluk guling disampingnya, entah mengapa sesuatu rasa tiba-tiba datang, ingin sekali rasanya memeluk tubuh Dev saat ini, mencium aroma tubuhnya.
"Ya ampun! Apa yang aku pikirkan! semuanya sudah berakhir, Dev bukan milikku, dan tidak akan pernah bisa jadi milikku!" tekan Delia seolah tengah mengkhianati pikirannya sendiri saat ini.
Delia mencoba menutup matanya untuk tidur agar tidak lagi berfikir yang macam-macam. Dia terlalu lelah mungkin, hingga berhalusinasi terlalu jauh, pikir Delia.
Dev jangan jadi di paksa Delia nya
di bujuk secara halus dunk🤭
kasih maaf aja Del tapi jangan cepat² balikan lagi ma Dev
hukumnya masih kurang 🤣
Akui aja toh kalian kan sudah bercerai
biar Dev berjuang samapi titik darah penghabisan 🤭
semangat ya Dev awal perjuangan baru di mulai
kak sekali² cazy up dunk kak🤭🤭
Biar bisa lihat cicit nya
semua butuh waktu dan perjuangan 🤭🤭
Siksa terus Dev dengan penyesalan 🤗🤗🤗
Makan to rencana mu yg berantakan 😏😏
Ayo Dev Nikmati penyesalan mu yg tak seberapa 😄😄
jangan pakai acara nangis Bombay ya Dev 🤣🤣🤣
biar nyesel to Dev
bila perlu ortu Dev tau kalau mereka sudah cerai dan bantu Delia buat sembunyi
soalnya mereka pasti senang kalau tau bakalan punya cicit sama cucu🤭🤭
tunggu karma buatmu ya Dev 😏😏