Revana Arnelita...tidak ada niatan menjadi istri simpanan dari Pimpinannya di Kantor. namun kondisi keluarganya yang mempunyai hutang banyak, dan Ayahnya yang sakit-sakitan, membuat Revana menerima tawaran menjadi istri simpanan dari Adrian Wijaksana, lelaki berusia hampir 40 tahun itu, sudah mempunyai istri dan dua anak. namun selama 17 tahun pernikahanya, Adrian tidak pernah mendapatkan perhatian dari istrinya.
melihat sikap Revana yang selalu detail memperhatikan dan melayaninya di kantor, membuat Adrian tertarik menjadikannya istri simpanan. konflik mulai bermunculan ketika Adrian benar-benar menaruh hatinya penuh pada Revana. akankah Revana bertahan menjadi istri simpanan Adrian, atau malah Revana menyerah di tengah jalan, dengan segala dampak kehidupan yang lumayan menguras tenaga dan airmatanya. ?
baca kisah Revana selanjutnya...semoga pembaca suka 🫶🫰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzi rema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Bab 7
...“Aku seneng deh, Papi udah nyuruh Tante buat nemenin aku. Rasanya…seperti teman-teman aku, yang selalu di temani ibunya kemana-mana.”...
...-Alesya-...
Siangnya, suasana kantor sedikit lebih tenang dibanding kemarin. Revana sedang menyelesaikan laporan di meja kerjanya ketika telepon dari ruang Adrian berdering.
“Revana, masuk ke ruangan saya sekarang.” suara Adrian menggema singkat di telepon, tanpa menunggu jawaban pria itu langsung mematikan sambungan teleponnya, seolah perintahnya tak bisa di tolak.
Dengan hati-hati, Revana mengetuk pintu dan masuk. Adrian berdiri sambil merapikan jas, kunci mobil hitamnya sudah ada di tangan.
“Tinggalkan pekerjaanmu sebentar. Seperti yang aku bilang tadi pagi, Aku ingin kamu jemput Alesya di sekolah. Setelah itu, temani dia belanja gaun.”
Revana terperanjat.
“Saya… yang menjemput Alesya, Pak?”
Adrian melangkah mendekat, lalu meletakkan kunci mobil di meja.
“Ya. Kamu pakai saja mobil saya. Anggap saja ini uji kepercayaan. Dan jangan khawatir… Alesya tahu kamu akan datang.”
Revana menelan ludah. Ada rasa takut, bukan hanya karena ini urusan pribadi keluarga Adrian, tapi juga karena ia akan berhadapan langsung dengan anak gadis bosnya. Namun tatapan Adrian tak memberi ruang untuk menolak.
“Baik, Pak. Saya akan menjemputnya.”
Adrian mengangguk puas.
“Bagus. Jaga dia baik-baik. kamu nggak usah khawatir, Alesya anak yang penurut dan baik, dia akan menerimamu, selama kamu bersikap tulus padanya.”
"Baik Pak, Saya mengerti." Revana mengambil kunci itu dengan tangan gemetar, lalu keluar dari ruangan. Jantungnya berdegup cepat. “Ya Tuhan… sampai sejauh ini aku harus masuk ke kehidupannya. Apa aku bisa menghadapi anaknya?”
Adrian tersenyum penuh arti menatap kepergian Revana.
"Dia harus terbiasa dengan anak-anak." gumamnya pelan.
...☘️☘️...
Di sekolah Alesya
Bel berbunyi menandai akhir jam pelajaran. Murid-murid SMA berhamburan keluar gerbang, sebagian bercanda, sebagian dijemput orang tua mereka. Di antara kerumunan, Alesya berdiri sendiri, tas ransel di pundaknya, earphone terpasang di telinganya.
Sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan gerbang. Kaca jendela diturunkan, memperlihatkan wajah Revana yang berusaha tersenyum meski gugup.
Revana turun, dia sudah tahu seperti apa Alesya sebelumnya, karena Alesya sering mampir ke kantor Adrian, hanya sekedar menyapa Ayahnya yang selalu sibuk di kantor. Tapi Revana belum pernah berinteraksi langsung dengan Alesya
“Alesya? Aku… sekretaris Pak Adrian. Namaku Revana. Pak Adrian menyuruhku menjemputmu.”
Alesya melepas earphone, menatap Revana penuh selidik. Ada sedikit keraguan di matanya, tapi kemudian dia teringat kalau sempat melihat Revana beberapa kali di kantor Papinya.
“Oh iya Tante...jadi Tante yang jemput aku sendiri tanpa Papi ?”
“Beliau masih ada meeting siang ini. Tapi beliau percaya padaku untuk menemanimu.”
Alesya diam sebentar, lalu mengangguk dan akhirnya masuk ke mobil. Begitu duduk, ia menatap Revana sekilas.
“jadi Tante ini yang di suruh Papi nemenin aku beli gaun.?”
Revana tersenyum tipis, meski dalam hatinya bergetar.
“Iya Alesya, apa kamu keberatan jika di antar Tante ?meski kita baru mengenal, Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menemani kamu membeli gaun itu.” ucap Revana mencoba tenang. Dia tahu anak seumuran Alesya masih menggebu-gebu dalam banyak hal.
Alesya mengangguk pelan. "Nggak kok Tante, aku santai aja. Yang penting aku ada teman."
Suasana di dalam mobil terasa canggung. Tapi perlahan, di balik kegugupannya, Revana mulai merasa ada sesuatu yang halus dan rapuh dalam diri Alesya, sesuatu yang membuatnya tergerak, meski ia hanya orang luar.
Beberapa saat kemudian, mereka sampai di sebuah Butik.
Butik mewah itu dipenuhi lampu-lampu terang, deretan gaun pesta menggantung dengan rapi di sisi ruangan. Aroma lembut parfum ruangan menyambut setiap pengunjung yang masuk.
Revana melangkah di belakang Alesya, berusaha menyesuaikan diri. Namun begitu melihat mata Alesya yang berbinar melihat deretan gaun, Revana tersenyum kecil.
“Wow, lihat deh yang ini. Cantik banget… kayaknya cocok kalau kamu mau tampil elegan. Tapi… hmm, kalau untuk anak SMA, jangan terlalu kelihatan dewasa, ya?” ucap Revana tiba-tiba.
Alesya menoleh, sedikit terkejut.
“Tante ternyata ngerti juga soal model gaun?”
Revana tertawa kecil. “Sedikit-sedikit. Aku sering nemenin teman pilih baju. Lagian… aku juga cewek, masa nggak ngerti sama sekali.”
Alesya tersenyum tipis, lalu mengambil satu gaun warna biru muda dari rak.
“Kalau yang ini gimana, Tan? Kayak terlalu formal nggak?”
Revana menatap gaun itu sejenak, lalu menggeleng pelan.
“Cantik sih, tapi menurutku itu terlalu serius. Kamu masih muda, harusnya pilih yang lebih fresh. Kalau pakai itu, nanti semua orang nyangka kamu mau lamaran, bukan pesta ulang tahun.”
Alesya terkekeh untuk pertama kalinya.
“Tante lucu juga, ya. Biasanya kalau aku sama Mama, dia cuma bilang ‘ambil yang paling mahal aja’. Jarang kasih pendapat detail.”
Ucapan itu membuat Revana sedikit terdiam, ada rasa kaget di hatinya. Tapi ia memilih untuk tidak mengomentari lebih jauh.
Revana dengan senyum hangat. “Kalau aku, lebih suka lihat kamu merasa bahagia karena nyaman sama bajunya, bukan karena harganya. Mau coba yang ini?” Revana menunjuk gaun berwarna lilac lembut dengan potongan sederhana tapi manis.
Alesya mengambil gaun itu, lalu mencoba di ruang ganti. Beberapa menit kemudian, ia keluar sambil memegang ujung gaun, berputar pelan.
Revana mata berbinar. “Astaga, Alesya… Kamu cantik banget! Bener-bener cocok sama kamu. Kayak lihat putri remaja di film-film.”
Alesya menatap cermin, lalu tersenyum lebar.
“Aku suka, Tante. Serius, aku suka banget. ternyata Tante punya selera bagus juga ya.”
“Syukurlah kalau kamu suka. Aku takut salah pilih, nanti kamu jadi nggak nyaman.”
Alesya menghampiri Revana, menatapnya dengan lebih akrab.
“Aku seneng deh, Papi udah nyuruh Tante buat nemenin aku. Rasanya…seperti teman-teman aku, yang selalu di temani ibunya kemana-mana.”
Revana tercekat, tak menyangka Alesya bisa berkata seperti itu. Ia hanya tersenyum lembut, menyembunyikan hatinya yang mendadak hangat.
“Kalau kamu butuh teman, hubungi Tante aja. Nggak usah sungkan.”
Alesya mengangguk, dan untuk pertama kalinya, ia menggandeng tangan Revana keluar dari butik dengan wajah berbinar.
Setelah selesai dari butik, Alesya memeluk tas belanjaannya dengan senyum puas. Ia melirik Revana yang sedang berjalan di sampingnya.
“Tante, aku lapar deh. Kita makan dulu aja, yuk. Aku tahu tempat enak, nggak jauh dari sini.”
Revana sempat ragu.
“Tapi… Papi kamu mungkin nunggu kita pulang.”
Alesya sedikit memohon. “Ah, paling Papi juga ngerti. Lagi pula aku jarang bisa pergi, Tan. Please… sekali ini aja?”
Revana menatap wajah Alesya yang polos dan penuh harap. Ia menghela napas, lalu tersenyum lembut.
Revana: “Baiklah. tapi nanti kalau Papi kamu marahin Tante gara-gara pulang telat, kamu yang jawab ya?”
Alesya tertawa kecil.
“Deal. Tante tenang aja, Papi nggak bakalan marah.”
...☘️☘️☘️...