Melati berubah pendiam saat dia menemukan struk pembelian susu ibu hamil dari saku jas Revan, suaminya.
Saat itu juga dunia Melati seolah berhenti berputar, hatinya hancur tak berbentuk. Akankah Melati sanggup bertahan? Atau mahligai rumah tangganya bersama Revan akan berakhir. Dan fakta apa yang di sembunyikan Revan?
Bagi teman-teman pembaca baru, kalau belum tahu awal kisah cinta Revan Melati bisa ke aplikasi sebelah seru, bikin candu dan bikin gagal move on..🙏🏻🙏🏻
IG : raina.syifa32
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raina Syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35
Revan duduk di sudut sel yang sempit, matanya tak lepas menatap pintu besi yang tertutup rapat. Sudah tiga hari berturut-turut Melati tidak muncul, padahal biasanya suaranya yang lembut dan senyum kecilnya mampu meredakan kegelisahan Revan, membawakan makanan yang di tawarkan sebelum pulang dari tahanan.
"Besok mau dimasakin apa mas?" Tanyanya waktu itu.
Dan Revan akan selalu tersenyum. "Apa aja, apapun yang kamu masak pasti mas makan kok. Tapi ada satu hal yang aku inginkan darimu," bisik Revan penuh kerinduan.
Melati yang paham maksud suaminya pun memukul lengan suaminya kesal bercampur gemas. "Mas ini, dipenjara kayak gini mas sempet- sempetnya mikirin gituan."
Dan Revan hanya mengerling nakal dengan sikap istrinya yang merajuk.
Revan menghela nafas panjang. "Mel, kamu kemana?"
Kini, ruang tahanan yang pengap terasa semakin menekan, seolah setiap detik berlalu menambah beban di dadanya.
Dia meremas-remas ujung baju lusuhnya, napasnya terengah saat pikirannya berkelana. "Melati bilang dia menyewa rumah dekat sini... tapi kenapa dia menghilang? Apa dia kembali ke Jakarta ? Tapi kenapa enggak bilang? Apa aku sudah tidak penting lagi baginya?" pikir Revan dengan hati yang semakin sesak.
Rasa cemas yang membuncah berubah menjadi keraguan, lalu menjadi kepedihan. Di dalam hatinya, ia merindukan Melati bukan hanya sebagai istri, tapi sebagai satu-satunya harapan di tengah malam-malam panjang tanpa cahaya.
Revan membayangkan wajah Melati—wajah yang dulu selalu memberi kekuatan. Namun kini bayangan itu terasa samar, seperti oase yang jauh dan tak terjangkau di tengah padang pasir yang membakar. Ia menunduk, jari-jarinya menggenggam erat Jeruji besi yang terasa dingin.
"Eh... Revan, ini sudah malam, lo kok belum tidur?!" tanya seorang napi berwajah sangar, jambang lebatnya menggantung, sementara codet hitam di dahinya membuat sorot matanya tambah tajam.
Revan mengangkat bahu sambil menggaruk-garuk kepala, wajahnya kusut. "Aku mikirin istriku, Bang. Tiga hari ini dia belum datang menjengukku. Aku takut terjadi sesuatu padanya Bang."
Bang Baron, sang napi yang duduk disampingnya, mengernyit, "Iya juga ya... Pantas tiga hari ini makan Bu kita nggak enak , hambar. Memangnya istrimu kemana, sih?"
Revan hanya bisa menggeleng lemah, "Aku juga nggak tau, Bang Baron."
Tiba-tiba, suara sinis menyelinap dari sudut ruangan. Seorang napi lain yang sejak awal terlihat tak menyukainya, menyela dengan nada mengejek, "Jangan-jangan istri elu udah ninggalin elu, nyari laki-laki yang jauh lebih baik daripada elu. Secara elo kan cuma napi!"
Mendengar itu, otot-otot Revan menegang, wajahnya meradang, matanya melotot, napasnya mulai tersengal. Dengan suara bergetar penuh amarah, ia menantang, "Sekali lagi elo ngebacot gue robek mulut lo! Lo ada masalah sama gue apa hahhh...?"
Kepalanya menunduk sedikit, tapi sorot matanya menyala, siap menghadapi siapa pun yang berani menantangnya.
"Elo berani sama gua!" Agaknya napi itu tak terima dengan bentakan Revan.
"Emang elu siapa, harus takut?"
Bang Baron yang sejak tadi melihat keributan itu segera melerai keduanya. "Revan, Malik, sudah, jangan nyari perkara, kalau penjaga tau kalian ribut. Mampus kalian berdua disiksa sama mereka. Sekarang tidur!"
Revan tertunduk. "Maaf Bang aku paling nggak suka ada yang merendahkan istriku."
"Ya sudah kalian tidur ini sudah malam, semoga besok istrimu datang membawakan makanan yang enak-enak buat kamu dan kita semua ikut kecipratan."
Revan mengangguk merebahkan tubuhnya diatas lantai dingin yang hanya dilapisi selembar koran lusuh. Kedua matanya sulit terpejam, bayangan Melati istrinya dan lima anaknya menari-nari di pelupuk matanya.
"Semoga tidak terjadi sesuatu sama kamu sayang, aku yakin kamu tidak akan meninggalkan aku dalam keadaan seperti ini."
***
Ruangan itu gelap, hanya diterangi lampu kecil yang menggantung di pojok, memancarkan cahaya redup dan membuat bayangan melompat-lompat di dinding yang penuh retak. Melati duduk di lantai yang dingin, tubuhnya terhimpit di sudut sempit. Tangannya bebas, namun kakinya terkunci dalam pasungan kayu besar yang kasar, membuatnya sulit bergerak bahkan untuk sekadar menggeser tubuhnya. Nafasnya berat, sesak oleh udara pengap yang menyelimuti ruangan itu.
Matanya yang merah dan sembab menatap putrinya yang tertidur pulas di pangkuannya, wajah mungil itu tampak damai tanpa tahu penderitaan yang tengah dialami ibunya. Hati Melati hancur, terasa seperti dihancurkan oleh seribu jarum tajam setiap kali ia memandang ke arah anaknya.
“Ya Allah, siapa yang tega melakukan ini?” bisiknya dengan suara serak, nyaris seperti merintih. Kepalanya tertunduk, hijab yang menutupi rambutnya terlihat kotor dan kusut. Ia menggenggam tangan putrinya perlahan, seolah ingin menahan dunia yang runtuh di sekitarnya.
Dalam kepalanya, pikiran kacau. “Apa ini perbuatan Dewi? Dimana aku sekarang? Kenapa aku bisa terjebak di sini, sendirian seperti ini?”
Yang dia ingat waktu itu, ia akan menjenguk Revan suaminya ditahanan, tiba-tiba sebuah mobil menghentikannya dan menyuruhnya masuk tanpa sadar bak terhipnotis dirinya mengikuti perintah seseorang dari dalam mobil. Begitu ia sadar ia sudah berada ditempat yang sempit dan pengap ini.
Gelisah dan takut bercampur menjadi satu, membuat dadanya terasa sesak tak tertahankan. Sekilas, ia menggigit bibir bawahnya hingga terasa perih, menahan keinginan untuk menangis.
"Mas Revan, tolong aku, tolong Ayana, dia masih terlalu kecil buat merasakan kegelapan seperti ini."
Ayana dalam pangkuannya menggeliat, bayi berusia 20 bulan itu kembali menangis.
"Cup! Cup ! Ayana haus ya?"
Melati mengeluarkan sumber nutrisinya dan memberikannya pada Ayana. "Ayo minum nak, meski bunda lapar tapi bunda nggak mau kamu kelaparan."
"Maem...maem," rengek Ayana.
"Ayana mau maem?"
Bayi gemoy dalam pangkuan Melati itupun mengangguk. Melati mengedarkan pandangannya, tatapannya tertuju pada piring yang berisi nasi serta tahu sebagai lauknya.
"Pake tahu mau?"
Ayana mengangguk, agaknya Ayana benar-benar kelaparan, nasi yang sedikit keras itupun masuk ke dalam mulut bayi itu.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari atas, Melati mendongak. Ia baru sadar jika ia berada di ruang bawah tanah.
Kedua mata Melati terbelalak.
"Dewi?"
Dewi tersenyum sinis. "Iya ini aku, kenapa? Kaget? Nggak nyangka aku bisa melakukan hal gila seperti ini? Apapun akan aku lakukan demi orang yang aku cintai, aku menginginkan suamimu dan kamu harus mati!"
Melati tertawa sumbang. "Sampai kapanpun kamu tidak pernah mendapatkan cinta suamiku, perempuan iblis!"
Dewi mengelilingi tubuh Melati yang terpasang, kemudian tatapan beralih pada sepiring nasi dengan lauk tahu yang tinggal beberapa suap.
"Aku nggak nyangka makanan itu masuk juga ke perut kamu, kamu tau, makanan itu awalnya akan aku kasih ke tikus tapi berhubung kalian lapar jadi aku berikan pada kalian, untung saja aku belum sempat menaruh racun tikus. Aku ingin kamu mati perlahan! Sekarang nikmatilah neraka dunia!"
Dewi tertawa liar sambil meninggalkan ruangan yang sempit dan pengap itu.
"Dewi! Suamiku tak akan membiarkan anak istrinya tersiksa seperti ini?"
Dewi menghentikan langkahnya kemudian memandang Melati dari atas. "Suamimu bisa apa? Selamanya suamimu akan membusuk dipenjara, kecuali, kamu berhasil membujuk suamimu agar suami perkasamu menikahiku! gimana kamu sanggup? Aku tunggu sampai besok pagi!"
"Jalang Murahan, lepasin aku!"
dari dulu kok melati trus yg nerima siksaan dan kjhtan,
Ini perempuan siapa lagi yang ganti nyulik Melati.
Kalau punya suami ganteng, mapan dan kaya banyak pelakor bersliweran pingin gantiin istri sah. Semoga Revan bisa nolong Melati dan anaknya. Kasihan......