Kania nama gadis malang itu. Kehidupan sempurnanya kemudian berantakan setelah sang ibu meninggal dunia. Ayahnya kemudian menikahi janda beranak satu di desanya. Kehidupan bahagia yang sempat dirasakannya di masa lalu terasa seperti barang mewah baginya. Kania nama gadis malang itu. Demi menutupi utang keluarganya, sang ayah bahkan tega menjualnya ke seorang rentenir. Pernikahannya bersama rentenir tua itu akan dilaksanakan, namun tiba-tiba seorang pria asing menghentikannya. " Tuan Kamal, bayar utangmu dulu agar kau bebas menikahi gadis mana pun", pria itu berucap dingin. Hari itu, entah keberuntungan atau kesialan yang datang. Bebas dari tuan Kamal, tapi pria dingin itu menginginkan dirinya sebagai pelunas utang. Kania nama gadis itu. Kisahnya bahkan baru saja dimulai
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yourfee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
Edward Lamos meninggalkan gadis itu. Ia kemudian memasuki kamarnya. Kenapa tuan mau menikahiku? Pertanyaan gadis itu terngiang-ngiang di kepalanya. Apa alasan sebenarnya? Saat pertama kali melihat gadis itu Edward sedikit tersentak. Gadis itu sangat mirip ibunya. Ibunya yang telah lama meninggal.Kerinduaanya pada sang ibu sedikit terobati melihat wajah gadis itu.Lagipula, dari beberapa interaksinya dengan keluarga Kania kemarin, ia tau gadis itu dibenci keluarganya. Yah Edward Lamos tidak mungkin salah menduga. Ayah gadis itu bahkan tanpa ragu menjawab iya ketika diiming-imingi uang oleh Edward. Belum lagi Ibu dan kakak tiri gadis itu. Kakak tiri yang dandanannya seperti badut itu. Edward geli sekali mengingat sikap centil gadis itu. Tatapan Edward menerawang jauh. Apakah keputusan yang diambilnya kali ini adalah yang terbaik? Ia berharap ia menikah sekali seumur hidup. Mulutnya komat-kamit berdoa agar Tuhan mengabulkan keinginannya. Apakah gadis itu adalah orang yang tepat? Edward Lamos yatim piatu. Ia bahkan tak tau rupa ayahnya. Ibunya meninggal dunia saat usianya 19 tahun.Hidupnya kemudian berantakan.Mabuk-mabukkan adalah hal yang sangat wajar baginya. Ia bahkan pernah hampir mati di tangan seorang preman mabuk yang tak henti-hentinya meminta uang padanya. Edward Lamos babak belur ketika ditolong oleh seorang wanita paruh baya, Ibu Elen. Ah wanita baik itu bahkan merawat lukanya sampai sembuh. Berkat dukungannya , Edward Lamos bisa sesukses ini. Wanita itu merawatnya tanpa pamrih, memberikan dukungan moral padanya. Ibu satu anak itu bahkan membujuknya untuk melanjutkan kuliah. Jadilah Edward Lamos kuliah di tempat yang sama dengan putra Ibu Elen, Felix Senav. Laki-laki yang kemudian menjadi tangan kanannya hingga saat ini. Eh tunggu, apakah Felix dan Ibu Elen sudah tau tentang pernikahannya? Edward Lamos menarik napas kasar. Huft, urusannya akan semakin ribet ke depannya. Dua orang itu pasti akan mencecarnya dengan pertanyaan-pertanyaan heboh, persis wartawan. Ah sudahlah nanti dipikirkan. Edward Lamos berusaha keras mengabaikan pikiran-pikirannya. Kantuk mulai menguasainya. Matanya perlahan tertutup ketika ponselnya berdering. Edward Lamos mengumpat kasar. Siapa yang menghubunginya? Pria itu mulai mengangkat telponnya, menempelkan benda pipih itu ke telinga kanannya dengan malas-malasan.
"Halo, kenapa kau selalu mengg-
"KAU DI MANA SETAN?" Felix Senav berteriak penuh amarah. Kekesalan yang ditumpuk sejak kemarin diluapkan hari ini.Ia bahkan tak mengizinkan atasan tak tau diri itu untuk berbicara sampai tuntas. Jarang sekali Felix marah-marah seperti itu. Kali ini, ia bahkan tidak bisa mengontrol emosinya.
"Aku ada urusan mendadak, kenapa kau menghubungiku? Apa kau tau sebentar lagi aku akan tidur. Mengganggu saja". Edward Lamos berucap tanpa beban. Tidak tau kepala lawan bicaranya mungkin saja sudah berasap saking kesalnya.
"TIDUR KATAMU? Heh sialan, tunjukkan sedikit tanggung jawabmu sebagai atasan. Kau tau hari ini ada klien penting yang ingin bertemu secara langsung denganmu?" Felix berusaha untuk tidak berteriak lagi.
"Huft, sebenarnya kemarin kau ke mana? Ibu sangat cerewet menanyakan keadaanmu. Aku bahkan harus berbohong agar wanita tua itu diam". Edward Lamos terkekeh pelan. Wanita itu selalu saja mengkhawatirkannya.
"Heh apa kau dengar pertanyaanku?"
"Hah heh hah heh, kau sangat tidak sopan dengan atasanmu, Felix". Edward berusaha menyulut api kemarahan Felix. Senang sekali mendengar pria itu marah-marah.
"Kau tidak pantas disopani, Edward Lamos kukatakan sekali lagi kau tidak pantas disopani". Felix takut interaksinya dengan Edward membuat umurnya semakin pendek.
"Kemarin kau ke mana". Kali ini Felix bertanya dengan sedikit lembut.
"Aku menikah". Jawabnya enteng.
"TUTUP MULUT SIALANMU ITU, EDWARD LAMOS".
"Ckkk kenapa kau tidak percaya? Tenang saja, sebentar lagi kau akan bertemu dengan istriku". Sahut Edward santai walau ia tau pria di seberang sana tengah memakinya habis-habisan.
"Ed, tolonglah aku sangat lelah menghadapimu". Suara Felix terdengar lelah.
"Aku tidak lelah". Jawab Edward enteng.
"Ya tentu saja, bodoh. Kau yang selalu membuatku naik darah. Ckkkk, kalau bukan karena masalah kantor, menyesal sekali aku menghubungimu. Kenapa kau hobi sekali membuatku marah? Kalau kakakmu meninggal bagaimana?".
"Ya tinggal ditangisi apa susahnya?" Ceplos Edward asal. Pintar sekali menjawabnya.
"Kau yakin? Kau akan baik-baik saja jika aku mati? Kau cari saja manusia mana yang sesabar diriku. Satu hari bekerja denganmu saja mungkin orang itu akan kabur. Lalu sekarang dengan entengnya kau bilang kau sudah menikah. Kau pikir ada wanita yang tahan tinggal satu atap denganmu selain ibu? Ibu saja bahkan sering mengeluhkan kelakuanmu yang seperti setan itu. Sudahlah, kau tidak usah menikah aku terlalu kasihan pada gadis manapun yang akan menjadi adik iparku. Jika ibu bertanya, katakan saja kau pria tidak normal". Kesal Felix. Pria itu bahkan bicara panjang lebar tanpa titik koma. Sedikitpun ia tak memberi kesempatan kepada Edward untuk membantah kalimat yang sejak dulu ingin diucapkan.
"Apa maksudmu? Aku pria normal Felix. Memangnya kau mau punya adik yang menyukai sesama jenis. Kalau aku menyukaimu bagaimana?"
Ya Tuhan aku lelah sekali, batin Felix.
"TUTUP mulutmu sialan. Bisakah sedikit saja kau tidak membantahku? Aku kakakmu dan kau sedikitpun tidak pernah menghargaiku atau memanggilku kakak. Aihh, aku iri sekali pada orang lain yang begitu disayang adiknya". drama sekali si Felix, batin Edward mencemooh. Tidak sadar bahwa ia lebih parah dari kakaknya.
"Ya tapi kau juga tidak pernah menghargaiku sebagai adik. Aku juga sangat iri pada orang-orang yang begitu disayang kakaknya".
"Heh aku selalu menghargaimu, kau saja yang kurang bersyukur". Felix membela diri.
"Kau bahkan terlihat seperti tidak menyayangiku lagi. Dulu kau selalu memeluk dan menciumku. Sekarang? Kau hanya melakukan hal itu pada ibu. Benar-benar pilih kasih".
"Ya sudah nanti aku akan menciummu sampai bibirku kebas. PUAS?"
"Benarkah? Aku tunggu itu kakakku sayang". Edward melembutkan suaranya yang membuat pria di seberang sana ingin muntah.
"Aku tutup dulu panggilannya". Felix mematikan ponselnya sebelum pria itu sempat berbicara.
mungkin memang zaman sdh Berubah jd Hal seperti itu lumrah. pdhl kn wanita bersuami tp mau berdua dng lelaki lain di antar pulang🤣🤣🤣. jd kyak murahan dong.