Felisha harus terjebak dengan kesepakatan yang tidak bisa ditolaknya demi membantu keluarganya di kampung.
" Ingat, kamu harus menutup mata, telinga bahkan mulutmu selama kesepakatan itu berlangsung." ucap alvino.
" Ya aku akan selalu mengingatnya." patuh felisha.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vennyrosmalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 07
Alvino sampai dirumah pukul 6 petang. Saat menyimpan mobil di garasi, dia melihat mobil papanya sudah terparkir.
"Dari mana kamu?"
Alvino menghentikan langkahnya yang lebar menuju tangga. Dia berbalik dan melihat sang papa sudah berdiri sambil bersedekap dada.
"Pulang sekolah lah pa." jawab alvino ketus.
"Papa dengar kamu ikut pelajaran tambahan." ucap papa hendra.
"Hmm."
Alvino malas sekali berbasa basi dengan papanya. Sedari dulu mereka tidak pernah bicara panjang lebar.
"Bagus, papa harap kamu bisa memperbaiki nilai-nilai kamu."
"Ya aku akan menuruti semua keinginan papa asal papa juga mau menuruti permintaan vino." tutur alvino.
Papa hendra diam, dirinya sedang mencerna permintaan putranya saat ini.
"Permintaanmu untuk menjalani hobimu di bidang seni begitu." tebak papa hendra.
"Itu salah satunya, papa tahu permintaan yang paling aku inginkan."
Deg.
Papa hendra seketika merubah raut wajahnya, tangannya turun dan mengepal kuat untuk menahan amarah yang tiba-tiba muncul begitu saja.
"Jangan harap papa akan menuruti permintaan konyolmu itu vino!" bentak papa hendra.
"Ck konyol, papa sebut permintaan ku untuk bertemu mama konyol." Alvino menggelengkan kepalanya.
"Jangan sebut dia dengan panggilan mama!" suara Papa Hendra semakin meninggi.
"Dia mamaku, aku berhak untuk bertemu dengannya pa!" suara Alvino tak kalah tinggi.
Pembantu di rumah itu kembali melihat perdebatan tuannya dengan anak laki-lakinya. Mereka sudah terbiasa dengan keadaan seperti saat ini.
"Cukup Vino, Papa tegaskan kamu tidak akan pernah bertemu dengan dia!" ucap Papa Hendra tegas.
Kemudian Alvino berbalik untuk melanjutkan langkahnya menuju kamarnya.
"Alvino, papa belum selesai bicara."
Suara Papa Hendra tidak di hiraukan oleh Alvino. Dia sudah tidak mau berdebat dengan Papanya yang tetap tidak memperbolehkannya bertemu dengan ibu kandungnya.
Bruk.
Alvino menutup pintu dengan kencang, dia melempar tas sekolahnya dengan sembarang.
Kekesalannya semakin jadi pada Papa Hendra yang tidak mau menuruti permintaanya.
"Aku hanya ingin bertemu Mama." gumam Alvino.
Keluarga Mahendra memang sempurna jika orang melihat dari luarnya. Harta yang banyak, nama baik yang selalu menjadi image keluarga terpandang itu.
Namun tidak ada yang tahu bagaimana kehidupan orang-orang di dalam keluarga tersebut. Terutama bagi Alvino dan Papa Mahendra.
Alvino tumbuh tanpa kasih sayang dari ibu kandungnya. Bukan karena ibu nya telah tiada, melainkan ibu nya pergi entah kemana.
Awalnya alvino hanya tahu jika sang Mama pergi meninggalkannya. Namun semakin dia tumbuh dewasa, Alvino baru mengetahui fakta sebenarnya.
Ibunya bukan pergi meninggalkannya, namun ibunya di usir oleh sang Papa yang alvino sendiri belum tahu pasti apa alasannya.
Pernah Alvino bertanya baik-baik pada Papa Hendra namun yang dia dapatkan hanya perkataan kasar dari papanya.
Di saat sedih seperti ini, Alvin melangkahkan kaki menuju ruangan pribadi miliknya.
"Ma, vino mau ketemu mama. Mama dimana." lirih Alvino.
Sebuah figura berukuran besar yang Alvino cetak dan dia simpan di ruangan pribadi ini. Hanya dia yang tahu tempat ini, karena pintu ruangan itu selalu dia kunci.
Dimana Alvino bisa memiliki foto sang mama. Dia tidak sengaja melihat album foto milik pamannya, ayah gina.
Disana ada foto seorang wanita muda yang menggendong bayi kecil, yang diketahui Alvino jika bayi itu adalah dirinya.
Dengan mendesak paman dan bibinya untuk bercerita siapa wanita itu, akhirnya Alvino tahu wajah wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini.
"Mama dimana?" lirih Alvino lagi.
...****************...
Malam ini felisha bekerja di temani oleh sahabatnya gina. Memang seringkali gina menemaninya bekerja. Tapi gina tidak sendiri, dia tentu di antar oleh supir.
Felisha sibuk menata barang yang sudah habis dan mengecek beberapa produk yang mendekati tanggal kadaluarsa.
"Jadi alvin benar-benar belajar dengan baik?" tanya gina.
Dia berdiri sambil meminum satu kotak susu pisang kesukaannya.
"Iya gina, dan aku fikir vino tidak bodoh seperti yang terlihat." ungkap Felisha.
Gina mengangguk-anggukan kepalanya. Memang sebenarnya dia juga curiga kalau sepupunya itu hanya pura-pura bodoh.
Tapi karena dia tidak mau ikut campur masalah Alvino, Gina jadi abai juga dengan segala hal mengenai sepupunya.
Padahal Alvino sering datang ke rumahnya untuk sekedar bertemu dengan ayah dan ibunya, tidak lupa Alvino juga sering numpang makan di rumahnya.
"Syukurlah kalau seperti itu, yang penting dia juga baik sama kamu." ucap Gina.
"Iya, aku juga gak nyangka dia bakal nganterin.. Eh."
Gina yang tadinya berdiri kini ikut berjongkok dengan felisha. Dia penasaran dengan perkataan terakhir sahabatnya.
"Alvin nganterin siapa?" desak Gina.
"Itu, dia nganterin."
"Alvin nganterin kamu pulang kan." tebak Gina.
Mau tidak mau felisha mengangguk, lagipula dia tidak pernah bisa berbohong pada Gina.
"Waahh, tumben banget dia peduli sama orang, cewek lagi."
Seingat Gina, Alvino adalah laki-laki yang tidak peduli dengan keadaan sekitar kecuali orang-orang terdekatnya.
"Mungkin karena aku udah ngajarin dia belajar, jadi dia baik juga sama aku." ucap Felisha.
Gina memicingkan kedua matanya menatap Felisha curiga.
"Ka kamu kenapa Gina?" Felisha merasa tersudut dengan tatapan Gina.
"Aku merasa ada bumbu-bumbu cinta yang akan bersemi."
"Ikh kamu ini, jangan berfikir macam-macam. Hal seperti itu tidak mungkin."
Felisha kemudian berdiri karena ada pelanggan yang masuk ke minimarket.
...****************...