NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Pendekar Dewa : Kehidupan Kedua Dunia Yang Berubah

Reinkarnasi Pendekar Dewa : Kehidupan Kedua Dunia Yang Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Kelahiran kembali menjadi kuat / Epik Petualangan / Fantasi / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Reinkarnasi
Popularitas:98.6k
Nilai: 5
Nama Author: Boqin Changing

Lanjutan dari novel Reinkarnasi Pendekar Dewa

Boqin Changing, pendekar terkuat yang pernah menguasai zamannya, memilih kembali ke masa lalu untuk menebus kegagalan dan kehancuran yang ia saksikan di kehidupan pertamanya. Berbekal ingatan masa depan, ia berhasil mengubah takdir, melindungi orang-orang yang ia cintai, dan menghancurkan ancaman besar yang seharusnya merenggut segalanya.

Namun, perubahan itu tidak menghadirkan kedamaian mutlak. Dunia yang kini ia jalani bukan lagi dunia yang ia kenal. Setiap keputusan yang ia buat melahirkan jalur sejarah baru, membuat ingatan masa lalunya tak lagi sepenuhnya dapat dipercaya. Sekutu bisa berubah, rahasia tersembunyi bermunculan, dan ancaman baru yang lebih licik mulai bergerak di balik bayang-bayang.

Kini, di dunia yang telah ia ubah dengan tangannya sendiri, Boqin Changing harus melangkah maju tanpa kepastian. Bukan lagi untuk memperbaiki masa lalu, melainkan untuk menghadapi masa depan yang belum pernah ada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mutiara Gerbang Dimensi

Di saat keheningan mencekam itu belum juga terurai, Tetua Ai akhirnya melangkah maju selangkah. Wajahnya tampak berat, seolah keputusan yang akan ia ucapkan bukan sekadar kata-kata biasa, melainkan palu yang akan meremukkan kesombongan dan ketidaktahuan.

“Tuan Kota, Ji Wei,” ucap Tetua Ai akhirnya, suaranya tenang namun sarat tekanan, “sudah cukup.”

Semua mata tertuju padanya. Tetua Ai menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, tatapannya beralih sejenak ke arah Boqin Changing, lalu kembali ke Ji Wei.

“Misi pemberantasan siluman di Hutan Lembah Embun… telah selesai.”

Ji Wei mengernyitkan dahi. Kebingungan jelas terpancar di wajahnya.

“Selesai?” ulangnya pelan. “Bukankah Sekte Awan Putih baru sebatas mengintai? Itulah laporan terakhir yang kuterima.”

Ia menoleh ke arah Tetua Yu, lalu kembali menatap Tetua Ai.

“Jika ancaman siluman benar-benar besar,” lanjut Ji Wei dengan nada serius, “kita masih punya waktu untuk meminta bantuan sekte lain. Kota Kashgar tidak boleh jatuh hanya karena kita terlambat bertindak.”

Tetua Ai menggeleng pelan.

“Tidak perlu,” katanya singkat.

Dua kata itu membuat Ji Wei terdiam.

“Tidak perlu?” tanyanya, kini benar-benar tidak mengerti.

Tetua Ai menegakkan tubuhnya. Kali ini, suaranya terdengar lebih dalam, lebih berat, seolah setiap suku kata membawa gema kematian.

“Karena ribuan siluman di Hutan Lembah Embun… telah mati terbunuh.”

Suasana aula langsung berubah.

“Termasuk,” lanjut Tetua Ai tanpa jeda, “Binatang Suci yang memimpin mereka.”

Jantung Ji Wei serasa berhenti berdetak.

“Apa… apa itu benar?” ucapnya terkejut, matanya melebar. Raut wajahnya yang sebelumnya penuh wibawa kini dipenuhi keterkejutan yang tak bisa disembunyikan. “Kalau begitu… siapa pendekar yang membantu Sekte Awan Putih?” tanyanya antusias, napasnya terdengar sedikit lebih cepat.

Tanpa berkata apa-apa, Tetua Ai memutar tubuhnya. Pandangannya langsung tertuju ke arah dua sosok yang sejak tadi duduk dengan tenang, seolah semua kekacauan ini sama sekali tidak menyentuh mereka.

Boqin Changing dan Sha Nuo. Ji Wei mengikuti arah pandangan itu dan tertegun.

“Me-mereka?” gumamnya nyaris tak percaya.

Sebelum ia sempat mencerna lebih jauh, suara tawa sinis terdengar dari lantai aula.

“Itu bohong!” teriak Ji Yayi yang baru saja berdiri dengan tubuh masih gemetar. Wajahnya merah padam, matanya penuh amarah dan rasa malu yang tercampur. “Tetua Ai pasti mengarang cerita! Kalian ingin menipu ayahku, meminta bayaran lebih besar!”

Ucapannya memantul keras di aula.

Sha Nuo memiringkan kepalanya, lalu mendekat sedikit ke arah Boqin Changing. Ia berbisik dengan suara rendah namun sarat niat buruk,

“Aku benar-benar ingin merobek mulut bocah itu.”

Boqin Changing tertawa kecil. Suaranya pelan, nyaris santai, kontras dengan ketegangan yang menyelimuti ruangan.

“Aku juga memikirkan hal yang sama,” balasnya ringan. “Tapi tunggulah sebentar lagi… mungkin akan ada pertunjukan yang menarik.”

Sha Nuo menyeringai tipis.

Di sisi lain, Tetua Ai menghela napas panjang. Seolah beban yang selama ini ia pikul akhirnya harus dilepaskan. Ia menatap Ji Wei, lalu Ji Yayi, dengan sorot mata yang serius.

“Karena kalian tampaknya belum mengerti,” kata Tetua Ai perlahan, “izinkan aku memperkenalkan mereka secara resmi.”

Ia melangkah setengah langkah ke samping, mengangkat tangannya ke arah Sha Nuo terlebih dahulu.

“Yang ini,” ujarnya, “adalah Tuan Nuo. Seorang pendekar tangguh… dan juga pelayan setia dari pemuda di sampingnya.”

Alis Ji Wei terangkat. Fakta itu saja sudah cukup membuat pikirannya bergejolak. Lalu Tetua Ai berbalik ke arah sosok yang sejak awal menjadi pusat badai.

“Dan pemuda di samping Tuan Nuo ini,” lanjut Tetua Ai, suaranya semakin dalam, “aku yakin… Tuan Kota pasti pernah mendengar namanya.”

Aula sunyi total. Tetua Ai berhenti sejenak, membiarkan ketegangan menumpuk, lalu mengucapkan nama itu dengan perlahan, jelas, dan dramatis.

“Dewa Kematian, Boqin Changing.”

Nama itu jatuh seperti petir. Wajah Ji Wei memucat seketika. Matanya membelalak, napasnya tercekat.

Sementara Ji Yayi… tubuhnya membeku, darah di wajahnya surut, dan untuk pertama kalinya, ketakutan sejati menggerogoti hatinya. Ia segera mengeluarkan sebuah sketsa wajah Dewa Kematian yang pernah tersebar di Kekaisaran Qin beberapa tahun lalu dari cincin ruangnya. Benar saja wajah Dewa Kematian, Boqin Changing benar-benar mirip dengan pemuda di depannya.

Ji Yayi gemetar ketakutan. Ia baru saja menodongkan pedang… kepada Dewa Kematian beberapa waktu lalu...

Ji Wei memandang putranya yang gemetar hebat, lalu melihat sketsa wajah seorang pemuda di tangan Ji Yayi, dan akhirnya mengalihkan pandangannya kembali ke wajah pemuda yang sejak tadi duduk dengan tenang itu.

Wajah itu…Tenang. Dingin. Sama persis dengan wajah orang yang membuat seluruh Kekaisaran Qin bergetar. Saat itu, Ji Wei merasa tenggorokannya tercekat.

“Jadi… itu benar…” gumamnya lirih, hampir seperti bisikan yang hanya ia dengar sendiri.

Ia memang tidak pernah bertemu langsung dengan Boqin Changing. Namun siapa di Kekaisaran Qin yang tidak pernah mendengar namanya? Nama itu bukan sekadar legenda, melainkan mimpi buruk bagi semua pendekar aliran hitam.

Pendekar yang dianggap paling kuat di Kekaisaran Qin. Sosok yang pernah menghancurkan satu kota hanya dalam satu malam. Ia juga tokoh utama di balik runtuhnya Kelompok Tengkorak Hitam, kelompok aliran hitam   yang selama bertahun-tahun menebar kekacauan, pembantaian, dan pemberontakan di seluruh wilayah kekaisaran. Yang terpenting… Sosok yang dikenal tidak memiliki belas kasihan kepada musuh-musuhnya.

Ji Wei menelan ludah. Baru saja… Putranya sendiri telah menghunus pedang ke arahnya. Bahkan mencoba menusuknya.

Keringat dingin langsung membasahi punggung Ji Wei. Lututnya terasa lemas, meski ia memaksa tubuhnya tetap berdiri tegak sebagai Tuan Kota Kashgar.

Ini benar-benar gila… Apa yang baru saja kami lakukan…?

Ia membayangkan kemungkinan terburuk. Satu gerakan salah. Satu kata yang keliru. Kota Kashgar bisa lenyap dari peta, persis seperti kota yang pernah dihancurkan Boqin Changing bertahun-tahun lalu.

Di sisi lain aula, Ji Yayi terlihat semakin pucat. Tangannya yang memegang sketsa itu gemetar hebat, hingga kertasnya hampir terlepas dari genggaman. Kakinya terasa lemas, seolah seluruh keberaniannya sebelumnya hanyalah ilusi yang kini hancur berkeping-keping.

Boqin Changing melirik mereka sekilas. Tatapannya datar, tanpa emosi, seolah kekacauan batin yang melanda Ji Wei dan Ji Yayi hanyalah pemandangan biasa baginya.

Tatapan itu justru membuat Ji Wei semakin yakin. Tidak salah lagi. Pemuda ini benar-benar Boqin Changing.

Dalam sekejap, Ji Wei mengambil keputusan. Sebagai seorang ayah, hatinya dilanda kepanikan. Namun sebagai Tuan Kota Kashgar, ia tahu satu-satunya jalan untuk menyelamatkan semuanya.

Dengan gerakan cepat namun penuh hormat, Ji Wei melangkah maju, lalu menangkupkan kedua tangan dan membungkuk dalam-dalam ke arah Boqin Changing.

“Pendekar Chang,” ucapnya dengan suara tegas namun jelas mengandung kegugupan, “aku, Ji Wei, Tuan Kota Kashgar… memohon maaf yang sebesar-besarnya.”

“Kami telah gagal menyambut kedatangan Tuan dengan layak,” lanjut Ji Wei, masih dalam posisi membungkuk. “Kebodohan dan ketidaktahuanku telah menyebabkan kesalahpahaman yang tidak seharusnya terjadi.”

Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menundukkan kepalanya lebih rendah.

“Dan mengenai perilaku anakku…” suaranya sedikit bergetar, “itu sepenuhnya adalah kesalahanku sebagai ayah yang gagal mendidiknya dengan baik.”

Ji Wei lalu menoleh tajam ke arah Ji Yayi.

“Yi’er!” bentaknya.

Ji Yayi tersentak. Tubuhnya gemetar hebat.

“Berlutut!” perintah Ji Wei tanpa ragu.

Tanpa berani membantah, Ji Yayi langsung menjatuhkan dirinya ke lantai aula. Suara lututnya menghantam lantai terdengar jelas di tengah keheningan.

“A-aku… aku mohon ampun, Tuan Boqin Changing…” ucap Ji Yayi dengan suara bergetar, kepalanya tertunduk dalam-dalam, sama sekali tak berani menatap wajah Boqin Changing. “Aku bodoh… aku tidak tahu siapa Tuan… aku...”

“Cukup.”

Satu kata itu keluar dari mulut Boqin Changing dengan nada datar.

Namun satu kata itu saja sudah cukup membuat seluruh orang di aula membeku. Ji Yayi langsung terdiam, mulutnya terbuka tanpa suara. Ji Wei pun menahan napas.

Boqin Changing akhirnya berdiri dari kursinya. Gerakannya tenang, santai, namun setiap langkahnya seolah menekan napas semua orang di ruangan itu.

Ia memandang Ji Wei, lalu melirik Ji Yayi yang berlutut di lantai.

“Seperti yang aku sampaikan sebelumnya,” ucap Boqin Changing pelan, “dimana kau simpan mutiara itu?”

Kata-katanya terdengar ringan… Namun maknanya membuat jantung semua orang berdegup kencang. Sha Nuo di sampingnya menyeringai tipis, matanya memancarkan kesenangan yang dingin.

Ji Yayi tersentak hebat saat pertanyaan itu dilontarkan. Seolah baru tersadar dari mimpi buruk, ia mengangkat kepalanya sedikit, wajahnya pucat pasi, bibirnya bergetar tanpa suara.

“M-mut… mutiara itu…?” gumamnya lirih, nyaris tak terdengar.

Tatapan Boqin Changing tak berubah. Datar. Tenang. Namun justru ketenangan itulah yang membuat tekanan di aula semakin menyesakkan.

Ji Wei langsung menoleh tajam ke arah putranya.

“Yi’er!” bentaknya rendah namun penuh ancaman. “Apa pun yang diminta Pendekar Chang… keluarkan sekarang juga!”

Tubuh Ji Yayi bergetar semakin hebat. Ia tidak berani menunda sedetik pun. Dengan tangan gemetar, ia segera menggerakkan cincin ruang di jarinya.

Wush....

Sebuah benda kecil muncul di telapak tangannya. Itu adalah sebuah mutiara berwarna keabu-abuan, sekilas tampak biasa saja. Namun jika diperhatikan lebih saksama, permukaannya seolah beriak halus, seperti kabut tipis yang terperangkap di dalam kaca. Ruang di sekitarnya tampak hampir tak kasatmata, seakan keberadaannya saja sudah cukup untuk mengganggu kestabilan dunia di sekelilingnya.

Ji Yayi menelan ludah. Dengan kedua tangan terangkat tinggi-tinggi, ia buru-buru menyodorkan mutiara itu ke arah Boqin Changing, bahkan tidak berani mendekat terlalu jauh.

“I-ini… ini yang Tuan maksud…” ucapnya tergagap. “A-aku… aku hanya menyimpannya… aku bersumpah tidak tahu kegunaannya…”

Suasana aula kembali sunyi. Boqin Changing melangkah maju satu langkah. Semua orang refleks menahan napas. Ia mengulurkan tangan dan mengambil mutiara itu dari telapak tangan Ji Yayi tanpa sedikit pun emosi di wajahnya.

Begitu mutiara itu berpindah tangan, Ji Yayi seperti kehilangan seluruh tenaga di tubuhnya. Bahunya ambruk, napasnya terengah, seolah baru saja lolos dari tepi jurang kematian.

Boqin Changing memandang mutiara itu sejenak. Tidak ada kilatan cahaya. Tidak ada ledakan aura. Namun di mata Boqin Changing, benda kecil itu bersinar jauh lebih terang daripada harta apa pun.

Di dalam hatinya, sebuah suara bergema pelan, sarat kepuasan yang nyaris tak terlihat di wajahnya.

“Mutiara Gerbang Dimensi… Sungguh beruntung aku bisa kembali memilikinya…”

1
Vanz Gao
Super Master Nuo 😅😅😅
HINATA SHOYO
lanjuttt gasspolllllll crazy up thorr
budiman_tulungagung
satu mawar 🌹
Ipung Umam
lanjutkan terus menerus 👍🏻
Ipung Umam
mantap thor 👍🏻👍🏻
Nanik S
Dapatkah Shang Mu mendapat Jawaban tentang Anaknya
Nanik S
Dasar Sha Nuo... selalu saja bikin seru 👍👍
zkr junior
jadi kurang seru ini, nyari seseorang yg gk jelas,
Pims Sinung Mulia
makin akrab dengan Paman Nuo , jadi salah satu character favorite ini orang. Gmna ntar jika ketemu Gao Rui, apakah bkal diisengi ini si Gao Rui di pendekar naga bintang.
zkr junior
jadi kurang seru
Mamat Stone
teruskan Thor

💥💥💥💥
Mamat Stone
nanggung banget Thor
🔥🔥🔥
ira citra
luar biasa
Anonymous
lanjuttkaaannn
John Travolta
mantul
John Travolta
lagiiiii 😍
hamdan
super sekali
hamdan
mantulita
Duroh
lagi thor
Joko
gasssssss
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!