Nayla hidup dalam pernikahan penuh luka, suami tempramental, mertua galak, dan rumah yang tak pernah memberinya kehangatan. Hingga suatu malam, sebuah kecelakaan merenggut tubuhnya… namun tidak jiwanya.
Ketika Nayla membuka mata, ia terbangun di tubuh wanita lain, Arlena Wijaya, istri seorang pengusaha muda kaya raya. Rumah megah, kamar mewah, perhatian yang tulus… dan seorang suami bernama Davin Wijaya, pria hangat yang memperlakukannya seolah ia adalah dunia.
Davin mengira istrinya mengalami gegar otak setelah jatuh dari tangga, hingga tidak sadar bahwa “Arlena” kini adalah jiwa lain yang ketakutan.
Namun kejutan terbesar datang ketika Nayla mengetahui bahwa Arlena sudah memiliki seorang putra berusia empat tahun, Zavier anak manis yang langsung memanggilnya Mama dan mencuri hatinya sejak pandangan pertama.
Nayla bingung, haruskah tetap menjadi Arlena yang hidup penuh cinta, atau mencari jalan untuk kembali menjadi Nayla..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erunisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Davin berdiri tegak di samping dokter, wajahnya tegang, sedangkan Nayla hanya duduk dengan tangan gemetar di pangkuan.
Arlena sudah menjalani pemeriksaan dan tinggal menunggu hasil, Nayla merasa mungkin akan ketahuan kalau yang didalam tubuh cantik ini bukan Arlena, karena Nayla mengingat pemeriksaan yang begitu lengkap.
Dokter tersenyum ramah sambil menutup map hasil MRI.
“Secara keseluruhan, Ibu Arlena tidak mengalami gangguan apa pun. Tidak ada tanda gegar otak, tidak ada kerusakan jaringan otak, dan hasil kognitifnya juga normal. Ini sangat baik.”
Davin mengernyit. “Tapi dia… berubah.”
Dokter menatap Nayla, lalu kembali pada Davin.
“Perubahan kepribadian bisa terjadi karena tekanan emosional atau trauma ringan, bukan fisik. Namun secara medis, Ibu Arlena sehat.”
Nayla lega setengah mati.
Davin? Justru semakin bingung.
Tapi ketika dokter sudah keluar ruangan, Davin memegang tangan Nayla dan menatapnya lembut.
“Yang penting kamu sehat,” ujar Davin.
“Tapi perubahanmu tetap… aneh. Dan jujur… aku lebih suka kamu yang sekarang.”
Nayla hanya bisa menunduk, menyembunyikan wajah yang memanas.
Keesokan harinya, rumah menjadi lebih hidup.
Arlena yang kini lebih ceria dan bahkan Arlena tidak lagi menolak saat Xavier mengajaknya bermain, Davin yang melihat hal itu semakin merasa jatuh cinta lagi ke istrinya, bahkan sejak jatuh dari tangga, tidak ada lagi kata cerai dari mulut Arlena.
"Tuan, ada nyonya datang." kata pelayan memberitahu Davin dan Arlena yang sedang berada didalam tenda bersama Xavier melongok keluar untuk bertanya ke Davin.
"Siapa yang datang?" tanya Arlena.
"Ibu." jawab Davin
"ibu?" Nayla mengulang jawaban Davin.
"iya..ibu aku." jawab Davin, biasanya jika ibunya Davin datang itu adalah sebuah mimpi buruk bagi Arlena.
Tapi hari ini berbeda.
Begitu mendengar kabar kedatangan mertuanya, Nayla langsung berdiri panik. “Ibu datang? Aku harus apa?" Nayla langsung panik.
Pelayan sampai bingung melihat Nyonya rumah yang terlihat panik.
“Nyonya… biasanya Ibu hanya duduk dan main ponsel,” lirih salah satu pelayan.
Nayla malah semakin panik mendengarnya.
"Apa? Kamu serius? Aku sejahat itu?" belum sempat pelayan menjawab pertanyaan Arlena, Nyonya Ayu masuk ke ruang tamu dengan langkah mantap.
Wajahnya tegas seperti biasa, dagu terangkat, matanya tajam mengamati keadaan rumah.
“Len.”
Sapa Ayu datar.
Biasanya Arlena hanya melambaikan tangan tanpa menoleh.
Tapi Nayla cepat-cepat berdiri dan tersenyum sopan.
“Ibu, silakan duduk. Mau teh hangat? Saya buatkan, ya.”
Semua pelayan langsung tercengang.
Bu Ayu bahkan membeku.
Matanya sempat melirik Davin, memastikan ia tidak sedang berhalusinasi.
“Kamu… mau membuat teh sendiri?”
Nada suara Ayu tidak percaya sama sekali.
Nayla mengangguk polos. “Boleh kan, Bu? Ibu suka teh apa, aku buatkan ya?”
Bu Ayu semakin syok.
Biasanya Arlena bahkan tidak tahu mertuanya minum atau tidak di rumahnya.
Dan ketika Nayla membawakan teh hangat dengan tangan sendiri, bukan pelayan, Bu Ayu menatap menantunya seolah sedang melihat orang baru.
“Kenapa kamu tidak pakai perhiasanmu?” tegur Bu Ayu pelan.
Barulah Nayla sadar, Arlena biasanya memakai gelang, anting berlian besar, make-up tebal, dan pakaian mahal yang heboh.
Sekarang?
Ia hanya memakai baju rumahan lembut, tanpa make-up, dan rambut diikat santai.
“Oh… saya nyaman begini, Bu.”
Jawab Nayla gugup.
Bu Ayu memicingkan mata. “Biasanya kamu tidak bisa hidup tanpa high heels dan bulu mata palsu.”
Davin dari jauh hanya bisa mengelus tengkuk.
Suasana ini semakin membuatnya pusing sekaligus… lega.
Arlena sekarang lebih hangat. Lebih halus. Lebih… cocok sebagai istri.
Sementara itu, Nayla duduk gelisah, takut salah bicara.
“Davin,” suara Bu Ayu memotong kesunyian.
“Ada yang terjadi dengan istrimu?”
Davin menahan napas.
Tatapannya jatuh pada Nayla, lalu pada ibunya.
“Bu… Arlena memang berubah. Tapi dokter bilang dia baik-baik saja.”
Bu Ayu kembali menatap Nayla, lama sekali.
Seakan mencari jejak menantu lamanya, tapi yang ia lihat justru wanita lain.
“Perubahan ini… bukan hal kecil,” kata Ayu pelan.
Jantung Nayla seperti berhenti.
Tapi tiba-tiba Bu Ayu meletakkan cangkir teh dan tersenyum sangat lembut—senyum yang jarang ia berikan.
“Kalau seperti ini terus… sepertinya Ibu lebih suka Arlena yang baru.”
Nayla membeku.
Davin terkejut.
Para pelayan hampir menjatuhkan nampan.
Bu Ayu melanjutkan dengan lirih, “Kamu terlihat lebih… manusiawi. Dan lebih sayang pada cucu Ibu.”
Untuk pertama kalinya semenjak terbangun di tubuh Arlena, Nayla merasa… diterima.
Oleh seseorang yang selama ini ditakuti Nayla sendiri. Yaitu ibu mertua.
Namun di balik rasa hangat itu, ada satu ketakutan yang terus menggelayut
Sampai kapan ia bisa mempertahankan kebohongan ini? Nayla hanya takut terbongkar dan dia bingung harus menjelaskan seperti apa.
Ayu berbicara berdua dengan Davin, sambil melihat Arlena yang sedang bersama Xavier.
"kamu sengaja membuat istri kamu jatuh ya? Tapi lumayan dia jadi berubah, lebih hangat, dan ibu lihat kamu jadi lebih diperhatikan."
Davin tersenyum, "jujur bu, kalau ini mimpi, aku mau terus bermimpi, ibu lihat kan? Ini yang aku inginkan sejak dulu, tidak ada Arlena yang meminta cerai, tidak ada Arlena yang membentak Xavier, tidak ada Arlena yang meledak-ledak karena emosi, bahkan sekarang Arlena yang antar jemput sekolah."kata Davin.
"kalau begitu, kamu jaga Arlena jangan sampai jatuh lagi, kalau nanti dia jatuh lagi dan kembali ke sifat awal, kasihan Xavier." kata Ayu.
"ibu tahu teman Arlena yang namanya Nayla?" tanya Davin yang penasaran,
"Nayla? Sepertinya Arlena tidak punya teman yang namanya Nayla, ada apa?"
"kemarin Arlena mengajak ke makam, dan itu makam Nayla, disana Arlena menangis, seperti sangat kehilangan, aku belum berani bertanya itu siapa." jawab Davin.
"melihat sikap Arlena yang sekarang, suatu hari nanti pasti dia akan cerita ke kamu, tunggu saja, dan kamu harus ingat, jangan sampai istri kamu kembali terjatuh."
Makan malam tiba, semuanya duduk dan menatap hidangan yang begitu banyak memenuhi meja makan. Nayla sampai bingung harus makan yang mana.
"Mau makan apa mas? Aku ambilkan." Ayu yang mendengar hal itu hampir tersedak ludahnya sendiri, menantunya sekarang sangat manis.
"apa saja yang kamu ambilkan, aku makan."jawab Davin.
"hemm ini terdengar sangat manis."kata Arlena yang kemudian tertawa,
Ayu dan Davin tidak percaya melihat Arlena tertawa begitu tulus, Ayu merasa ini bukan Arlena, benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat.
Makan malam kali ini terasa begitu berbeda, Arlena yang begitu perhatian ke Xavier dan Davin membuat Ayu merasa lega.
Ayu tahu rumah tangga anaknya sedang berada di ujung tanduk, bahkan Ayu tahu kenapa Arlena jatuh dari tangga, karena mereka sedang berebut surat gugatan cerai, tapi yang Ayu sekarang lihat, keluarga anaknya sudah begitu harmonis, membuat Ayu merasa lega.