Dihina dan direndahkan oleh keluarga kekasihnya sendiri, Candra Wijaya benar-benar putus asa. Kekasihnya itu bahkan berselingkuh di depan matanya dan hanya memanfaatkannya saja selama ini.
Siapa sangka, orang yang direndahkan sedemikian rupa itu ternyata adalah pewaris tunggal dari salah satu orang terkaya di negara Indonesia. Sempat diasingkan ke tempat terpencil, Candra akhirnya kembali ke tempat di mana seharusnya ia berada.
Fakta mengejutkan pun akhirnya terkuak, masa lalu kedua orang tuanya dan mengapa dirinya harus diasingkan membuat Candra Wijaya terpukul. Kembalinya sang pewaris ternyata bukan akhir dari segalanya. Ia harus mencari keberadaan ibu kandungnya dan melindungi wanita yang ia cintai dari manusia serakah yang ingin menguasai warisan yang ditinggalkan oleh orang tuanya.
Harta, Tahta dan Wanita "Kembalinya sang Pewaris. "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Candra sontak memutar badan dengan terkejut dan mengira bahwa wanita yang menegurnya adalah Rosalinda. Jantungnya bahkan hampir saja berhenti berdetak karenanya. Beruntung, wanita tersebut bukanlah Rosalinda melainkan Erlin yang sedang melakukan pengintaian tanpa sepengetahuan siapa pun.
"Astaga, Erlin. Kamu ngagetin saya aja sih. Untung jantung saya gak copot," decaknya seraya menarik napas dalam-dalam.
Erlin menarik pergelangan tangan Candra dan membawanya kembali bersembunyi di balik tembok. "Jangan gegabah, Candra. Kalau kamu nekat ke sana, Ibu kamu bakalan celaka," ucapnya dengan berbisik.
"Betul yang dikatakan sama Mbak Erlin, Pak Bos. Anda gak boleh gegabah. Kita kalah jumlah lho. Mending kalau mereka datang dengan tangan kosong, nah .... kalau mereka bawa senjata seperti pistol, gimana? Alamat wasalam kita," timpal Bram dengan nada suara yang sama.
Candra menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan dengan mata terpejam lalu kembali menatap Erlin dan Bram secara bergantian. "Terus, saya harus gimana? Masa saya diem aja ngeliat Ibu saya diperlukan seperti itu."
"Tenang dulu, Candra. Kita lihat dulu, apa benar Ibu kamu yang disekap di kamar itu," pinta Erlin, memandang ke arah di mana orang-orang suruhan Rosalinda tengah membuka pintu kamar di tengah kegelapan malam.
Suasana seketika hening, ketiganya hanya fokus memandang ke depan, menembus kegelapan yang hanya disinari rembulan malam. Semilir angin terdengar samar-samar diiringi dengan suara burung hantu yang tiba-tiba terdengar membuat bulu kuduk seketika merinding. Suasana rumah tersebut seketika terasa mencekam.
Sampai akhirnya, seorang pria berjas hitam tanpa dasi nampak mendorong kursi roda, di mana seorang wanita tua dengan rambut sedikit acak-acakan nampak duduk dengan kepala terkulai seperti tidak sadarkan diri. Erlin mengerutkan kening, menatap pria tersebut dengan kesal.
"Doni," gumamnya, telapak tangannya seketika mengepal.
"Kamu kenal sama laki-laki itu?" tanya Candra, menoleh dan menatap wajah Erlin.
"Dia adiknya Nyonya Rosalinda, tentu saja aku kenal."
Candra kembali menatap wanita yang tengah didorong di atas kursi roda. "Dan wanita itu?" gumamnya, jantungnya seketika berdetak kencang, hatinya terhenyak, rasa sakit tiba-tiba terasa menusuk jiwa tatkala melihat wajah wanita tua tersebut. "A-apa wanita itu Ibu saya?" gumamnya, kedua matanya seketika berkaca-kaca.
Tidak ada yang berani menimpali ucapan Candra karena wanita paruh baya tersebut terlihat begitu mengenaskan. Erlin terbeku dengan perasaan bingung, sementara Bram terdiam seolah merasakan apa yang tengah dirasakan oleh Candra. Perasaanya pasti hancur melihat ibu kandungnya diperlukan seperti itu.
Candra tiba-tiba berdiri tegak. "Nggak, saya gak bisa diem aja ngeliat Ibu saya seperti itu. Saya harus nolongin dia, gak peduli meski nyawa saya jadi taruhan," ucapnya hendak melangkah.
Akan tetapi, lagi-lagi langkahnya terhenti saat melihat wanita bernama Rosalinda berjalan dari area samping menghampiri Doni dan yang lainnya. Wanita itu berjongkok tepat di depan kursi roda, mencengkram kedua sisi wajah wanita yang duduk di sana, memandangnya seraya tersenyum menyeringai.
"Kamu pasti ingin sekali bertemu dengan anakmu, 'kan?" tanyanya dengan sinis. "Anakmu ada di sini, Febriana. Dia sedang tidur di kamarnya. Hmm ... tapi sayangnya, aku gak akan pernah membiarkan kamu bertemu dengan Candra."
Wanita bernama Febriana itu seketika mengangkat kepala dengan bersusah payah, memandang wajah Rosalinda dengan tajam dan tubuh gemetar sebelum akhirnya meludahi wajahnya dengan wajah geram.
"Iblis kau," gumamnya dengan pelan karena tidak memiliki tenaga bahkan untuk hanya sekedar memaki wanita yang telah meluluh lantahkan hidupnya.
Rosalinda memejamkan mata, mengusap wajahnya yang basah karena ludah sebelum akhirnya, melayangkan telapak tangannya ke udara kemudian mendarat di wajah Febriana dengan keras dan bertenaga hingga kepala wanita itu kembali terkulai lemas ke arah samping.
"Dasar brengsek. Udah untung aku masih membiarkan kamu hidup, Febriana. Seharusnya, aku sudah melenyapkanmu sejak lama," teriaknya dengan murka.
Candra yang menyaksikan hal tersebut tentu saja merasa tersulut api amarah. Bagaimana tidak, ibu kandungnya sendiri ditampar di depan mata, bahkan di saat kondisinya benar-benar tidak berdaya.
"Brengsek," umpatnya, dengan dada naik turun menahan emosi, ingin rasanya ia cabik-cabik wanita bernama Rosalinda.
"Tenang, Pak Bos. Saya tau bagaimana perasaan Anda, tapi Anda harus bisa mengendalikan diri. Saya mohon, tenang," pinta Bram, sontak mencengkram kedua sisi bahu Candra.
"Sial," umpat Candra, dadanya seakan hendak meledak, kembali menatap lurus ke depan, memandang wajah Rosalinda dengan tajam dan penuh rasa dendam.
"Tunggu sebentar lagi, Febri, setelah kau dan anak kau itu menandatangani surat kuasa pengalihkan harta warisan, kau dan anak kau itu akan bersama untuk selamanya, tapi bukan di sini, melainkan di akhirat," ujar Rosalinda dengan tegas dan penuh penekanan lalu menoleh dan arah belakang, tempat di mana Candra dan yang lainnya bersembunyi.
Melihat hal tersebut, baik Candra maupun Bram segera menyembunyikan diri agar tidak terlihat oleh Rosalinda, hal yang sama pun dilakukan oleh Erlin. Ketiganya nampak terdiam dengan ketakutan, bagaimana jika Rosalinda menyadari kehadiran mereka?
"Ya Tuhan, lindungilah kami bertiga," batin Erlin seraya memejamkan mata.
Sementara Rosalinda kembali menatap wajah Febriana Putri lalu mengalihkan pandangan mata kepada Doni. "Cepat bawa dia dari sini, Doni."
"Baik, Nyonya," jawab Doni lalu menoleh dan menatap rekannya yang lain seraya menganggukkan kepala, memberi isyarat agar mereka segera keluar dari sana.
Erlin tiba-tiba mengeluarkan ponsel miliknya, lalu merekam apa yang sedang terjadi di depan sana, hingga Doni dan anak buahnya benar-benar keluar dari pintu halaman belakang. Belum sempat mematikan rekaman yang sedang dia ambil, wanita itu pun memutar badan dan menatap Candra dan Bram yang tengah bersembunyi tepat di belakangnya. Namun, Erlin dibuat terkejut karena mereka berdua sudah tidak terlihat lagi di sana.
"Astaga, mereka ke mana?" gumamnya dengan kesal lalu hendak melangkah. Namun, langkah seorang Erlin seketika terhenti saat mendengar suara Rosalinda menyerukan namanya dengan suara lantang.
"Mau ke mana kamu, Erlin?"
Erlin terbeku dengan tubuh gemetar, rekaman yang sedang ia ambil pun belum sempat ia matikan dan segera memasukkan ponsel canggihnya ke dalam saku piyama yang ia kenakan. Wanita itu benar-benar bergeming, tidak menjawab pertanyaan Rosalinda bahkan tidak segera memutar badan, yang ada hanyalah ketakutan.
"Kenapa kamu gak jawab pertanyaanku, Erlin? Sedang apa kamu di sini malam-malam begini? Bukankah seharusnya kamu berada di kamar kamu?" tanya Rosalinda dengan santai, seraya menghentikan langkah tepat di belakang Erlin.
Erlin perlahan memutar badan masih dengan tubuh gemetar, memandang wajah Rosalinda dengan bola mata memerah dan jantung berdebar kencang. Rosalinda tidak sendirian, Doni turut bersamanya dan berdiri tepat di belakang Rosalinda.
"A-aku gerah, Nyonya. I-ini lagi nyari udara segar," jawab Erlin dengan terbata-bata dan ketakutan.
Rosalinda menoleh dan menatap wajah Doni. "Amankan dia," titahnya dan segera dijawab dengan anggukan oleh pria bernama Doni.
Bersambung ....
lh
sekarang ohhh ada yang sengaja niat
jahat menculik Candra jadi tukang sapu jadi viral bertemu orang tua nya yang
tajir melintir setelah hilang 29 th lalu
👍👍
jangan mendekati viona itu wanita
ga benar tapi kejam uang melayang
empat jt ga taunya menipumu Chan..😭