Jodoh dicari ✖️
Jodoh dijebak ✔️
Demi membatalkan perjodohan yang diatur Ayahnya, Ivy menjebak laki-laki di sebuah club malam untuk tidur dengannya. Apapun caranya, meski bagi orang lain di luar nalar, tetap ia lakukan karena tak ingin seperti kakaknya, yang menjadi korban perjodohan dan sekarang mengalami KDRT.
Saat acara penentuan tanggal pernikahan, dia letakkan testpack garis dua di atas meja yang langsung membuat semua orang syok. ivy berhasil membatalkan pernikahan tersebut sekaligus membuat Ayahnya malu. Namun rencana yang ia fikir berhasil tersebut, ternyata tak seratus persen berhasil, ia dipaksa menikah dengan ayah janin dalam kandungan yang ternyata anak konglomerat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6
Dengan rahang mengeras dan dada naik turun, Yasa menatap Ivy, memengang kedua bahunya. Pengen rasanya ia ngamuk, tapi apa iya, mau ngajak gelud perempuan. Dan masalah lainnya, bukankah dalam kasus seperti ini, yang paling dirugikan adalah perempuan, lalu kenapa Ivy sampai nekat melakukan hal ini.
"Apa tujuan lo ngelakuin ini sama gue? Apa kita ada masalah sebelumnya?"
Ivy menggeleng pelan.
"Lalu, apa alasan lo menjebak gue kayak gini?" Yasa sampai teriak, hampir kehabisan kesabaran. Ia melepas bahu Ivy, meraup wajah dengan kedua telapak tangan, mengucap istighfar beberapa kali. Yang mereka lakukan semalam adalah hal serius, bukan main-main. Hal yang mungkin saja, bisa menumbuhkan nyawa.
"Maaf," Ivy tertunduk dalam. "Gue cuma pengen hamil."
Jeder!
Yasa seperti disambar petir mendengar alasan Ivy. "Apa maksud lo?" menatap Ivy tajam. "Jangan bilang, lo sebenarnya udah punya suami, tapi suami lo gak bisa bikin lo hamil. Iya, gitu?"
Lagi-lagi Ivy menggeleng. "Gu, gue belum nikah."
Yasa makin syok. "Lo belum nikah, tapi lo pengen hamil? Sarap lo!", teriaknya sambil mengetuk kepala sendiri dengan telunjuk.
"Gue udah putus asa," Ivy ikut teriak. "Gue capek terus dijodohin sama bokap gue," matanya berkaca-kaca. "Gue berhak atas hidup gue, gue berhak menentukan masa depan gue sendiri, dan gue juga berhak untuk milih mau hamil sama siapa."
"Gak berhak!" potong Yasa cepat. "Omongan lo seakan-akan lo berhak atas diri gue, atas badan gue."
"Maaf, yang terakhir salah," Ivy kembali menunduk, menyeka air matanya. "Jangan marah-marah, gue gak bakalan minta tanggung jawab kok. Kalau pun gue nanti hamil, ini anak gue, bukan anak lo. Tenang, gue gak bakalan cari lo," menatap Yasa, tersenyum kecut.
"Ya iyalah, enak aja minta tanggung jawab, orang disini gue korbannya," menunjuk diri sendiri.
Keduanya sama-sama diam untuk beberapa saat, sampai akhirnya, Ivy kembali mengedarkan pandangan, mencari pakaiannya. "Baju gue ngumpet dimana sih? Gue pulang pakai apa," gumamnya.
Yasa juga heran, dimana pakaian Ivy, kenapa sejauh mata memandang, tak kelihatan. Eh tunggu, kenapa rasanya ada yang ganjel di bawah. Ia mengangkat pantat, menarik sesuatu yang ia duduki. Saat ia lihat, ternyata kaos berwana biru yang dipakai Ivy semalam.
"Lah, ini dia," Ivy langsung menariknya dari tangan Yasa. "Lainnya mana?"
"Di bawah lo kali, ketutup selimut."
Ivy menarik selimut di sekitaran kakinya, ternyata benar, disana ia melihat celana sekaligus celana da lamnya. Tapi... masih kurang. "Di bawah lo, ada lagi gak?"
Yasa meraba-raba di bawahnya, sampai akhirnya menemukan sesuatu, di dekat betis lalu dia tarik dan angkat ke atas.
Ivy melongo, menutup mulut dengan sebelah tangan melihat Yasa mengangkat braa hitam miliknya. "Ish, siniin!" memanjangkan badan, merebut cepat benda tersebut dari tangan Yasa.
"Innalillahi!" Yasa langsung memejamkan mata melihat dada Ivy tepat di depan wajahnya. "Tutupin!" desisnya.
"Ah iya, lupa lagi," Ivy menyilangkan sebelah lengan di depan dada. "Gue mau pakai baju, jangan buka mata dulu." Buru-buru turun dari ranjang, mengenakan satu persatu pakaiannya. "Udah."
Yasa membuka mata, mendapati Ivy berdiri di samping ranjang dengan pakaian semalam.
"Urusan kita udah selesai, lo bisa pulang. Sekali lagi, gue minta maaf," ujar Ivy. "Gue tahu diri, gak bakal minta tanggung jawab. Semalam pertemuan pertama kita, dan sekarang, terakhir kalinya," ia menatap Yasa, tersenyum simpul. "Gue mau mandi, kalau lo mau pergi sekarang, silakan," melangkah menuju kamar mandi.
Yasa mengusap wajah dengan kedua telapak tangan, menarik nafas dalam, lalu membuangnya perlahan. Ia memijat kepala yang masih lumayan pusing, lalu turun dari ranjang, memunguti pakiannya satu persatu lalu mengenakan. Mimpi apa dia kemarin, bisa-bisanya ketemu cewek saraf, ada-ada aja, masa pengen hamil. Selesai mamakai baju, tak lupa merapikan ranjang, hal yang selalu ia lakukan setiap bangun tidur.
Deg
Ia kaget melihat noda merah di sprei. Mendekatkan wajah, memastikan noda apa itu. Dan seperti dugaannya awal, itu mirip sekali dengan noda darah. Kembali mengucap istighfar sambil mengusap wajah. Menoleh ke pintu kamar mandi, menatap nanar. Ivy masih perawan semalam. Sebenarnya, segila apa wanita itu, se putus asa apa, hingga rela memberikan sesuatu yang paling berharga atas dirinya pada laki-laki yang baru dikenal.
Keluar dari kamar mandi, Ivy mendapati Yasa masih ada di kamar, duduk di sofa. Tadinya ia fikir, cowok itu sudah pergi.
Yasa menyodorkan HP Ivy. "Bukain kunci HP lo!"
Ivy mengernyit, baru tahu jika itu HP miliknya. "Buat apa?" mengambil alih benda tersebut dari Yasa.
"Bukain bentar."
"Buat apa?" Ivy kekeh pengen tahu.
"Buat_"
"Jangan-jangan lo mau minta transferan?" Ivy syok, menutup mulutnya yang menganga dengan telapak tangan. "Ternyata gue ketipu," ia tersenyum kecut. Pantesan sudah disuruh pergi belum juga pergi, ternyata nunggu bayaran. "Lo pura-pura jadi cowok baik-baik buat nyari mangsa. Lo gigolokan?"
"Ampun dah!" Yasa langsung menepuk jidat.
"Ngaku, lo gigolo?"
Yasa membuang nafas kasar, menatap Ivy. "Gue mau nyimpen nomor gue di ponsel lo."
"Hah!" Ivy terkejut. "Buat apa?"
"Buat kalau suatu saat, lo tiba-tiba butuh gue. Buruan!"
Ivy membuka kunci ponselnya, lalu menyodorkan pada Yasa.
Dengan cepat, Yasa mengetik nomor ponselnya, menyimpan, lalu mengembalikan pada Ivy. "Hubungi gue kalau ada sesuatu. Gue pergi dulu."
Speechless, Ivy tak bisa berkata apapun. Termangu menatap Yasa yang hilang di balik pintu. Apa yang tadi itu, maksudnya Yasa akan tanggung jawab jika sampai ia hamil? Matanya mendadak memanas. Ternyata, masih ada laki-laki baik di dunia ini, menyeka sudut matanya yang basah.
FLASHBACK OFF
yg jahat bapaknya ivy
sakit hati nya sampai kesini lo el