NovelToon NovelToon
Di Selingkuhi Tanpa Rasa Bersalah

Di Selingkuhi Tanpa Rasa Bersalah

Status: tamat
Genre:Pelakor / Poligami / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Selingkuh / Tamat
Popularitas:137.8k
Nilai: 5
Nama Author: Maple_Latte

Malam bahagia bagi Dila dan Arga adalah malam penuh luka bagi Lara, perempuan yang harus menelan kenyataan bahwa suami yang dicintainya kini menjadi milik adiknya sendiri.
Dalam rumah yang dulu penuh doa, Lara kehilangan arah dan bertanya pada Tuhan, di mana letak kebahagiaan untuk orang yang selalu mengalah?

Pada akhirnya, Lara pergi, meninggalkan tanah kelahirannya, meninggalkan nama, kenangan, dan cinta yang telah mati.
Tiga tahun berlalu, di antara musim dingin Prancis yang sunyi, ia belajar berdamai dengan takdir.
Dan di sanalah, di kota yang asing namun lembut, Lara bertemu Liam, pria berdarah Indonesia-Prancis yang datang seperti cahaya senja, tenang, tidak terburu-buru, dan perlahan menuntunnya kembali mengenal arti mencintai tanpa luka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab: 6

Pagi belum sepenuhnya datang.

Cahaya yang menembus tirai kamar seperti enggan menyentuh lantai, seolah takut pada luka yang menunggu di dalam ruangan itu.

Udara masih menggantung, berat dan sunyi.

Bahkan jam di dinding seolah ragu berdetak.

Lara duduk di tepi ranjang.

Matanya menatap kosong ke arah jendela, tetapi pikirannya tak benar-benar di sana.

Segalanya tampak jauh.

Bahkan tubuhnya sendiri terasa seperti sesuatu yang asing.

Ia tak tahu berapa lama ia sudah duduk di situ.

Malam terasa panjang, dan pagi yang datang ini pun bukan pertanda harapan.

Hanya kelanjutan dari mimpi buruk yang tak kunjung selesai.

Rasanya, melangkah keluar kamar adalah hal paling berat di dunia.

Karena di luar sana ada orang-orang yang dulu ia panggil keluarga, yang kini hanya menjadi wajah-wajah tanpa nurani.

Setiap bayangan mereka adalah pengingat, bahwa cinta bisa berubah menjadi luka, dan restu bisa menjadi pedang yang menembus dada.

Lara menutup wajah dengan kedua tangannya.

Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan gemuruh di dadanya, tapi justru terasa semakin sakit.

“Kenapa aku harus bangun di pagi seperti ini?” bisiknya pada diri sendiri.

Pagi yang seharusnya hangat justru seperti pisau dingin yang menyayat lembut.

Lalu, terdengar suara ketukan pelan di pintu.

Suara itu menembus kesunyian, membuat jantungnya berdegup pelan.

Tiga ketukan, ragu, berhenti sejenak.

Kemudian terdengar suara yang amat ia kenal.

Suara yang dulu menjadi rumah bagi seluruh rindunya.

“Lara…,” panggilan itu terdengar pelan.

“Boleh aku masuk?”

Nama itu, ketika keluar dari bibir Arga, dulu berarti kasih.

Kini, hanya meninggalkan getir yang panjang.

Lara tidak langsung menjawab.

Ia menatap pintu kayu itu lama sekali, seolah sedang menimbang apakah akan menjawab atau membiarkan sunyi yang berbicara.

Akhirnya, ia membuka mulut pelan.

“Masuk saja mas," ucapnya datar.

“Kenapa harus izin? Sedangkan menikah dengan adikku saja kamu nggak izin.”

Kata-katanya meluncur lembut, tapi tajam.

Suara itu tenang, namun di balik ketenangan itu ada badai yang bergulung di dada.

Pintu terbuka perlahan.

Arga masuk dengan langkah yang berat, seperti seseorang yang tahu setiap langkahnya akan menambah luka.

Ia berdiri di depan Lara, menunduk, memegangi ujung kemejanya sendiri.

“Lara…” katanya akhirnya, suaranya nyaris seperti desahan.

“Tolong jangan ungkit itu lagi. Aku tahu aku salah. Aku minta maaf.”

Lara menatapnya lama.

Ada begitu banyak yang ingin ia katakan, tapi hanya satu kalimat yang keluar dari bibirnya.

“Kalau begitu,” ucapnya pelan, “ceraikan aku.”

Keheningan menelan kata itu.

Arga terpaku. Ia seperti baru saja mendengar sesuatu yang tak masuk akal.

“Lara… apa yang kamu bilang?”

Lara menatapnya tanpa ekspresi.

“Aku bilang, ceraikan aku.”

Nadanya datar, tapi di balik setiap huruf ada serpihan hati yang jatuh satu per satu.

Tangannya mengepal di atas pangkuan.

Ia tidak berteriak, tidak menangis.

Tapi justru itulah yang membuat semuanya terasa lebih menyakitkan, keheningan yang nyaris suci dalam luka yang profan.

Arga melangkah setengah maju, suaranya parau.

“Lara, jangan bicara seperti itu. Aku tahu ini salahku. Tapi semuanya sudah terjadi. Aku...”

Suara itu berhenti di tengah kalimat. Ia tak tahu harus menjelaskan apa.

Tidak ada bahasa yang bisa membenarkan dosa sebesar itu.

Lara menunduk, menatap ujung jarinya yang gemetar.

“Kamu pikir aku bisa hidup berdampingan dengan kenyataan ini?” katanya perlahan.

Setiap pagi aku akan melihat wajah yang dulu kupeluk di tubuh orang yang sama, tapi bukan lagi untukku.

Apakah itu yang kamu sebut rumah tangga? Sekarang aku hanya minta satu mas, ceraikan aku."

Arga menutup mata, menghela napas panjang.

Namun sebelum ia sempat menjawab, suara langkah cepat terdengar dari luar.

Pintu kembali terbuka.

Ibunya berdiri di ambang pintu dengan wajah panik.

“Lara, astaghfirullah,” ucapnya tergesa.

“Jangan berkata seperti itu, Nak. Perceraian itu dibenci oleh Allah.”

Kata-kata itu jatuh di udara seperti debu yang menutup luka.

Lara menatap ibunya, lama, dalam, penuh kekecewaan yang tak bisa ditutupi.

Lalu, tiba-tiba ia tertawa. Pelan. Dingin. Bukan karena lucu, tapi karena tak ada lagi tempat untuk menangis.

“Perceraian dibenci Allah, ya, Bu?” suaranya bergetar halus.

“Lalu… apakah menghancurkan hatiku adalah perbuatan yang disukai Allah?

Apakah menikahkan adikku dengan suamiku, itu yang disebut ridha orang tua?”

Ibunya terpaku.

Wajahnya menegang. Tak ada jawaban, hanya isak kecil yang tertahan di tenggorokan.

Lara melangkah pelan mendekat, suaranya masih lembut, tapi setiap katanya membawa luka.

“Dulu waktu aku kecil, aku selalu diminta mengalah untuk Dila.

Setiap kali aku menangis, Ibu bilang, ‘Dia adikmu, kamu harus sabar.’

Ketika aku dewasa, Ibu bilang, ‘Dia masih muda, biarkan dia mencoba.’

Dan sekarang…” Lara tersenyum getir, “aku harus mengalah lagi? Karena dia ingin suamiku?”

Air mata mulai jatuh di pipinya, tapi ia tidak menyekanya.

Biarlah dunia tahu bahwa hatinya sudah hancur, biarlah air mata menjadi saksi yang jujur.

Ibunya menjadi bungkam.

Namun sebelum sempat Lara bicara lagi, suara lain terdengar.

Lembut, tapi memecah udara seperti kaca.

“Kak…”

Dila berdiri di pintu.

Tubuhnya bergetar kecil, tapi wajahnya bersih, seolah tak pernah bersalah.

“Kakak, kenapa bicara seperti itu pada Ibu? Kakak nggak tahu, kata-kata Kakak membuat Ibu sedih.”

Lara berbalik.

Tatapannya menusuk adiknya.

Ia menatap lama, dan dalam tatapan itu ada cinta yang mati.

“Sedih?”

Kata itu terucap seperti gumaman doa yang tak jadi.

“Apakah menikah dengan suamiku membuatmu senang, Dila?”

Dila menunduk.

Bahunya gemetar, tapi tidak menjawab.

Hanya air mata kecil yang jatuh di lantai kayu, nyaris tanpa suara.

Ibunya menatap dua putrinya dengan wajah hancur.

“Sudah, cukup… jangan saling menyakiti,” katanya pelan.

Tapi kata-kata itu datang terlalu terlambat. Luka sudah lahir, dan kehancuran hatinya tak bisa di obati dengan doa.

Arga akhirnya bersuara, nadanya berat dan letih.

“Lara, hentikan. Tolong jangan membuat semuanya semakin keruh.”

Ia menatap ke arah mertuanya dan Dila.

“Bu, Sayang… sebaiknya kita keluar dulu.”

Kata “Sayang” yang terucap dari mulut Arga untuk Dila jatuh seperti batu ke dada Lara.

Tubuhnya seolah kehilangan udara.

Seketika, dunia berputar pelan, tidak ada suara, hanya gema dari satu kata itu yang terus berulang di kepalanya. Sayang… Sayang…

Dila memalingkan wajah, menahan tangis.

Ibunya menggenggam tangannya, menariknya keluar.

Pintu menutup perlahan, menyisakan sunyi yang tebal.

Kini hanya ada dua orang di dalam kamar itu.

Dua tubuh yang dulu berbagi cinta, kini berbagi kehancuran.

Arga berdiri diam di dekat pintu. Tak ada yang bicara.

Yang terdengar hanya napas mereka, pendek, terputus, berat.

Akhirnya, Arga berkata pelan.

“Lara… sebaiknya kamu menenangkan diri dulu. Pikirkan semuanya baik-baik. Tentang permintaanmu tadi…”

Ia berhenti sejenak, mencari kata.

“Maaf. Aku tidak akan melakukannya. Aku tidak akan menceraikanmu.”

Lara tidak menjawab.

Hanya menatap lurus ke depan, ke arah tirai yang bergoyang pelan ditiup angin.

Ia terlihat seperti seseorang yang telah kehabisan semua perasaan, tak marah, tak menangis, hanya kosong.

******

Untuk readers selamat datang di karya baru author, untuk yang sudah membaca. Terima kasih banyak, jangan lupa support author dengan like, komen dan vote cerita ini ya biar author semangat up-nya. Terima kasih😘😘😘

1
cinta semu
apa percakapan tadi di rekam ya ...buat barang bukti ...🤔
Siti M Akil
sebagai lelaki arga bodoh nurut aja apa yang d suruh si dil akhir hancur lebur
tutiana
bagus
Maple latte
Terima kasih kak🙏
Himna Mohamad
terimakasih kk authoor,,ceritamu baguss,,semangat trrus karya baru.👍👍👍👍👍
partini
familiar ini sinopsisnya Thor
THAILAND GAERI
terimakasih ya thor
rian Away
dih enak amat, harusnya hukuman MATI
Rati Nafi
😍😍😍😍😍
Mundri Astuti
selamat ya lara...Liam... akhirnya..diberi momongan juga❤️
YuWie
baru nyadar bapak ibuk...dulu merebut suami pertama lara gak dijadikan pelajaran ya
YuWie
memang kejadiann rekayasa dila pada liam sdh berapa lama..kan dna minimal 7week ya... dasar bebal memaksakan diri keluarga dila ini. sekarang baru menyesal.
Ma Em
Terus saja pertahankan kebohongan mu Dila meskipun sdh terbukti bahwa anak yg kamu kandung bkn anaknya Liam tapi Dila msh saja mengatakan anak Liam , hukum saja Dila seumur hidup seret juga si Arga jgn biarkan Arga bebas berkeliaran buat Arga menyesal karena sdh sekongkol dgn Dila dan mengganggu ketentraman rumah tangga Lara dan Liam
Mundri Astuti
klo ortunya dila tau anaknya doyan keluar masuk klub gimana yakk...tambah shock kali y, ngga liat kelakuan anaknya yg ngerebut suami kk nya, disitu aja dah mines, ni malah didukung, tu salah pak bu...
Mundri Astuti
ngga usah dikasihani lara, dah bebel alias tambeng, pasal berlapis kenain sekalian Liam, biar jera
zhelfa_alfira
sebernar nya ngak perlu juga tes dna masa iya baru tidur semalam bisa jadi janin hadeh🤦🤦
Sunaryati
Puas Pak Rahman dan Ny dipermalukan putrinya
Sunaryati
Nah kan kalian sekarang melihat faktanys sendiri tentang putrimu yang kau sanjung dan selalu kau utamakan. Tidak menyesal semua kejahatannya masih menyangkal padahal bukti sudah ditangan penyidik. Nikmati buah perbuatan kamu selama ini pada Lara, Dila
Sunaryati
Ploong, ikut lega, bagaimana Pak Putri yang selalu kau bela melemparkan tinja di mukamu di depan umum. Tamat tingkahmu Dela, kau akan menghadapi tuntutan berlapis, dengan bukti dan saksi yang lengkap. Mantaap Thoor
Aether
RASAIN LU TUA BANGKA BABIK
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!