Dia.. anak, Kakak, saudara dan kekasih yang keras, tegas dengan tatapannya yang menusuk. Perubahan ekspresi dapat ia mainkan dengan lihai. Marcelline.. pengendali segalanya!
Dan.. terlalu banyak benang merah yang saling menyatu di sini.
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Lintang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06. -
"Biasanya, kesel kayak gimana pun kamu tetap mau nurut sama perintah Kakak. Kenapa sama hari ini hm?" tanya Anggi lembut.
Azri menghela napas, lalu merebahkan tubuhnya, menjadikan paha Bundanya sebagai bantal.
"Nggak tau, rasanya kayak.. kecewa mungkin?" Azri berujar lirih.
"Kecewa perihal apa?" tanya Anggi sambil mengelus surai Azri.
"Kakak itu sering banget kasih hukuman yang berlebihan sama orang yang bermasalah sama Azri, Bun. Padahal Azri juga salah," kata Azri.
"Tapi kamu jelas tau kalau Kakak emang dari dulu udah kayak gitu. Kakak itu sama kayak Ayah."
"Bahkan Ayah pun nggak sekejam itu, Bun. Bunda bayangin aja, berapa orang yang nyawa nya udah melayang yang penyebabnya adalah Azri? Udah nggak terhitung banget Bun, dan Azri ngerasa bersalah."
"Kalau gitu berhenti melakukan hal yang bisa memicu kemarahan Kakak, Dek," ujar Anggi juga ikut sedih.
"Bunda tau kalau Azri susah ngontrol emosi. Azri nggak pernah mau ambil pusing perihal mereka yang selalu ngatain Azri bukan anak kandung di keluarga ini, karena itu emang kebenarannya. Azri sadar sama hal itu, tapi terkadang.. mulut mereka yang terlalu tinggi menghina Kakak, Bunda, dan Ayah.. itu nggak bisa Azri terima," jelasnya.
Anggi terdiam.
"Azri ngerasa nggak adil sama mereka yang kena hukuman dari Kakak. Karena harusnya Kakak juga kasih hukuman yang sama ke Azri, tapi Kakak nggak kayak gitu," ucapnya lagi.
"Coba di omongin baik-baik lagi sama Kakak ya, Bunda nggak mau loh liat anak-anak Bunda yang kayak gini, saling berjauhan, " ucap Anggi meminta.
Azri diam, tidak memberi tanggapan.
"Kamu marah karena Kakak bentak kamu tadi? Bunda juga kaget denger Kakak teriak kayak tadi, tapi mungkin Kakak lagi banyak pikiran Dek."
Azri masih tidak memberi tanggapan.
"Ya udah gapapa, Bunda nggak akan paksa, kamu sama Kakak juga butuh ruang masing-masing, masih butuh renungan sendiri. Tapi kamu makan ya, jangan sampe kosong perutnya malam ini," ujar Anggi perhatian dan lembut.
"Bunda mau suapin untuk Azri?" tanya Azri menatap sang Bunda.
Anggi mengangguk dengan senyuman. "Ayo, Bunda suapin anak tampannya, Bunda ini," ajaknya.
Azri ikut tersenyum, lalu ia duduk dan memeluk Anggi. "Tetap jadi Bundanya Azri ya, Bun. Azri nggak bisa bayangin gimana hidup Azri kalau Bunda jauh dari Azri."
"Kamu anaknya Bunda, dan Bunda nggak mungkin jauh dari anak sendiri. Dan emang selalu jadi Bundanya Azri, selamanya sampai umur Bunda habis nanti."
Anggi melepas pelukannya dan mencium kening dan pipi Azri, lalu membawa putranya berdiri.
Keduanya melangkah ke ruang makan, dan di sana juga sudah duduk Marcelline dengan Delano yang berdiri dua langkah di belakangnya.
"Saya permisi," kata Delano membungkuk sebentar dan pergi keluar dari ruang makan.
"Kenapa nggak di makan, Kak?" tanya Anggi lembut sambil mengusap kepala sang putri.
Marcelline hanya memberi senyum tipis. "Celline akan terbang ke Irlandia malam ini juga, Bun. Sekitar setengah jam lagi," katanya memberitahu.
Azri menatap Kakaknya, tapi ia tidak mengeluarkan suara.
"Mendadak banget Kak? Biasanya kamu ngomong ke Bunda sehari sebelum berangkat, ini kok tiba-tiba?" Anggi bertanya masih dengan nada yang lembut.
Marcelline melirik sekilas Azri yang langsung membuang wajah.
"Ada yang harus Celline kerjain di sana," kata Marcelline menatap Anggi lagi.
"Kamu tidak bisa pergi," ucap Afandi masuk ke ruang makan.
Ketiganya menatap sang kepala keluarga.
"Besok, anak dari keluarga Jefferson akan kembali, dan kita sekeluarga di undang diacara penyambutannya," jelas Afandi setelah duduk.
"Sejak kapan hal kayak gitu jadi penting untuk Celline, Yah?" tanya Marcelline pula.
"Hargai keluarga itu sebagai sahabat Ayah, Kak. Tolong," pinta Afandi.
"Acara besok jam berapa?" tanya Marcelline.
"Sekitar jam 3 sore," jawab Afandi.
"Celline bakal sampai sebelum jam 3, dan langsung ke sana besok," papar Marcelline.
"Itu terlalu singkat Kak," kata Anggi.
"Gapapa Bun, Celline nggak bisa tunda urusan di Irlandia juga," ucap Marcelline tersenyum lalu ia berdiri.
Sebelum keluar, ia mengusap lembut kepala Azri. "Jangan nakal," katanya.