"𝘽𝙧𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. "
𝘼𝙙𝙪𝙝 𝙖𝙬𝙖𝙨... 𝙝𝙚𝙮𝙮𝙮... 𝙢𝙞𝙣𝙜𝙜𝙞𝙧.. 𝘼𝙡𝙖𝙢𝙖𝙠..
𝘽𝙧𝙪𝙠𝙠𝙠...
Thalia putri Dewantara gadis cantik, imut, berhidung mancung, bibir tipis dan mata hazel, harus mengalami kecelakaan tunggal menabrak gerbang, di hari pertamanya masuk sekolah.
Bagaimana kesialan dan kebarbaran Thalia di sekolah barunya, bisakah dia mendapat sahabat, atau kekasih, yuk di simak kisahnya.
karya Triza cancer.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TriZa Cancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kantin
Thalia yang sedang duduk di kantin berusaha menenangkan diri sambil meneguk minuman dingin sampai tandas. Esnya sudah cair, tapi pipinya masih terasa panas, bukan karena cuaca, tapi karena ucapan setan dingin di UKS tadi.
“Haus, Neng?” tanya si pemilik kedai dengan nada ramah.
Thalia melirik dan nyengir kikuk. “Iya, panas banget hari ini, Pak.”
Padahal yang panas bukan udara, tapi jantungnya.
Begitu bel istirahat berbunyi, Thalia langsung memesan tiga mangkuk bakso, satu untuknya, dua untuk Cia dan Sasa. Sambil menunggu pesanan datang, dia mengetik pesan cepat di grup chat
Lia: Kalian ke kantin ya, gue udah pesenin bakso nih.. Di tunggu GPL..!! "
Tak lama dua temannya itu muncul, langsung meluncur ke mejanya. Tapi alih-alih duduk tenang, keduanya malah memandangi Thalia lekat-lekat.
“Liaaa, lo kenapa?” tanya Cia, mencondongkan wajahnya.
“Gak papa,” jawab Thalia cepat, menunduk sambil pura-pura sibuk ngaduk sambal ke kuah bakso.
Sasa ikut nimbrung, “Pipi lo merah banget, Lia. Lo demam? Atau... ada yang bikin deg-degan?” godanya dengan senyum nakal.
“Eng...enggak!” Thalia langsung reflek menyangkal, tapi suaranya malah tinggi sendiri. Ia berdeham kecil dan menatap ke arah lain, berusaha menormalkan ekspresi.
Namun sial, saat ia baru saja mau menyeruput kuah baksonya, langkah sepatu hitam mengalun lewat di belakangnya.
Athar.
Cowok itu berjalan tenang, seragamnya rapi tapi matanya menyapu sekeliling kantin dan berhenti tepat di samping Thalia. Tanpa berhenti, ia mencondongkan kepala sedikit, dan berbisik cukup dekat untuk hanya didengar Thalia.
“Makasih dokter cantik, obatnya manjur..”
Thalia membeku. Sendok di tangannya nyaris jatuh, dan kuah bakso langsung tertumpah sedikit di meja.
Cia dan Sasa menatap dengan bingung.
“Lia? Lo kenapa?”
Thalia hanya menatap punggung Athar yang semakin menjauh, sementara wajahnya kembali merah menyala seperti kepiting rebus.
Dalam hati dia menjerit, “DASAR TEMBOK MENYEBALKAN! Gue doain masuk angin beneran deh biar tau rasa”
Thalia menatap bakso di mangkuknya, meniup pelan kuah panas itu sebelum menyeruputnya. Setelah beberapa suapan, dia bersandar malas di kursi dan menatap dua temannya.
“Kantin gini amat, ya,” gumamnya.
Cia dan Sasa menoleh bersamaan.
“Sepi banget. Gak ada gitu yang tiba-tiba jatuh, atau adegan gebrak meja kayak di novel-novel gitu.”Ucap Thalia sambil celingukan.
Cia menatap Thalia dengan ekspresi apa banget sih lo.“Lia, lo aneh deh... Semua orang di kantin tuh pengen makan tenang, bukan pengen nonton drama.”
Sasa langsung mengangguk setuju.
“Iya, sumpah. Lagian siapa juga yang mau bikin keributan di sini? Kantin MHS, Li. Ada anggota OSIS nongkrong noh..., mana berani mereka bikin keributan.”
Cia memberi kode halus dengan mengangguk ke arah meja pojok kanan, meja tempat Athar, Raka, Rafi, Dion, dan Doni duduk.
Thalia mengikuti arah pandangnya dan langsung mendengus pelan.
“Tumben mereka anteng, ya?” kode Thalia melirik Sesil dan Leni.
“Ohhh, maksud lo dua ondel-ondel itu,” ucap Sasa sambil melirik Sesil, yang duduk di dekat meja OSIS, pura-pura kalem sambil menyibak rambut.
“Iya,” jawab Cia sambil melahap bakso. “Mereka pasti anteng kalau ada Athar dan kawan-kawannya. Soalnya jaga image biar kelihatan kayak cewek cantik nan baik hati.”
Thalia mengernyit geli. “Cewek cantik nan baik hati, tapi mulutnya kayak toa masjid rusak, ya?”
Sasa langsung menepuk meja, menahan tawa. “Bener! Kalau gak ada Athar, mereka tuh berubah jadi kuntilanak nyerocos terus ,Li! Kuping gue sampe panas dengernya!”
Thalia menatap dua sahabatnya lalu tertawa kecil, menyeruput sisa kuah bakso sambil bergumam pelan,
“Pantes aja gue lebih milih makan tenang daripada denger suara dua kuntilanak haus perhatian itu.”
Cia dan Sasa spontan ngakak sampai hampir tersedak, sementara dari jauh, Athar yang mendengar tawa khas Thalia hanya melirik sekilas dengan senyum tipis yang nyaris tak terlihat di ujung bibirnya.
"Baiklah gue udah bosen dengan keheningan, waktunya beraksi.
Cia dan Sasa hanya bisa saling tatap penuh tanda tanya melihat Thalia yang tiba-tiba mengeluarkan lip tint dari saku seragamnya, lalu membuka tutupnya dan dengan ekspresi serius nan misterius, menuangkan bubuk cabai setan ke dalam wadah mungil itu.
“Lia…” panggil Cia dengan suara ragu.
“Iya, kenapa?” jawab Thalia tanpa mengalihkan pandangan dari misinya.
“Lo… mau ngapain?” tanya Sasa pelan, matanya membulat melihat Thalia yang dengan hati-hati mengaduk campuran maut itu menggunakan cotton bud.
Thalia hanya menempelkan jarinya ke bibir,
“Ssssttt… gue gak suka keheningan, jadi…” ia menatap dua temannya dengan senyum penuh rencana.
“...mari kita buat pertunjukan.”
Cia langsung menepuk jidat. “Lagi-lagi... ya Tuhan, semoga gak ada korban fatal hari ini,” gumamnya pasrah.
Sementara itu, Thalia melanjutkan rencananya dengan mengeluarkan permen ajaib ciptaannya, sebuah karya hasil eksperimen gila yang ia buat dari ekstrak cabai setan campur jahe merah dan minyak mint.
“Hari ini, mereka bakal tahu rasa pedas yang sesungguhnya,” ucap Thalia dengan senyum menakutkan khasnya.
Gerakannya yang cepat dan lincah tak luput dari pengamatan meja sebelah.
Raka, Rafi, Dion, dan Doni menatap ke arah Thalia sambil berbisik satu sama lain.
“Bro, kali ini dia ngapain?” tanya Raka.
Dion mengangkat alis. “Feeling gue, ngerjain orang lagi.”
Rafi menambahkan, “Kalau Thalia udah senyum kayak gitu, fix ada korban.”
Doni hanya mendesah panjang. “Serius, dia tuh gila… tapi gila nya keren. Gerakannya halus banget, orang awam mah gak bakal sadar.”
Athar yang duduk paling ujung hanya melirik singkat, lalu menunduk lagi. Sebuah senyum tipis terlukis di bibirnya.“Dasar gadis nakal…” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar.
Dan benar saja dengan kecepatan yang bahkan kamera CCTV pun mungkin gak bisa nangkap bayangannya, Thalia berjalan santai ke arah meja Sesil dan Leni yang sibuk touch up, memasang ekspresi sok anggun.
Dalam satu gerakan nyaris tak terlihat. Lipstik Leni sudah tertukar dengan lip tint berisi cabai setan.
Gelas minuman Sesil sudah berisi permen ajaib Thalia yang tampak polos seperti biasa.
Selesai dalam kurang dari lima detik.
Thalia berjalan kembali ke mejanya dengan ekspresi datar dan berkata pelan pada Cia dan Sasa,
“Pertunjukan segera dimulai.”
Cia dan Sasa menunduk menahan tawa, sedangkan di meja OSIS, para pria hanya bisa menatap dengan ekspresi campuran kagum dan ngeri.
“Kalau gue jadi musuhnya Thalia,” gumam Dion lirih, “mending gue kabur ke luar negeri.”
Athar hanya bersandar, menatap punggung Thalia dengan mata yang samar menampilkan rasa bangga, dan sedikit… bahaya.
“Kita lihat permainannya..” ucapnya datar.
"Aaaaaaaa.... Panas.. Panas.. "
"Slrrruuuupppp... "
"Aaaaa.... Pedes...pedes"
Leni dan Sesil silih berganti meminum jus yang ternyata Thalia campur dengan permen cabenya. Semua murid tertawa melihat penampilan mereka.
"Haahahah... Mereka udah seperti kely jeding"
"Gak perlu filer nih udah alami.. "
"mana mata dan muka udah cetar eh bibir udah kaya kejedot pintu"
Banyak murid-murid saling berbisik, menertawakan mereka hingga suara Thalia menyela "Leni Sesil kalian di sengat lebah di pohon mana kok sengatannya estetik banget."
"Hahaha... " Suara tawa pecah namun Leni dan Sesil menatap tajam Thalia.
"Ini pasti gara-gara lo.." Tunjuk Sesil pada Thalia
Thalia menatap mereka dengan tengil"Enak aja nuduh dari tadi gue di sini lo.. "
Karena malu dan sudah tidak tahan karena pedas dan panas, Akhirnya Leni dan Sesil memilih meninggalkan kantin.
"Udah siap di hukum cantik.. "
Thalia yang masih menahan tawa langsung membeku. Suara itu… datar, tegas, dan terlalu familiar. Perlahan ia menoleh, dan benar saja, Athar berdiri di belakangnya dengan tangan terlipat di dada, ekspresinya dingin tapi sorot matanya menahan tawa.
Cia dan Sasa langsung menunduk menahan ngakak, sementara Thalia hanya tersenyum kaku.
“Hehehe…hukum apa sih ketua?” ucapnya pura-pura polos sambil menatap Athar dengan senyum setipis benang.
Athar mendengus pelan, mendekat hingga Thalia bisa mencium aroma maskulin tubuh Athar. “Lo pikir Gue gak lihat.."katanya datar.
Thalia buru-buru menyangkal, “Lho, gue cuma lewat loh tadi...sumpah demi sepiring bakso di kantin.”ucapnya sambil nyengir.
Raka, Dion, Doni, dan Rafi yang dari tadi mengamati dari jauh langsung menahan tawa keras-keras. Dion sampai berbisik ke Raka, “Gila, ini cewek gak ada takutnya sama si bos.. "
Athar menghela napas, lalu berkata dengan nada pelan tapi mengintimidasi, “Thalia, ke ruang osis.. "
Cia dan Sasa langsung memekik pelan, “Waduh, Lia… tamat riwayat lo.”
Namun bukannya takut, Thalia justru berdiri dan menatap Athar dengan senyum menantang.
“Baik, Ketua OSIS tercinta. Tapi kalau gue ikut, lo janji gak akan ngeluh ya kalau ruang OSIS jadi ramai.”
Athar menaikkan satu alis. “Ramai?”
Thalia mencondongkan wajahnya sedikit, berbisik nakal, “Soalnya gue gak bisa diem. "
Raka dan Rafi refleks menutup mulut menahan tawa, sementara Dion dan Doni hampir tersedak jus mereka.
Athar menatap Thalia lama, ekspresinya tetap datar, tapi sudut bibirnya sempat bergerak seolah menahan senyum. “Kita lihat nanti, gadis nakal,” ujarnya akhirnya, sebelum berbalik dan berjalan duluan.
Thalia pun melangkah mengikuti, sementara Cia dan Sasa saling pandang panik.
“Lia tuh bener-bener pengen hidupnya gak tenang,” bisik Sasa.
Cia mengangguk cepat, “Atau dia cuma suka bikin jantung Athar kerja lembur.”
thalia salting yaa gemeshh 🤭😁
semangat 💪💪💪
sangat bikin perut kram, ngakak🤣🤣🤣