Rania Vale selalu percaya cinta bisa menembus perbedaan. Sampai suaminya sendiri menjadikannya bahan hinaan keluarga.
Setelah menikah satu tahun dan belum memiliki anak, tiba-tiba ia dianggap cacat.
Tak layak, dan tak pantas.
Suaminya Garren berselingkuh secara terang-terangan menghancurkan batas terakhir dalam dirinya.
Suatu malam, setelah dipermalukan di depan banyak orang, Rania melarikan diri ke hutan— berdiri di tepi jurang, memohon agar hidup berhenti menyakitinya.
Tetapi langit punya rencana lain.
Sebuah kilat membelah bumi, membuka celah berisi cincin giok emas yang hilang dari dunia para Archeon lima abad lalu. Saat Rania menyentuhnya, cincin itu memilihnya—mengikatkan nasibnya pada makhluk cahaya bernama Arven Han, putra mahkota dari dunia lain.
Arven datang untuk menjaga keseimbangan bumi dan mengambil artefak itu. Namun yang tak pernah ia duga: ia justru terikat pada perempuan manusia yang paling rapuh…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GazBiya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Summer Camp
Di Aureline District, distrik elit tempat orang super kaya di kota Velmora.
Langkah Garren menggema di ruangan mewah itu. Lampu kristal besar menggantung mewah, menyebarkan sinar redupnya yang syahdu, membuat ruangan terasa begitu nyaman.
Namun ruangan justru sepi; tak ada senyum Rania yang biasanya hadir menyambutnya pulang. Tak ada sapaan hangat dan pelukan yang biasa melepas lelahnya.
“Sayang!”
Panggil Garren, mencari istrinya ke setiap ruangan. Namun hasilnya nihil.
“Rania! Jangan bercanda!”
Suara Garren mulai naik satu oktaf. Ia membanting dasinya ke sofa. “Wanita sialan!” cibirnya geram.
Ia pun membuka CCTV, namun Rania memang tak tampak pulang malam ini. Tapi… ada yang aneh, asistennya membawa dua koper? Otak Garren mulai berputar.
“Jangan bilang dia ikut Summer Camp tanpa memberitahuku! Atau aku acak-acak acara itu,” gerutunya pada diri sendiri.
Tangan kekarnya dengan cepat meraih ponsel, lalu menelpon kepala penyelenggara acara Summer Camp.
**
Di Summerwood, Junho—kepala penyelenggara, pria bermata sipit itu—segera mencari Rania dengan wajah panik. Ia menemukan Rania duduk termenung di belakang tenda sambil memandangi bulatan yang bening.
“Nyonya Rania, Anda sudah meminta izin pada bos Garren kan?” tanya pria itu ragu.
Rania mengangguk, tanpa berpikir apa pun. Ia sudah tak peduli jika saat pulang nanti suaminya akan memarahinya. Ia juga sudah memutuskan: saat pulang nanti ia akan mengurus perceraian, meski Garren menolak.
Namun yang ia tidak tahu, Garren justru menyusulnya menuju Summerwood dengan amarah karena merasa tidak dihargai.
“Baik, baguslah kalau begitu,” Junho mengangguk ragu dan sedikit kecewa karena modelnya ternyata berbohong.
Empat jam kemudian—saat semua peserta camping sedang tertidur lelap menyatu dengan alam—tiba-tiba di luar terjadi keributan.
Maya, asisten Rania, dengan cepat membangunkannya.
“Nyonya Rania, bangun… Tuan Garren sedang mengamuk di luar,” ucapnya bergetar.
Deg!
Rania dengan cepat membuka mata, lalu berlari keluar sambil terseok, menepis kantuk. Matanya langsung membelalak ketika melihat Junho—kepala penyelenggara—babak belur. Tak hanya itu, tenda-tenda panitia bahkan dibakar habis; sisa arang dan bau plastik terbakar menyengat.
Semua mata menatap Rania kesal, seolah melimpahkan semua kekacauan ini padanya. Tubuh Rania seketika lemas; antara marah, sakit hati, dan bahkan lebih dari itu.
Air matanya tidak menetes lagi kali ini, seolah berkata: Sudah cukup, Rania. Tak ada tempat aman lagi untukmu di bumi ini. Bahkan ketenanganmu yang hanya sekejap itu pun harus kau bayar.
Rania menelan ludah, lalu tatapannya bergeser pada Garren—tajam, penuh amarah. Namun suaminya itu dengan santai mengeluarkan sebatang r0k0k dan mengepulkan asapnya ke langit, seolah menegaskan bahwa dunia ini miliknya dan kau tidak bisa pergi ke mana pun.
Rania bergerak mundur, matanya melihat sekeliling. Tak ada satu pun tatapan tulus. Lalu ia menoleh ke belakang, ke arah hutan lebat yang gelap tanpa ujung. Namun itu lebih baik—setidaknya pohon tidak akan mencibir dan menyalahkanku, pikirnya.
Tak menunggu lagi, Rania berlari sekencang mungkin menuju hutan. Tak peduli apa yang akan ia temui di sana; jika memang harus mati malam ini—ia sudah menyiapkan mental untuk itu.
“Rania!”
Teriakan Garren memecah udara, membuat siapa pun yang mendengarnya langsung bergidik. Tanpa menunggu perintah, semua orang berlari mengejarnya, termasuk Maya yang terus menangis panik.
“Ya Tuhan, bagaimana jika sesuatu terjadi padanya,” gumam batinnya.
Semak belukar menampar langkah kaki mulus Rania, namun ia tak peduli. Beberapa ranting bahkan merobek kulitnya hingga luka. Di bawah sinar bulan yang terang, ia akhirnya sampai di ujung hutan.
Ravien Cliff, sebuah jurang tinggi yang bahkan tak pernah disambangi pendaki karena berbahaya. Namun Rania kini berada di atasnya.
Rania menghela napas, matanya menatap sekitar. Pucuk-pucuk pohon di bawah sana, disinari cahaya bulan. Ia bahkan membayangkan: jika ia mati lalu ruhnya tinggal di hutan ini, bersama pohon-pohon itu… mungkin akan kesepian—tapi itu lebih baik daripada rasa sakit yang ia tanggung setiap hari.
Rania bergerak maju, lututnya bergetar menolak rencana gilanya. Namun tiba-tiba, ledakan guntur terdengar keras, mengantarkan kilat yang melesat tepat di sampingnya, membelah batu besar yang berdiri kokoh hingga terbelah.
Duarr!!
Grrrrr!!
Rania tersentak mundur, jantungnya hampir melompat dari sarang. Hutan tiba-tiba gelap gulita, seolah cahaya bulan pun tak mampu menepisnya. Rania kehilangan jejak; bahkan ujung tebing kini tertutup gelap yang aneh.
Namun tak lama, batu besar di sampingnya yang terbelah itu memuntahkan sebuah benda kecil yang berkilau. Rania merayap lalu meraihnya dengan rasa penasaran. Takut? Sudah tidak ada. Bahkan jika benda itu milik harimau, ia mungkin akan menyerahkan diri untuk dimakan.
*
Terima kasih sudah membaca novel ini, temukan kejutan lain di bab selanjtnya. Setiap komentar, like, bintang dan Vote dari kamu, adalah sesuatu yang sangat berharga bagi author. Memberi semangat untuk terus menulis, memberi cahaya agar cerita ini sampai ke hati lebih banyak orang.
Jangan lupa Follow ya! Dan baca juga novel author yang berjudul: Istri ke-101 ( Sudah tamat)
Terimakasih & salam hangat.
Penulis yang selalu bersyukur karena ada kalian. Dukung terus karyaku ya kesayangan…
aaah dasar kuntilanak
toh kamu yaa masih ngladeni si jalànģ itu