"semua orang memiliki hak untuk memiliki cita-cita,semua orang berhak memiliki mimpi, dan semua orang berhak untuk berusaha menggapainnya."
Arina, memiliki cita-cita dan mimpi tapi tidak untuk usaha menggapainya.
Tidak ada dukungan,tidak ada kepedulian,terlebih tidak ada kepercayaan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan_nic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Menguras Energi
"Brakk!!!"
Suara meja yang di pukul keras di ruang tengah,Vivian menutup telinganya dengan kedua tangan. Dia memejamkan mata,bersembunyi di balik selimut cream tebal di kamarnya.Terdengar lagi suara bentakan yang tak lain adalah suara Papa nya,Rendra Bagaskara.
"Kamu pikir aku ngga capek? Ha?!!!"
Nada suara Papa tinggi,di depannya ada Mama dengan rambut setengah kusut dan ponsel di genggaman.
"Klise!!! Alasan itu terus yang kamu gunakan.Kalau salah ya salah aja,ngga perlu nyari alasan untuk pembenaran !!!"
suara Mama menandingi suara Papa.
"Dengar ya Elisa,Kamu itu kalau tidak menikah denganku...kamu hanyalah sampah"
"Lalu kenapa kamu menikahiku? Ha..?!!!"
"Itulah kesalahanku,aku menikahi wanita yang tidak tau di untung seperti mu"
"Ceraikan aku,kamu fikir aku tidak bisa membiayai hidup ku sendiri. Dengan menjadi istri atau bukan...hidupku akan sama saja.Aku melakukan semua sendirian percuma aku bersuami"
"apa yang bisa kamu lakukan? Ha...?!!!"
"Rendra,aku bisa melakukan apapun.Kamu ingat itu baik-baik "
"Lakukan saja,lakukan apa yang kamu mau. Aku sudah Muak dengan semua ini"
"Iya,mulai detik ini jangan pernah kamu menganggap aku adalah istrimu.Kau tidak berhak sama sekali"
"Terserah!!!!"
Papa mendengus kesal,tangganya menyambar kunci mobil yang tergeletak di atas meja.Pergi berlalu dengan langkah cepat.Tak lama suara deru mesin mobil mengaum di parkiran,kemudian suaranya makin lama makin menjauh.Papa pergi setelah pertengkaran yang entah keberapa kalinya.
Vivian mengusap air mata yang jatuh tanpa suara Isak,di bawah selimut tebalnya.Hatinya seolah hancur dengan suara-suara tadi.Meski dia sudah menutup telinganya kuat-kuat tapi ia masih bisa mendengarnya.
"kenapa mereka selalu memikirkan mereka sendiri,apa tidak ada aku di hati mereka?"
"aku tidak minta mereka lahirkan,merekalah penyebab aku ada di dunia ini,lalu...mudah sekali mereka menganggap aku tidak ada"
"ini sangat tidak adil"
Tak lama terdengar suara tawa kecil dari ruang tengah tadi.Seperti suara orang yang sedang bicara di telpon
"Hello Guys...iya besok kita nonton ya,aku udah pengen banget nonton film itu...oke..aku jemput kalian jam 10 pagi ya,biar sebelum film mulai kita bisa hangout dulu,oke..siap...baiklah,by...
see you next time.."
Itu suara Mama,sedang telpon dengan teman-teman kuliah nya dulu.Teman sedari Mama belum menikah.
"Vivian,Mama sudah pesan makanan..nanti kalau kurir nya dateng kamu ambil dan makanlah, Mama mau di kamar jangan ganggu" Suara Mama sengaja dia naikkan,seperti takut kalau Vivian tidak mendengarnya.Padahal suara itu sangat jelas,walaupun dia tidak meninggikannya.karna jarak ruang tengah dengan kamar hanya terhalang satu dinding saja.
"Vivian,kamu dengar nggak?"
Dengan malas Vivian menjawab
"Iya,aku dengar"
"jawab kek dari tadi...huh"
Mama mendengus kesal,lalu berlalu begitu saja...menuju kamarnya.Ia menutup pintu,kembali menatap ponsel.
Vivian menurunkan selimut yang sejak tadi menutupi wajahnya.Ia bangkit dari tempat tidur dengan lemah,seolah energinya terkuras habis.Tidak lama terdengar suara kurir dari arah depan membunyikan bel.Vivian menyeret kakinya,berjalan dengan malas ke arah pintu utama.
"ini pesanannya dek"
"terimakasih Bang"
tidak banyak interaksi antara Vivian dan kurir.Ia langsung menutup pintu,membawa kotak makanan itu menuju meja makan.Ia membuka kotak makan dengan perlahan.Aroma Ayam goreng Krispy dengan nasi hangat keluar.Vivian mengambil piring,memindahkan nasi dan ayam tadi.
"aduh lupa belum cuci tangan"
segera dia bangkit ke wastafel,memutar kran dan membasahi tangannya.kemudian kembali ke meja makan
"sendirian,iya...aku akan terus sendirian.Tidak akan pernah ada tawa bersama keluarga di meja makan.Omong kosong,semuanya"
Dia menyendokkan suapan demi suapan dengan mata menatap kosong di lantai.
Makanan tadi sudah selesai di lahap.Lalu ia hendak kembali ke kamarnya,langkahnya terhenti di depan pintu kamar Mamanya.Ia tertegun mendengar percakapan yang samar.Suara Mamanya seperti lembut dan manja,seperti di buat-buat.
"Iya Mas,adek masih nungguin Mas hubungin.Mas kemana sih tadi?"
Vivian terdiam,memasangkan telinganya lebih fokus.Dalam hatinya
"Tidak mungkin,Mama bicara seperti itu sama Papa.
Mama tidak pernah memanggil Papa dengan sebutan 'Mas', sebenarnya Mama bicara sama siapa?"
Dia merapatkan telinganya lebih dekat lagi ke dinding pembatas antar kamar dengan ruang makan.Samar terdengar lagi..
"Yah...Gimana lagi,kalau Adek rindu kan adek harus tau diri.Harus nungguin Mas terbebas dari Istri mas dulu"
Vivian menyipitkan mata,
"Istri?,berarti jelas bukan Papa yang di maksud Mama.
Lalu siapa? Pria beristri yang sedang menelpon Mama?"
Ia menghela nafas, pelan-pelan agar tidak di ketahui Mamanya bahwa dia sudah menguping.Percakapan itu masih terus terdengar,tapi ia memilih melanjutkan langkahnya menuju kamar.Ia mulai malas mendengar suara Mamanya yang tidak biasa,suara yang terlalu di buat-buat...membuat dia muak untuk terus mendengarkan.
Di kamarnya Vivian duduk di meja belajar.Ia menatap ke arah deretan buku pelajaran.Ia ingat ada tugas yang belum selesai dia kerjakan.Tapi rasa malas membuatnya hanya duduk mematung.Energi yang tadi seolah habis membuatnya tidak berselera menyentuh buku pelajaran.Tatapannya jatuh ke layar ponsel.Ia mengambil ponsel lalu membuka kunci layar.
Ia menekan sebuah aplikasi sosmed,tangannya terus berselancar meng scrol beranda sosmed di akun pribadinya.Ada notifikasi dari Arina masuk.Sebuah tayangan ulang yang dia bagikan,Isinya video dengan kata-kata lucu. Vivian tertawa kecil.membaca ulang dan tersenyum lagi
“Hidup kita masih panjang kawan,sebelum kita ngerasain petantang petenteng bagi-bagi uang”
Dia melanjutkan aktifitas nya, story dari sahabat-sahabat nya satu persatu dia buka.
story dengan gambar kucing milik Dita,
"Majikanku"captionnya, emoticon love warna putih
Vivian mengetik balasan dari story itu
"kebanggaan seorang Babu,hahahaha"
cepat ketikan itu terkirim lalu muncul balasan dari Dita
emoticon penuh air mata.Vivian membiarkan saja balasan dari Dita,tidak langsung dia buka.Dia melanjutkan menekan story milik Evan.
Di layar tampak potongan video Evan sedang menaruh loyang ke dalam sebuah oven,ada Mamanya di sebelah seperti memberi tahu sesuatu.
"Di Mandorin ibu negara" captionnya dengan backsound lagu viral
Vivian melakukan hal yang sama seperti saat melihat story Dita.
"Bakal makan enak nih besok"
balasannya belum di lihat.Tanda centang masih abu-abu.
Story milik Arina yang baru saja di unggah,langsung di lihat Vivian.Tidak ada gambar,tidak ada backsound ...hanya ada kata-kata motivasi
"Selama tidurmu masih di kasur,perutmu kenyang,bisa mengenyam pendidikan tidak ada alasan untuk tidak bersyukur"
Vivian terdiam,ia membaca berulang kalimat itu.Seperti ada kekuatan yang mulai bangkit di dalam dirinya.
"Arina...aku tahu hidup mu tidak mudah,tapi kamu selalu sekuat ini"
Dia mengetik balasan,
"selama kamu jadi temanku,aku akan selalu tahu cara bersyukur"
Sama dengan Evan,balasan itu masih berwarna abu-abu.
Perlahan dia menghela nafas,
"Udah terbiasa pura-pura kuat, tertawa jadi sudah otomatis "
"Keluarga bukan soal darah,kadang yang bisa bikin ketawa adalah temen satu tongkrongan"
Senyumnya tipis,suaranya lirih... kata-kata tadi hanya ia tujukan pada dirinya sendiri