NovelToon NovelToon
SISTEM MEMINDAH JIWAKU KE TUBUH GADIS BODOH

SISTEM MEMINDAH JIWAKU KE TUBUH GADIS BODOH

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Transmigrasi / Permainan Kematian / Sistem
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: chiisan kasih

Kinara, seorang pejuang akademis yang jiwanya direnggut oleh ambisi, mendapati kematiannya bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah misi mustahil. Terjebak dalam "Sistem Koreksi Generasi: Jalur Fana", ia ditransmigrasikan ke dalam raga Aira Nadine, seorang mahasiswi primadona Universitas Cendekia Nusantara (UCN) yang karier akademis dan reputasinya hancur lebur akibat skandal digital. Dengan ancaman penghapusan jiwa secara permanen, Kinara—kini Aira—dipaksa memainkan peran antagonis yang harus ia tebus. Misinya: meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna dan "menaklukkan" lima pria yang menjadi pilar kekuasaan di UCN.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chiisan kasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

“Mereka pikir mereka bisa menghentikan Kritik Eksistensial dengan mematikan lampu,” kataku, suara Amara terdengar menantang dan memecah keheningan.

Aku menoleh ke arah Pak Arka, yang juga menyalakan ponselnya, siap mendengarkan.

“Pak Arka,” panggilku. “Presentasi berlanjut. Tidak ada yang bisa membungkam kebenaran struktural. Bahkan bukan listrik. Jika saya harus mengajar sosiologi dalam kegelapan, maka itu adalah ilustrasi sempurna tentang hegemoni.”

Aku mengambil napas, mengabaikan ketakutan Nila, kemarahan Guntur, dan ancaman dari Serena. Kinara melangkah keluar dari podium, berjalan ke tengah ruangan. Senter ponselku menyinari wajahku sendiri, membuat bayangan panjang yang menyerupai topeng dramatis di dinding. Ini adalah teater, dan aku harus menjadi aktris utama sekaligus sutradara yang menantang sensor.

“Saya ulangi, Kampus ini…” suaraku menggema, kini lebih pelan, tetapi setiap kata mengandung bobot. “...dirancang untuk menciptakan saya, Amara Nasywa. Bukan sebagai kecelakaan, melainkan sebagai produk fungsional.”

Aku menyapu senter ke arah perwakilan administrasi yang kini berbisik cemas. Kinara bisa merasakan getaran kepanikan mereka. Ini bukan lagi kuliah; ini adalah pemberontakan kecil di jantung kekuasaan. Gelap telah menghilangkan batas-batas formalitas.

“Kita semua tahu definisi Amara Nasywa: Mahasiswi Antagonis Terbuang. IPK 0.9. Utang judi online. Toksik. Mereka ingin kita percaya bahwa kegagalan saya adalah kesalahan moral, pilihan pribadi yang buruk,” kataku, mengayunkan ponsel sehingga senter berhenti tepat pada gambar infografis yang samar di layar proyektor yang mati.

“Tapi Kekerasan Struktural bekerja lebih halus daripada moralitas. Ia bekerja melalui perbandingan yang brutal.”

Kinara mengambil langkah menuju barisan depan. Aku membiarkan ponselku menerangi tanganku yang memegang buku catatan.

“Jika saya tidak diciptakan, lantas siapa yang menjadi cermin kesempurnaan? Jika tidak ada kegagalan absolut (seperti saya), lantas bagaimana cara Sistem Pengendali Universitas—yang saya tahu banyak anggotanya hadir malam ini—membenarkan keberadaan Mahasiswi Ideal mereka, si Malaikat yang Diciptakan, yang memiliki IPK 4.0, memegang kunci data, dan selalu patuh pada hirarki?”

Aku berhenti sejenak, membiarkan nama ‘Malaikat yang Diciptakan’—Serena—melayang di udara dingin yang pengap.

“Sistem Ranking Kampus kita tidak menilai potensi. Ia menilai kepatuhan. Ia mempromosikan mahasiswa yang tidak kritis, mahasiswa yang akan menjadi roda gigi mulus di mesin Konglomerat (Target 4, yang identitasnya belum terkuak di Seri ini, tetapi bayangannya sudah hadir) yang mendanai institusi ini.”

Guntur, anggota BEM yang duduk di sana, akhirnya tidak tahan. Ia menyalakan senter ponselnya dan menunjuk Kinara.

“Amara, hentikan drama konyol ini! Jangan menggunakan data pribadimu untuk menyerang institusi yang memberimu pendidikan gratis! Itu adalah retorika sampah!” seru Guntur, wajahnya tampak merah karena marah.

Kinara tidak goyah. Aku menggeser tubuh Amara, sehingga cahayaku bersilangan dengan cahaya Guntur, menciptakan konflik visual yang nyata.

“Gratis? Tidak, Tuan Guntur,” jawabku tajam.

“Pendidikan ini sangat mahal. Harganya adalah integritas moral Amara Nasywa, dan kini, integritas moral mahasiswi tak berdosa seperti Nila.”

Aku menoleh ke arah Nila yang kini menyalakan senter kecilnya. Aku menggunakan kasusnya sebagai senjata.

“Kasus Nila, yang dituduh mencuri logo hanya karena dia tidak patuh pada ketua departemen, adalah ilustrasi konkret. SPU mengirim preman sekuriti untuk memaksanya mundur. Mengapa? Karena dia adalah variabel tak terkendali. Mahasiswa dengan IPK 0.9 atau mahasiswa tahun pertama yang idealis adalah ancaman, sebab kami berani mengajukan pertanyaan yang merusak fondasi narasi Anda.”

Kinara merasakan tatapan Pak Arka di kegelapan. Ia mendengarkan, menilai setiap tarikan napasku. Pak Arka tidak mencari jawaban yang benar, dia mencari keberanian filosofis.

“Mahasiswa yang ideal seperti Malaikat yang Diciptakan tidak pernah mengajukan pertanyaan kritis,” lanjut Kinara.

“Mereka hanya menyusun laporan yang indah, membersihkan data yang kotor, dan memastikan IPK mereka bersinar. Sementara di sisi lain, jiwa-jiwa yang kotor (seperti Amara) dibuat untuk membersihkan sampah utang judi agar kita tetap diam.”

Di barisan BEM, Rendra bergerak gelisah. Kinara bisa melihat pantulan cahaya di wajahnya. Ketua BEM itu dikenal otoriter dan sangat terorganisir. Kini, sistem organisasinya sedang diserang di depan mata anggota dan petinggi kampus.

“Ketua BEM yang hadir di sini,” panggilku, langsung menunjuk Rendra.

“Organisasimu, BEM, adalah lengan struktural dari Kekerasan ini. Kalian dikelola untuk memastikan tidak ada disrupsi. Kalian adalah polisi moral kampus. Kalian memegang otoritas atas nama mahasiswa, tetapi bertindak demi stabilitas SPU dan Administrasi.”

Rendra berdiri, tubuhnya yang tegap menghalangi cahaya di belakangnya.

“Saya menolak tuduhan itu, Amara. BEM bekerja untuk—,”

“Untuk apa, Rendra?” potongku cepat, tanpa memberinya waktu untuk membangun retorika BEM yang biasa. “Untuk menjamin pendanaan korporat. Kalian disubsidi agar tetap patuh.

Jika kalian benar-benar independen, mengapa BEM tidak pernah menyelidiki manipulasi data akademik yang dilakukan oleh SPU? Mengapa kalian diam saat mahasiswa diusir atas tuduhan palsu?”

Rendra terdiam. Itu adalah pertanyaan yang Kinara tahu, menusuk tepat di pusat idealisme Rendra yang tersembunyi di balik kerak otoriterisme. Target 2 terperangkap. Ia tidak bisa membela SPU tanpa menghancurkan kredibilitasnya sebagai pemimpin mahasiswa.

Kinara melanjutkan serangannya. Aku kini menyinari buku catatan Pak Arka di depanku.

“Pak Arka mengajarkan kita bahwa Sosiologi Kritis harus membalikkan lensa. Jangan bertanya mengapa mahasiswa gagal; tanyakan mengapa sistem membutuhkan kegagalan itu.

Saya telah membongkar, hari ini, dalam kegelapan yang dikirimkan oleh sensor itu sendiri, bahwa kegagalan Amara adalah fondasi struktural bagi kesempurnaan Serena.”

Aku merasakan adrenalin Kinara memompa di tubuh Amara. Aku hampir menyelesaikan argumen. Rasa sakit Kinara di kehidupan asli kegagalan dan kelelahan menembus sistem kini menjadi senjata retoris yang tak terduga kuatnya.

“Misi utama dari Antagonis Terbuang ini adalah mengoreksi dirinya sendiri,” kataku, memegang senter di bawah daguku.

“Tetapi bagaimana kita bisa mengoreksi diri, jika sistem tidak hanya merusak individu, tetapi juga menggunakannya sebagai bahan bakar untuk mempertahankan status quo? Jawabannya ada pada kritik eksistensial.”

“Presentasi ini bukan tentang mendapatkan nilai A, Pak Arka,” Kinara menoleh ke Target 1.

“Presentasi ini adalah tentang membuktikan bahwa jika ‘sampah’ seperti saya mampu menyusun kritik sistematis yang melampaui ‘malaikat’ yang mengontrol data, maka seluruh Sistem Ranking Kampus adalah sebuah kebohongan yang korup dan perlu dihancurkan.”

“Itu berarti, satu-satunya cara bagi sistem untuk tetap valid adalah dengan membuat argumen saya salah. Tetapi karena lampu padam dan mereka mengirim ancaman, mereka telah membuktikan kebenaran argumentasi saya,” Kinara menyimpulkan, nadanya kini penuh kemenangan pahit.

Perwakilan administrasi di sudut ruangan berdiri dan berteriak, “Ini fitnah! Kami menuntut sesi ini dihentikan! Dosen Arka, kendalikan mahasiswa Anda!”

Saat kegaduhan pecah, Pak Arka perlahan berdiri dari tempat duduknya, senternya menerangi wajahnya yang tenang. Ia mengabaikan tuntutan administrasi.

“Nasywa,” panggil Pak Arka.

“Pertanyaan terakhir. Jika sistem membutuhkan kegagalan, dan Anda telah berhasil membalikkan narasi itu. Apa status Anda sekarang? Bukan Antagonis Terbuang lagi?”

Kinara tersenyum lebar. Itu adalah pintu masuk yang kuinginkan. Pak Arka tidak menyelamatkanku; dia memberiku palu untuk menghancurkan paku terakhir.

“Status saya, Pak, adalah disrupsi. Saya adalah bug dalam kode. Dan bug ini sekarang memiliki bukti: kasus Nila, pengakuan BEM yang bimbang (Rendra), kepanikan Administrasi, dan bahkan bukti paling konkret lampu yang padam,” jawabku, menunjuk ke sekitar ruangan yang gelap.

Kinara melangkah kembali ke podium. Aku membungkuk dalam-dalam. “Terima kasih atas perhatiannya.”

Keheningan kembali mendominasi, hanya dipecahkan oleh suara napas tegang dan bisikan marah dari barisan administrasi.

Pak Arka maju dua langkah, senternya menyinari selembar kertas kosong yang dibawanya. Ia menoleh ke Kinara, kemudian ke seluruh ruangan, dan ke Rendra yang kini berdiri tegak di barisannya.

“Sebagai Dosen penanggung jawab mata kuliah Sosiologi Kritis,” ujar Pak Arka, suaranya lantang meskipun hanya berbekal cahaya ponsel.

“Saya menilai kualitas kritik, kedalaman analisis, dan yang terpenting, integritas untuk menghadapi struktur yang dianalisis.”

“Presentasi Amara Nasywa tidak hanya mencapai ekspektasi. Ia melampauinya, dengan risiko nyata bagi dirinya. Dia menggunakan dirinya sebagai laboratorium hidup untuk studi kasus Kekerasan Struktural. Sebuah tour de force.”

Pak Arka menatapku. Senyum tipis yang jarang ia tunjukkan kini terpancar jelas.

“Amara Nasywa. Anda mendapatkan nilai A untuk presentasi ini. Anda lulus mata kuliah saya, bukan karena kepatuhan, tetapi karena pemberontakan intelektual Anda,” Pak Arka menyatakan, mengabaikan gerutuan keras dari para administrasi.

Kinara menarik napas, rasa lega yang amat sangat menjalar di tubuh Amara. Misi akademis terselesaikan. Target 1 ditaklukkan. Rasa pahit yang selama ini membelenggu jiwanya—utang kegagalan akademik yang tak terbayar di kehidupan Kinara akhirnya lunas.

Tiba-tiba, suara dering keras dan mendesak terdengar, bukan dari ponsel biasa, melainkan langsung di pikiran Kinara. Itu adalah suara sistem.

[$SYSTEM_KOREKSI_GENERASI_JALUR_FANA: MISI SERI 1: T1_SOCIOLOGY_CRITICUS_CLEAR. IPK KOREKSI TERBARU: 1.1]

[STATUS UTANG BURUK: $4,500,000/$7,000,000]

[POIN HADIAH DIBERIKAN: +500 REWARD POINTS]

[UPGRADE SISTEM DIBUKA: MISI SERI 2 DIBUKA: TARGET 2 (BEM LEADER)]

Kinara menutup matanya sebentar, mencerna rentetan pesan sistem di tengah ruangan yang masih gelap dan bising oleh protes administrasi. Kinara berhasil. Nilai A, utang mulai terbayar, dan Misi Seri 2 kini aktif.

Namun, sebuah pesan tambahan muncul, sangat mendadak, membuat jantung Kinara tersentak. Itu bukan suara formal Sistem Koreksi, melainkan sebuah notifikasi dari inti core program yang tersembunyi.

[$RANDOMIZER_SKILL_INITIATED. TUNTUTAN UNTUK MEMBELA DIRI DITERIMA. PERSIAPAN MENGHADAPI T2.]

[SKILL BARU DIBUKA: DETEKSI POLA SOSIAL. STATUS: AKTIF.]

Saat aku membuka mata, di tengah kegelapan yang pekat, pandanganku tidak lagi hanya melihat mahasiswa yang panik dan Dosen yang puas.

Di sekelilingku, muncul lapisan visual baru: jaring-jaring energi tipis, seperti urat-urat laba-laba transparan, yang menghubungkan setiap individu. Jaringan ini tampak berdenyut, menunjukkan aliansi tersembunyi, kebencian, ketakutan, dan yang terpenting, jalur kendali yang terpusat.

Jaringan tebal dan merah mengalir dari Serena (yang tak terlihat, tapi energinya terasa) ke Guntur dan para administrasi. Jaringan biru dan bimbang menyelimuti Rendra.

Sementara itu, sebuah garis hijau tebal dan solid, seperti jembatan baja, terhubung antara aku dan Pak Arka. Target 1 kini secara visual dan formal telah menjadi sekutu Kinara.

Kinara menoleh, mengikuti jaring kendali yang paling tebal. Itu menuntun pandanganku ke sebuah titik fokus, tempat Rendra (Target 2) berdiri.

Aku melihat di kepalanya, ada sebuah simpul energi abu-abu tebal, melambangkan kepemimpinan otoriter yang didorong oleh kepatuhan, namun di tengahnya, terdapat celah tipis jaringan biru samar yang ingin membebaskan diri.

Kinara baru saja menyelesaikan perang intelektual, tetapi peperangan yang sesungguhnya baru saja dimulai, dan kali ini, medan pertempurannya adalah manipulasi sosial di kampus.

Untuk mengalahkan Serena dan SPU, aku harus menghancurkan jaringan kekuasaan dari dalamnya. Dan untuk itu, Kinara harus terlebih dahulu menaklukkan simpul otoritas terbesar di kalangan mahasiswa: Ketua BEM Rendra.

Tiba-tiba, suara yang lebih keras daripada pengumuman sistem terdengar di tengah ruangan.

“Kinara! Awas!” teriak Rendra dari barisannya, tetapi suaranya nyaris teredam oleh jeritan panik lainnya.

Dalam kegelapan, sebelum Kinara sempat bereaksi, sebelum Deteksi Pola Sosial bisa memberikan peringatan, sebuah tangan kuat mencengkeram lengan Amara dari samping, menyeretku paksa dari podium menuju pintu keluar yang gelap.

Bau keringat dan disinfektan menyeruak. Itu bukan sekuriti, bukan Guntur, melainkan sosok lain, asing, yang menggunakan kepanikan sebagai kamuflase.

“Lepaskan aku!” Aku mencoba meronta, tetapi cengkeraman itu sangat kuat.

“Ikut denganku. Atau presentasi barusan tidak akan pernah melihat matahari lagi, Amara,” bisik suara berat itu, sangat dekat dengan telingaku, memberikan ancaman langsung di tengah kegelapan yang kacau.

1
Tara
ini system kok kaga bantuin. kasih solusi kek bukan cuman ngancam aja🤭😱🫣
Tara: betul betul betul...baru kali ini ada system absurd😱😅🤔🫣
total 2 replies
Deto Opya
keren sekali
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!