Wulan, seorang bayi perempuan yang diasingkan ke sebuah hutan karena demi menyelamatkan hidupnya, harus tumbuh dibawah asuhan seekor Macan Kumbang yang menemukannya dibawa sebatang pohon beringin.
Ayahnya seorang Adipati yang memimpin wilayah Utara dengan sebuah kebijakan yang sangat adil dan menjadikan wilayah Kadipaten yang dipimpinnya makmur.
Akan tetapi, sebuah pemberontakan terjadi, dimana sang Adipati harus meregang nyawa bersama istrinya dalam masa pengejaran dihutan.
Apakah Wulan, bayi mungil itu dapat selamat dan membalaskan semua dendamnya? lalu bagaimana ia menjalani hidup yang penuh misteri, dan siapa yang menjadi dalang pembunuhan kedua orangtuanya?
Ikuti kisah selanjutnya...,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tipuan
"Tolong, jangan sakiti aku, aku hanya sedang kelaparan," ucap Bagas, seolah ia tak layak menjadi pria, sebab ucapannya terdengar sangat lemah, dan seolah merasa takut menghadapi wanita cantik dihadapannya.
"Mengapa kau begitu terlihat sangat miris? Kau bahkan tidak layak menyandang gelar pria," ucap sang wanita dengan nada mencibir.
Bagas merasa tersinggung, tetapi ia tak memiliki pilihan, sebab saat ini sangat begitu frustasi, karena dikejar oleh utusan Tumenggung yang berwatak preman.
Sesaat wanita itu melentikkan jemarinya, dan dalam sekejap, sesuatu mulai terlihat jelas, didepannya terhidang makanan dan minuman.
Seekor babi hutan yang dipanggang, lengkap dengan cairan darah yang menggenang di lantai gubuk bambu tua itu.
"Hah!" Bagas tersentak kaget. Tubuhnya langsung kaku melihat pemandangan tersebut. Namun, di balik rasa takut yang menyeruak, ada perasaan lain yang tiba-tiba muncul—rasa tamak yang tak bisa ia tahan.
Mata sang pemuda terpaku pada sosok wanita cantik itu. Ada aura sakti yang begitu kuat, seakan dia bukan manusia biasa. "Jika saja dia bisa memunculkan hal-hal seperti ini, apakah dia bisa memberikan sesuatu yang lebih?" pikirnya dengan rasa ingin tahu yang semakin menguasai.
Ia merasa, jika Akuji adalah orang sakti mandraguna yang dapat mengabulkan apa saja permintaannya.
Dengan sedikit keberanian, Bagas membuka mulut, ia ingin mengetahui, seberapa besar kehebatan wanita tersebut "Apakah kau bisa menghadirkan uang juga?" tanyanya, suaranya gemetar, tapi penuh harap.
Cliiiiing
Suara lentikan jari yang sama memecah keheningan, dan di hadapan Bagas, kini tampak tumpukan uang muncul dari udara kosong.
Dadanya terasa sesak, bukan karena ketakutan, tetapi karena kegembiraan yang tak terbendung.
"Ini... luar biasa! Ini semua bisa jadi milikku!" pikirnya dengan penuh semangat, bibirnya tak mampu menahan senyuman yang merekah. Matanya berbinar, dan niatnya berubah ingin menguasai semua uang itu, tidak perduli dari mana datangnya, karena baginya saat ini ia membutuhkan uang.
Dalam sekejap, ia mendapatkan berlimpah, dan ini adalah kesempatan yang tidak boleh ia sia-siakan. Ia memberanikan diri melangkah lebih dekat.
Dalam hati, ia tahu keputusannya mungkin bukanlah hal yang benar, tetapi keserakahan telah mengambil alih logikanya. "Wah, kamu sangat hebat!" serunya penuh kekaguman yang lebih mendekati ketamakan.
Wanita itu menatap mata sang pemuda dengan sangat dalam, mencoba membaca pikirannya. "Apakah kau mau bersamaku? Jika kau bersamaku, aku pasti akan membuatmu jadi kaya raya," ucapnya penuh antusias.
Akan tetapi, ketika kata-kata itu keluar dari mulut sang wanita, sesuatu dalam diri Bagas terasa goyah. Ia tidak yakin apa itu—entah firasat buruk atau peringatan dari nurani yang sudah lama ia bungkam.
Tapi ketamakan telah menguasai dirinya. Ia tidak peduli. Bagas terlalu terpesona oleh kemungkinan untuk memiliki segalanya, hingga ia rela mengabaikan apa pun risikonya.
Sosok itu melesat, lalu menangkap tubuh pemudah dihadapannya. "Tentu saja, tetapi ada syaratnya," ucap sang titisan iblis yang terdengar sangat parau.
Kedua tangan lentiknya mendekap sang pemuda yang ia anggap tampan, dan baru kali ini ia bertemu dengan bangsa manusia.
"A-apa syaratnya?" tanya pemuda itu tak sabar. Ia mengakui jika sosok wanita bernama Akuji itu sangat cantik mempesona, ditambah tubuhnya yang sintal menggoda, membuatnya terlihat begitu sempurna untuk menjadi wanita. Dan pastinya, pahatan tubuh indah yang diimpikan oleh banyak para wanita.
"Kau harus menemaniku," bisiknya tepat ditelinga sang pemuda.
Bagas tersenyum sumringah, sebab itu bukan syarat yang sulit untuk ia tunaikan.
"Kalau hanya itu sangat gampang, dan aku tidak akan menolaknya," jawab Bagas, yang tanpa ragu menyambar bibir sang Titisan Iblis, saat ini ia sudah dimabuk hasrat dan keduanya bergumul dalam pertempuran yang tidak seimbang.
Titisan Sang Iblis tersenyum sumringah saat pertama kali mendapatkan mangsanya, bahkan ia tak perlu mencari, sebab sang korban datang sendiri padanya.
Bagas terkulai lemah saat menyelesaikan pertempurannya. Keringat bercucuran membasahi kulitnya, ia tergeletak dilantai dengan tanpa sehe--lai benangpun.
Akuji tersenyum menyeringai, ternyata ini adalah hari pertamanya merasakan tu--buh seorang pria.
"Aku menyukaimu, dan ini akan menjadi pekerjaanmu untuk melayaniku. Kau dapat menjerat pria lainnya untuk datang padaku, dan kau akan mendapatkan banyak harta," ucap sang Titisan Iblis untuk memberitahu, "Syaratnya begitu serak dan berat.
Bagas mengatur napas yang masih tersengal, berusaha memulihkan dirinya sebelum perlahan bangkit dan duduk.
Saat ini, warga banyak yang sedang mengalami kesulitan hidup, dan jika ia mempengaruhi mereka, maka akan membuat kekayaannya berlimpah, dan memberikan upeti kepada Adipati bukanlah hal yang sulit lagi.
Setelah mempertimbangkan semuanya, ia menyetujui hal trsebut, dan dengan lemah, ia merangkak ke arah makanan dan minuman yang sudah terhidang di hadapannya dengan sangat menggiurkan.
Dalam pandangan yang masih sedikit buram, Bagas dapat melihat daging yang tampak menggoda.
Dalam penglihatannya, itu adalah kambing guling, dan segelas jus buah naga berwarna merah cerah. Ia tak lagi peduli pada keadaannya, rasa lapar yang menguasai membuatnya segera menyantapnya dengan lahap, seakan tidak ada hari esok. “Ini makanan paling enak... dan paling lezat yang pernah aku makan,” gumamnya dengan perasaan puas.
Ia tak menyisakan apa puun, daging itu habis, dan gelas jus pun kini kosong. Tapi entah kenapa, sebuah perasaan ganjil muncul di dadanya setelah selesai makan.
Semuanya terlalu... sempurna. Rasanya aneh, tetapi sang pemuda segera menepis pikiran itu. Mungkin ia hanya terlalu lama kelaparan.
*****
Jauh di dalam hutan dan goa, terdapat seorang gadis kecil yang sedang terdiam.
Ia melewati hari-harinya dengan hanya berlatih ilmu kanuragan. Gadis itu tampak berbeda dari gadis pada seusianya.
Ia duduk bersila di atas sebuah batu besar, rambutnya terurai dan berkilau dalam cahaya yang memancar dari lubang pada langit-langit goa yang kecil.
Kulitnya tampak seperti pualam yang bercahaya, sangat indah dan murni. Kedua tangannya mengatup sempurna di depan dada, posisinya seperti seseorang yang sedang bertapa dalam keheningan.
Wajahnya benar-benar fokus, seolah sedang terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari dirinya.
Gadis cantik itu mulai merasakan kejanggalan di sekitar goa, ia merasakan kehadiran yang sangat tak biasa, merasuk dalam tubuhnya.
Gadis itu terlihat membuka matanya. Ia merasakan kehadiran macan kumbang, hanya dengan merasakan aroma baunya saja.
"Kau harus mempelajari ajian Rengkah Gunung. Dimana, diluar sana, kau akan menemukan lawan yang sangat tangguh, dan setelah kau dapat menguasainya, maka akan ada seseorang yang datang membukakan pintu goa yang tertutup, maka hari itu, turunlah ke desa, dan lanjutkan pengembaraanmu!" ucap sang Macan Kumbang yang saat ini sedang berdiri dihadapannya.
Sang gadis hanya diam tak berkata, namun indera pendengarannya sangat jelas mendengar apa yang dikatakan oleh sang Macan Kumbang yang memberikannya titah.
Selarik cahaya berwarna keperakan berputar menyelimuti tubuh sang gadis, seolah sedang membungkusnya.
"Rapalkan mantra ajiannya, dan kelak kau akan menjadi seseorang yang memerangi kejahatan," sosok kucing berukuran besar itu melompat naik keatas batu cadas, tempat dimana sang gadis sedang duduk bersila. "Kau harus berpuasa mutih selama tiga hari, dan berpuasa mati satu hari. Dimana kamu harus dapat menahan tidak tidur, tidak makan, dan juga tidak minum selama satu hari. Jika kamu dapat lolos, maka aku akan menurunkan ilmu kanuragan yang lainnya." Macan Kumbang menimpali ucapannya.
"Baik, Ki," sahutnya dengan patuh.
berguling dibukit diiringi lagu
tum pa se aeeee
tp ini rajendra mah kok ya suka kali ngelitik si macan sih 🤔🤔
kk siti masih ada typo ya di atas hehehe
meski aq ratu typo sih 🤭🤭