"Izinkan aku menikah dengan Zian Demi anak ini." Talita mengusap perutnya yang masih rata, yang tersembunyi di balik baju ketat. "Ini yang aku maksud kerja sama itu. Yumna."
"Jadi ini ceritanya, pelakor sedang minta izin pada istri sah untuk mengambil suaminya," sarkas Yumna dengan nada pedas. Jangan lupakan tatapan tajamnya, yang sudah tak bisa diumpamakan dengan benda yang paling tajam sekali pun. "Sekalipun kau benar hamil anak Zian, PD amat akan mendapatkan izinku."
"Karena aku tau, kau tak akan membahayakan posisi Zian di perusahaan." Talita menampakkan senyum penuh percaya diri.
"Jika aku bicara, bahwa kau dan Zian sebenarnya adalah suami istri. Habis kalian." Talita memberikan ancaman yang sepertinya tak main-main.
Yumna tersenyum sinis.
"Jadi, aku sedang diancam?"
"Oh tidak. Aku justru sedang memberikan penawaran yang seimbang." Talita menampilkan senyum menang,
Dan itu terlihat sangat menyebalkan.
Yumna menatap dalam. Tampak sedang mempertimbangkan suatu hal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon najwa aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 06
"Kamu beneran gak papa, Zian?" Aira menatap laki-laki tampan--yang teebaring di ranjang putih itu seksama.
Rasanya seperti keajaiban menemukan lelaki itu dalam kondisi seperti sekarang.
"Hanya sedikit pusing. Selebihnya, gue gak papa."
"Kenapa gak ngasih tau kami yang nunggu di luar. Petugas medis juga kayak bekerja sama denganmu." Ucapan Aira bernada protes, meski wajahnya tak tampak benar-benar marah.
"Diandra gak ngasih tau?"
"Di? Jadi dia udah tau kalau kamu udah gak papa?"
Zian mengangguk. Dia yang menelpon sepupunya itu untuk datang, dan sudah memberi tahu kalau keadaannya, tak perlu dikhawatirkan.
"Di gak bilang apa-apa," sahut Aira.
Pantas saja sepupu Zian itu nampak tenang. Di saat yang lain panik, gadis itu terlihat biasa saja. Dia bahkan mengatakan kalau Zian punya nyawa sembilan. Rupanya karena Diandra sudah tahu kondisi Zian yang sebenarnya.
Zian mengulum senyum. Sadar trik apa yang sedang dimainkan oleh sepupunya.
"Lu juga nangis buat gue?"
"Masih nanya." Meski memberengut kesal.
Aira merasa lega melihat keadaan Zian. Dan Kekawatiran yang beberapa saat melanda, kini hengkang dengan sendirinya.
"Barusan itu teman gue. Salah satu petugas di jalan raya. Gue minta bantuan dia buat ngecek CCTV di TKP."
"trus?"
"Kalau semuanya terbukti sesuai dugaan gue. Gue gak akan tinggal diam."
"Zian," ucap Aira cepat.
"Yang penting kita selamat. Udah."
Zian diam. Tentu saja tak setuju dengan keputusan Aira. Tapi untuk saat ini lelaki tampan itu mengangguk pelan.
***
Saat Aira keluar dari ruangan itu, seluruh pasang mata tertuju ke arahnya.
"Jadi, yang mau nyumbangin darah ke Zian?" Aira menatap Yumna dan Dira bergantian.
"Gimana dia kak?" tanya Dira.
"Masuk aja. Dia emang butuh donor darah."
Dira mengangguk. Tanpa pikir panjang dia langsung masuk. Diandra mengikutinya sambil sedikit kedipkan mata pada Aira. Hanya Yumna yang tetap diam enggan beranjak.
"Gak masuk juga?" Aira menatapnya dengan menahan senyum.
"Dia gak papa kan, Kak?" Yumna sepertinya langsung paham dengan
situasi Zian saat ini.
"Hmm."
"Gak ada luka yang parah?"
"Gak ada."
"Mentalnya aman?"
Pertanyaan itu membuat Aira kerutkan kening.
"Dia gak hilang ingatan gitu?" Yumna memperjelas maksud pertanyaan.
Aira menggeleng.
"Semisal aku ngasih dia kejutan, dia gak bakal jantungan?"
"Kejutan apa yang bikin dia sampai jantungan, Yumna?"
"Ya kali aja, kondisi psikisnya belum stabil gitu gara-gara kecelakaan ini."
"Gak. Aku rasa kondisinya stabil," ucap Aira yakin.
"Okeh." Yumna menghela mapas lega.
"Sekarang saatnya." Gadis cantik itu bergumam.
"Punya rencana apa kamu?" Aira menyipit curiga.
"Mau tau? Ikutin aku ke dalam kak."
Di dalam ruangan itu. Dira dan Diandra duduk di samping ranjang besi putih tempat Zian berbaring nyaman.
Suasana cukup hening. Mereka sedang bicara kecil dengan suara lirih. Zian sesekali juga sibuk dengan gawai di tangan.
Akan tetapi tiba-tiba.
"ZIANNNN!"
Itu bukan gema pekikan, namun sapaan yang penuh penekanan.
Entah bagaimana cara munculnya, Yumna sudah berdiri sedikit membungkuk di sisi ranjang tempat Zian berbaring, dan memasang ekspresi wajah mengerikan. Aura membunuh menghunus tajam, dengan delikan sempurna seorang ninja bayaran, siap menerkam kapan saja dengan sekali hentakan.
Zian bergeming, fokusnya pada gawai masih tak teralihkan meskipun Yumna menghunuskan tombak ancaman. Sementara Aira dan Diandra melotot ke arah Yumna sambil memasang ekspresi membingungkan.
"Yumna!?"
Itu gelombang suara Dira yang hanya bervolumekan dengungan hewan kecil yang terbang dan suka menghisap serbuk sari. Si paling tahu soal Yumna ini sudah berasumsi bahwa sahabat karibnya itu pastilah emosi jiwa karena pengakuan Talita barusan yang mengaku tengah hamil anak Zian.
Dira juga merasakan kekesalan dan amarah yang sama. Namun, ia memilih menahan diri karena dirasa sekarang belum saatnya.
"Duduklah, Yumna. Kamu ada apa?"
Aira, si paling lembut dan bijaksana di antara mereka mulai mendinginkan suasana yang dirasanya sedikit mencekam. Tak biasanya Yumna memasang ekspresi seperti itu terlebih kepada Zian--sang atasan. Apalagi baru saja gadis itu sangat khawatir untuk Zian, sekarang malah seperti ingin menerkam.
Mendengar suara Aira, Yumna berkedip tipis, namun rasa geram terhadap lelaki di sampingnya itu tidak turun level sedikit pun. Kalau bukan karena atasan, mungkin Yumna sudah mencongkel kedua bola mata zian dan menyimpannya di ubun-ubun.
"Kamu beneran menghamili Talita, Zian?"
Tanpa berpikir panjang Yumna langsung melontarkan pertanyaan yang sukses membuat Aira dan Diandra tersentak bukan main. Gadis itu sudah tidak tahan lagi, momen Zian sedang dirawat tak bisa menghalangi rasa penasaran yang membuncah dan tentunya menuntut penjelasan dari sang pemain.
"Lu udah dateng, kalian bisa mulai ngucapin selamat ultah buat kak Aira sekarang."
Dengan santainya Zian meletakkan gawainya di atas meja dan melapalkan kalimat yang membuat isi kepala Yumna semakin mendidih.
"Jawab pertanyaanku, Zian!"
Yumna menarik kursi lalu menjatuhkan tubuh idealnya tepat di samping Zian, dan terus menyipitkan kedua matanya yang memang sudah sipit sejak lahir.
"Lu nanya apa?"
Tanpa menoleh ke arah Yumna Zian melontarkan pertanyaan balik. Kebiasaan.
Tak jauh berbeda dengan Yumna, jantung Dira seolah ingin keluar dari persembunyiannya. Berita mencengangkan yang dibawa sahabatnya--yang sebenarnya juga sudah diketahuinya-- itu hampir saja merenggut nyawa.
"Zian, kamu dan Talita?" Dira masih melongo walaupun bibirnya sempat merapalkan kalimat singkat berbau keyakinan. Kepercayaannya pada zian hampir saja luntur andai saja ....
"Hallo, apa hanya aku di sini yang tidak tau apa-apa?" Diandra menginterupsi dengan suara cukup keras.
"Kasih paham. siapa itu Talita?"
"Talita calon istri Zian. Mereka mungkin akan segera menikah. Karena dia sekarang sedang mengandung anak Zian." Yumna yang mengambil alih menjawab dengan kilatan amarah yang memuncak.
"Hah imposible." Di membanting ucapan.
"Gak mungkin. Aku gak percaya." Dia langsung berkata dengan sepenuh keyakinan.
"Lu percaya?" Kini kedua netra tajam Zian tertuju pada Aira, yang walaupun dalam kondisi terkejut tatapannya tetap meneduhkan.
Aira yang terdiam dengan merangkum semua keterkejutan dalam dada, sesaat menghela napas samar.
Tersenyum lembut sebelum menjawab, Aira menundukkan pandangannya.
"Kamu tahu, aku selalu percaya pada kalian, terutama kamu, Zian. Dan tidak akan ada yang bisa mengoyak kepercayaanku."
Tersenyum penuh kemenangan, Zian menatap semuanya tanpa merasa perlu menjelaskan.
"Kak..." Yumna melayangkan tatapan menuntut pada Aira.
Gadis berparas lembut itu mengangguk sambil memberi senyum menenangkan.
"Tapi, Kak..." Serangkaian kalimat protes penuh tuntutan sudah berjejal kusut dalam otak Yumna. Beruntungnya kekusutan itu tertutup oleh hijabnya dengan sempurna.
Ia jelas tak terima Zian menganggap semua selesai hanya karena mendapat kepercayaan yang sangat tinggi dari Aira.
Sedangkan Dira, meski ia hanya diam saja, tapi dari tatapannya jelas memberi dukungan seribu persen pada Yumna.
Namun...
"Gue minta maaf, karena peristiwa ini, rencana ngerayain ultah kak Aira jadi tertunda. Lebih dari itu, gak ada yang perlu gue jelasin, karena itu gak penting."
Zian tampil dengan peringatan keras. Menumpulkan segenap kalimat protes yang akan dilancarkan Yumna dengan tegas.
Apa? Tidak penting katanya?
Yumna mendengus.
Tapi, demi apapun dia sadar, saat ini mereka berkumpul karena Zian mengalami kecelakaan. Bukan untuk adu jotos dengan atasannya yang ganteng tapi menyebalkan.
Terlebih lagi ini di rumah sakit, yang tidak layak untuk membuat keributan.
Yumna menghela napas panjang. Dia terpaksa mengalah dan setuju untuk diam. Catat. Terpaksa. Karena setelah ini ia akan tetap menagih penjelasan. Sekalipun mungkin harus dengan cara kekerasan.
Kuharap saat itu terjadi, Zian sudah siap.
Jangan sampai dia dijadikan seblak.
🥀🥀🥀
Sekedar ngasih tau aja. Di bab ini kolaborasi sama Zian Ali Faradis sendiri.
Teman-teman yang udah paham karakteristik tulisan kami, pasti bisa bedain yg mana tulisanku, dan yg mana tulisan Zian.
ziann..
Awas ya kalau di bab ini kamu gak ada komen.
Aku kasih vote biar calonnya Zian tambah semangat