Elma merasa, dirinya bukan lagi wanita baik, sejak sang suami menceraikannya.
Tidur dengan pria yang bukan suaminya, membuat Elma mengandung benih dari atasannya yang seorang playboy, Sean Andreas. Namun, Sean menolak bertanggung jawab dengan alasan mereka melakukannya atas dasar suka sama suka.
Beberapa bulan kemudian Elma melahirkan bayi perempuan dengan kelainan jantung, bayi tersebut hanya bisa bertahan hingga berusia satu tahun.
Disaat Elma menangisi bayi malangnya, Sean justru menyambut kehadiran seorang bayi dari rahim istrinya, sayangnya istri Sean tak bisa bertahan.
Duka karena kehilangan anak, membuat Elma menjadi wanita pendendam. Jika ia menangisi anak yang tak pernah diinginkan papanya, maka Sean juga harus menangisi anak yang baru saja dilahirkan istrinya.
Apa yang akan Elma lakukan pada anak Sean?
Tegakah Elma menyakiti bayi malang yang baru saja kehilangan Ibunya?
Bagaimanakah hubungan Elma dan Sean selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Bertemu
#6
“T-tapi, Bu—”
Baby sitter itu terlihat gugup, jika ia setuju dengan permintaan Elma, maka sama halnya dengan melanggar aturan majikannya. Tapi jika menolak, bayi dalam gendongannya mungkin akan pingsan akibat dehidrasi, karena sejak semalam bayi itu hanya bisa menikmati du botol sisa ASI dari pendonor.
Susu formula?
Jelas sangat tidak dianjurkan, karena bayi tersebut alergi pada susu formula. Jadi sejak kelahirannya, sang Papa pontang-panting mencari pendonor ASI untuk putranya. Seperti saat ini.
“Baiklah, kalau kamu tak mengizinkannya, aku tak memaksa. Izinkan aku menggendongnya sebentar saja,” pinta Elma dengan wajah sendu, mendadak ia teringat Eve, rindu mencium aroma tubuh gadis kecilnya.
Setidaknya Elma bahagia karena Eve tak lagi menderita dalam sakitnya.
Baby sitter itu dengan ragu-ragu menyerahkan bayi dalam pelukannya, “Jangan khawatir, kami bukan orang jahat, lagipula di sini banyak CCTV.” Suster Nia menenangkan baby sitter yang terlihat masih gugup tersebut.
Sementara Elma sudah sibuk dengan bayi dalam gendongannya, seolah tak ada orang di sekitar, hanya ia dan bayi tersebut. Mulanya bayi itu menangis keras, tapi Elma yang sudah berpengalaman dengan bayi yang rewel di malam hari mulai menimang, bahkan bersenandung seperti nyanyiannya untuk Eve.
Hatinya terasa hangat dan tenang, padahal yang ia timang adalah anak orang.
Bayi yang semula menangis histeris itu perlahan mulai tenang, sepertinya indera penciumannya bisa mengendus aroma ASI yang membasahi pakaian Elma. Secara alami, bayi itu pun menggerakkan-gerakkan kepalanya mencari sumber makanannya sendiri, bahkan mulutnya terbuka seolah berharap seseorang berbelas kasih terhadapnya.
“Suster, apa yang harus kulakukan? Dia begitu kelaparan, sementara aku memiliki apa yang ia butuhkan,” gumam Elma sambil menatap Suster Nia dengan kedua mata berkaca-kaca.
“Mbak, boleh, ya?” Sekali lagi Suster Nia memohon pada baby sitter, agar mengizinkan Elma menyusui bayi malang tersebut.
Antara takut dan rasa tidak tega, akhirnya baby sitter tersebut mengangguk. Biarlah nanti ia akan di damprat habis-habisan oleh sang majikan, asal ia tak kehilangan rasa kemanusiaan pada sesama manusia.
“Baiklah, Bu. Silahkan,” jawab baby sitter, pasrah, semoga saja Tuhan berbaik hati menolong dirinya nanti.
Elma pun masuk ke ruang laktasi, yang berada tak jauh dari kursi ruang tunggu. Elma meminta tisu basah untuk membersihkan area depan tubuhnya, agar sang bayi bisa menikmati ASI-nya tanpa perlu merasa was-was.
Sementara Suster Nia dan baby sitter menunggu Elma di depan ruang laktasi, Elma merasakan debaran bahagia karena bisa memberikan ASI-nya pada bayi yang benar-benar membutuhkannya.
Bayi itu benar-benar kelaparan, karena terus menghisap tanpa jeda. sedikit berbeda dengan bayi perempuan, yang sebentar-sebentar harus berhenti karena kehabisan nafas.
“Kasihan sekali kamu, Nak. Di usia sekecil ini harus kehilangan Mama kamu.”
Sambil berbisik lirih, tangan Elma tak henti mengusap kepala bayi tampan tersebut, sejenak kekosongan hatinya akibat kehilangan Eve sedikit terisi. Rasanya sungguh bahagia, padahal yang Elma susui adalah anak orang lain, bukan anak kandungnya sendiri.
Setelah lebih dari 29 menit, akhirnya bayi itu pun lelap tertidur dalam pelukan Elma, berat sekali rasanya mengembalikan pada baby sitter, hingga Elma pilih berlama-lama memeluk bayi tersebut. Selain itu, wajah sang bayi membuat Elma terbius, menatapnya saja membuat hati tenang dan penuh kedamaian.
“Kemana saja kamu?!” Elma mendengar suara dari ruang bilik laktasi, ia bisa menebak papa dari bayi ini sudah datang. Maka Elma pun buru-buru merapikan pakaiannya yang masih sedikit terbuka di bagian atas.
“M-maaf, Tuan, tapi—”
“Maba anakku?!”
“Dia ada di dalam, ada seseorang tengah memberinya ASI.” sang baby sitter menjawab dengan gugup, rasanya tubuh dan rohnya nyaris saja terpisah karena ia sangat ketakutan.
“Apa?! Kamu tahu, kan? Anakku hipersensitif pada apa saja yang ia konsumsi.”
“Benar, Tuan. Tapi jika tidak mendapatkan ASI, saya takut Tuan Muda Reynaldi akan pingsan.” Baby sitter itu menunduk ketika membeberkan alasannya.
Pria itu tak mengatakan apa-apa lagi, ia melanjutkan langkahnya, membuka pintu bilik laktasi dengan nafas memburu serta emosi yang tak bisa dijabarkan dengan kata-kata.
Pemandangan tak biasa menyambut ketika ia sukses membuka pintu ruang laktasi, wanita itu, kenapa ia bisa berada di sana bersama Reynaldi. Namun Sean tak sempat memikirkan yang lain, bukannya berterima kasih, ia justru membiarkan emosi menguasai.
“Lancang, kamu!” tuding Sean, setelah mengambil alih Baby Reynaldi dari pelukan Elma.
Elma masih terpaku menatap lelaki yang sudah lebih dari setahun tak ia lihat, perasaan hangat dan nyaman yang ia rasakan ketika mendekap Baby Reynaldi, musnah begitu saja, ketika Elma tahu siapa ayah dari bayi itu.
Sungguh kejutan yang sama sekali tak Elma harapkan, pria yang tak mau bertanggung jawab pada bayi dalam kandungannya dulu, kini mengamuk seperti banteng, tak terima ketika anaknya disusui orang tanpa seizinnya.
“Aku pun tak akan sudi melakukan hal ini jika tahu kalau bayi ini adalah anakmu,” balas Elma tanpa ingin banyak bicara.
Wanita itu pun berlalu pergi, bahkan sengaja mendorong tubuh Sean dengan kasar, karena tubuh pria itu menghalanginya keluar.
“Suster Nia, ayo kita pergi.”
“Bu, terima kasih banyak.” Sang baby sitter itu tulus berterima kasih, karena Elma sudah menolong tuan muda kecilnya.
Elma terus melangkah, ia tak menghiraukan ucapan sang baby sitter, dadanya terasa sesak ketika kembali bertemu dengan pria yang sudah meninggalkan benih di rahimnya.
“Pria itu benar-benar tak berubah, masih saja angkuh dan sombong seperti tak butuh orang lain.” Elma menggumam sepanjang langkah kakinya menuju kamar.
Tiba-tiba bibir Elma tersenyum licik, “Jadi kamu sangat menyayangi anakmu? lihat saja nanti, aku tak akan tinggal diam, dan melihat anakmu tumbuh bahagia, sementara anakku meregang nyawa.”
kerren
semangat terus nulisnya yaaa 😍