Aditya patah hati berat sebab Claudia—kekasihnya— memilih untuk menikah dengan pria lain, ia lantas ditawari ibunya untuk menikah dengan perempuan muda anak dari bi Ijah, mantan pembantunya.
Ternyata, Nadia bukan gadis desa biasa seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Sayangnya, perempuan itu ternyata sudah dilamar oleh pria lain lebih dulu.
Bagaimana kisah mereka? Ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Diterima Kerja
"Ah, Ibu! Alhamdulillah, Nadia diterima kerja!" ujar Nadia memeluk Ijah begitu ia membaca email masuk yang menyatakan dirnya diterima bekerja menjadi seorang jurnalis di beberapa kantor berita.
Nadia bahagia, tetapi juga dilema sebab ia ditempatkan di luar kota dan jika dia memutuskan untuk tidak menerima pekerjaan itu, maka akan digantikan dengan calon pelamar yang lain.
“Dua-duanya, Nadia di tempatkan di luar kota, Bu.”
Bandung dan Jakarta. Dua kota besar yang asing baginya, tetapi itu sebuah kesempatan bisa diterima di kantor berita dan penyiaran yang terkenal. Dan Nadia harus memilih salah satunya.
"Gak papa, Nduk. Asal kamu bahagia, inikan kesempatan untukmu," jawab bi Ijah.
"Ibu nanti sendirian," jawab Nadia lesu di pelukan ibunya.
"Kan ada Nada," hibur Ijah mengusap kepala Nadia.
Nadia menatap Nada, adiknya yang sedang turut terharu di pelukan ibunya sebab kini Nadia sudah mendapatkan pekerjaan meski pun Nada harus mengakui jika dirinya bersedih sebab akan terpisah lagi dengan kakaknya seperti saat dulu Nadia berkuliah di luar kota.
Nadia menggenggam tangan keduanya, menatap ijah dan Nada bergantian, seakan bertanya, “tidak papa aku pergi?”
Ijah dan Nada mengangguk dan mereka turut bahagia dengan Nadia yang diterima di kantor berita cukup besar itu.
Keberangkatannya terjadwal besok pagi, tetapi ia harus memberitahu Bisma--tunangannya akan berita ini.
“Nggak cari pekerjaan yang dekat-dekat sini saja?”
Nadia menggeleng. “Belum ada panggilan, Mas. Nadia sudah coba daftar, tapi belum ada satu pun balasan.”
“Hufh. Nad,” kata Bisma medesah, seakan tak rela Nadia akan pergi jauh darinya.
“Mas juga ada pekerjaan di sana, tapi gak bisa selalu ada buat jagain kamu. Beda kalau kamu bekerja di sini, ada ibu dan saudara yang masih jagain kamu. Bukannya mas gak rela kamu pergi, tapi.”
Lantas, tangan Nadia yang berada di atas meja itu diraihnya. Nadia tahu itu suatu kesalahan, dia langsung refleks menghindar, tetapi genggaman tangan itu terlalu kencang menggenggam.
Nadia risih. Namun, dia tahu jika sebenarnya pria itu sedang mengkhawatirkannya.
“Mas cuma khawatir kamu tinggal jauh di kota besar, sedangkan kamu tidak ada kenalan di sana, di sana berbeda dengan di sini, Dik.”
“Mas,” kata Nadia mengingatkan supaya Bisma mau melepaskan tangannya.
“Oh, ya. Maaf, Dik. Gak sengaja.”
Nadia cuma mengangguk dan menarik tangannya bergulung di atas pangkuan. Terasa panas, seumur hidup baru kali ini ia digenggam erat oleh pria dengan sengaja. Meski dengan Bisma sudah mengenal cukup lama dan dia adalah tunangannya sekarang, tetapi Nadia tidak mengizinkan laki-laki dapat menyentuhnya secara sengaja.
Nadia diam, dia menunduk.
“Ya Allah, maafkan hamba,” ujarnya dalam hati semabri mengusap punggung tangannya yang putih jadi memerah.
“Tetap jadi pergi?”
Nadia mengangguk. Dia sudah mengatakan pada ibunya akan berangkat esok hari. Dia juga sudah mengirim surat balasan untuk datang ke interview itu.
"Maaf, gak bisa antar, Dik. Mas masih banyak kerjaan kalau kamu pergi besok pagi," jawab Bisma begitu Nadia berpamitan.
Nadia tidak mempermasalahkan, pun tidak ingin merepotkan tunangannya sama sekali.
Dia bisa pergi sendiri, naik bus atau kereta pun jadi. Namun, dia memilik naik bus ekonomi yang lebih terjangkau dan waktu yang sesuai dengan kebutuhannya. Dia tiba sore hari dan langsung mencari penginapan yang dekat dengan kantornya.
Namun, bus sampai sana saat hari sudah terlalu sore dan dia belum mencari penginapan untuk bisa menjadi tempat tinggalnya.
Sembari menunggu taksi yang akan mengantarkannya ke hotel terdekat, dia duduk di kursi halte.
“Nadia!” seseorang memnaggil namanya dari seberang. Dua orang laki-laki yang menghampirinya.
“Kamu Nadia, kan?” tanya laki-lkai itu pada Nadia yang seketika berdiri dari duduknya.
“Aku Aditya, ingat?” tangannya terulur tetapi Nadia menangkupkan kedua tangnnya.
“Ingat, A,” jawabnya sambil menunduk memberi salam.
"Sedang apa di sini, Nad? Datang sama siapa?" tanya Aditya. Ia manatap ke atas, langit terlihat gelap seperti akan turun hujan.
“Sendiri, A. Ini lagi cari penginapan,” jawab Nadia.
Sedangkan sore itu, awan sudah benar-benar gelap, kilatan petir pun terlihat menyeramkan. Hujan pun mulai turun dengan perlahan.
“Cari penginapan dimana? Hujan, Nad. Nginap di rumahku saja.”
semangat /Determined/
ayuk Up lagiih hehee
aditi Aditia kocak beud masak masih amatiran