Berfokus pada Kaunnie si remaja penyendiri yang hanya tinggal bersama adik dan sang mama, kehidupannya yang terkesan membosankan dan begitu-begitu saja membuat perasaan muak remaja itu tercipta, membuatnya lagi dan lagi harus melakukan rutinitas nyeleneh hanya untuk terbebas dari perasaan bosan tersebut.
tepat jam 00.00, remaja dengan raut datar andalannya itu keluar dan bersiap untuk melakukan kegiatan yang telah rutin ia lakukan, beriringan dengan suara hembusan angin dan kelompok belalang yang saling sahut-sahutanlah ia mulai mengambil langkah, Kaunnie sama sekali tidak menyadari akan hal buruk apa yang selanjutnya terjadi dan yang menunggunya setelah malam itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BI BAB 6 - Praktik kayang.
Aku berlari beriringan mengikuti gerombolan murid yang sedang berlari dengan barisan memanjang. Ini adalah jam olahraga, dan aku yang sebenarnya agak malas untuk mengikuti kelas melelahkan namun sialnya berguna untuk kesehatan jasmani ini dengan terpaksa mengikuti langkah murid-murid kelasku yang sedang berlari memutari lapangan.
Hosh hosh hoshh~
Terik matahari yang luar biasa nyelekit dan membuat sunscreen ku kena mental tersebut menusuk, seolah membakar dari jarak satu jengkal saja diatas kepala, aku lagi-lagi hampir dibuat tumbang namun tak ayal terus melanjutkan langkahku sampai selesai.
Setelah sepuluh putaran, kami dipersilahkan untuk istirahat selama lima belas menit sebelum pelajaran utama praktek kayang itu dimulai.
Iya, praktik kayang.
KAYANG.
Rama berjalan santai menghampiri. Si guru pjok muda itu memang sudah memperhatikanku sejak tadi, sejak awal malah, dan aku sadar betul akan hal tersebut.
Guru pjok muda kesayangan para siswi itu semakin dekat lalu berhenti tepat didepanku dan ikut memarkirkan bokongnya disebelahku yang sedang duduk selonjoran, hingga kini berakhir kami berdua duduk ngedeprak bersebelahan.
"Bisa nggak praktek kayang?" Ujar Rama membuka obrolan dengan nada yang begitu tengil, bahkan tanpa menoleh pun aku sudah bisa menebak se menyebalkan apa raut yang terpatri di wajah pria tersebut. Syalanh.
Hubunganku dan Rama memang tidak pernah berubah. Ia masih sedajjhal nan biadhapb dulu.
"Bisa pak," sahutku santai. Meski aku dan pria disebelahku ini tidak bisa dibilang tidak dekat, aku tetap tidak akan kurang ajar dengan memanggilnya 'Rama' secara gamblang karena walau bagaimanapun ini masih disekolah. Itu berarti, Rama adalah guru yang harus dihormati.
Tapi kalau diluar sekolah..
..tentu beda lagi.
"Masa? Bulan kemaren kayang kamu masih serong samping kanan, iho." Ujar Rama langsung membuatku malu sendiri.
Duh, aku bukannya apa ya namun kayang itu ternyata bukan suatu hal yang bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku mencoba kayang namun gerakanku selalu tak simetris, ada yang terlalu kekanan lah kekiri lah, bahkan pernah sekali wajahku tiba-tiba berada tepat didepan kaki siswa yang lewat.
Pokoknya kampretlah.
...(( komentator S : ahahahahaa! persis kayak kesayanganku waktu SD dulu ))...
...(( MissThor : ampun, itu pengalaman kelam. ))...
"Pak Rama~" beberapa murid perempuan menyapa, mereka berhenti didepan Rama lalu mengukir senyum termanis yang mereka punya.
"Iya." Sahut Rama sok cool seperti biasa yang bukannya membuat para siswi tersebut tak punya alasan lagi untuk berdiam diri disini, malah semakin membuat mereka cengar-cengir dan lebih gencar lagi caper nya.
Aku no komen, kukantup mulutku lalu kubiarkan saja Rama dan para penggemar-penggemarnya itu.
Rama adalah guru muda yang dengan malas kuakui bahwa ia cukup tampan sehingga tak sedikit perempuan mau itu didalam atau diluar sekolah yang mengaguminya karena bukan hanya memiliki paras yang rupawan, Rama juga memiliki kecerdasan yang lumayan. Bahkan kondisi finansial pria tersebut juga terbilang sangat sangat sangat bagus. Jadi, siapa coba yang tidak suka? Aku sendiri saja sampai iri berat.
"Hei, malah ngelamun. Ngelamunin aku kamu ya??" Rama berujar lagi ketika para siswi tadi sudah tak kelihatan, ujarannya begitu percaya diri dan itu memicu tanganku mengidamkan pipinya untuk ku gampar, tapi ku tahan, bisa kena poin aku kalau ketahuan main tangan ke guru.
Huh.
Karena tidak bisa ngegampar, maka reaksi yang kutunjukan pada pria disampingku tak lebih dari sekedar gerakan ingin muntah. Walaupun tebakan yang Rama layangkan tidak salah juga sih.
