Juminten dan Bambang dari namanya sudah sangat khas dengan orang desa.
Kisah percintaan orang desa tidak ada bedanya dengan orang kota dari kalangan atas hingga bawah.
Juminten, gadis yang ceria dan supel menaruh hati kepada Bambang kakak kelasnya di sekolah.
Gayung bersambut, Juminten dan Bambang dijodohkan oleh kedua orangtua mereka.
Pernikahan yang Juminten impikan seperti di negeri dongeng karena dapat bersanding dengan pria yang dia cintai hancur berkeping-keping. Disaat Juminten berbadan dua, Bambang lebih memilih menemui cinta pertamanya dibandingkan menemaninya.
Apakah Juminten akan mempertahankan rumah tangganya atau pergi jauh meninggalkan Bambang dan segala lukanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elsa Mulachela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6
Obrolan mereka terhenti ketika sudah sampai kandang kambing 'JURAGAN ROJAK'.
"Ayo, masuk. Pilih kambing!"
"Ngapain sih, mak. Pake beli kambing segala. Coba emak pikir-pikir Justin kurang apa?"
"Kurang GAGAH! Berisik lu, ah!" Jawab Rohaya sambil ngeluyur.
"Mak .. Juminten mau setia ma Justin doang!" Juminten berkilah untuk ikut masuk ke kandang.
Akhirnya, Rohaya berhasil menarik tangan anaknya untuk masuk ke kandang kambing. Terlihat bermacam usia, warna juga jenis kelamin ada di kandang. Rohaya sibuk memilih kambing muda dengan juragan Rozak.
"Lu yakin kagak mau beli kambing? Cakep-cakep ini, dijual lagi juga untung!"
"Kagak, mak!"
Rohaya pun meninggalkan anaknya yang cemberut di kandang depan.
"Mak.. Mak!" Teriak Juminten.
"Ada apa sih, Jum? Emak lagi milih kambing muda, nih! Biar punya anak momongan di rumah pas lu sekolah! "
"Jumi minta beliin ini aja Mak! Montok, Kekar, Cakep lagi!" Juminten mengelus-ngelus kambing pilihannya. "Ini cewek kan?" Tanya Juminten.
"Bukan, ini jantan neng." Saut karyawan juragan.
"Jantan? Berarti cowok dong? Tapi kenapa nih kambing payu*aranya gede banget?" tanya Juminten.
"Itu artinya kambingnya gede, Neng." Jawab karyawan tersebut.
Terlihat Rohaya tergopoh melihat kambing pilihan anaknya. Kambing berukuran besar, berwarna hitam dan putih juga terlihat montok.
"Bagus juga pilihan, lu!"
"Jumi gitu loh, ntar si putra biar 1 kandang ma soang aja ya, Mak. Wah besok Jumi mau syukuran ah di sekolah."
"Terserah lu, dah. Penting lu seneng, Jum!" Rohaya mengeluarkan hape dari dalem dompet. "Ku dp dulu ya kang, besok pagi biar babenya kesini liat kambingnya dulu."
"Beres, Mbak."
🍓🍓🍓🍓
Hari Sabtu memang paling enak berangkat sekolah kesiangan, apalagi kegiatan hanya full ekstrakurikuler di sekolahan. Juminten sudah bersiap berangkat ikut pendaftaran osis, buat apalagi kalo bukan demi ketemu Bambang.
Terlihat Rohaya sibuk menyiapkan bahan-bahan kue dari pagi hari, begitu juga Udin sibuk membersihkan rumah dengan karyawan mereka.
"Tumben, rumah meriah banget, Mak?" tanya Juminten.
"Eh, udah mau berangkat, Nak." Saut Udin melihat Juminten bersiap berangkat.
"Iya, Pak. Juminten mau daftar jadi osis. Hari ini pendaftarannya." Juminten mengambil tasnya. "Tumben banget, rumah di kasi kembang sedap malam. Ada hajatan beneran, nih." gerutu Juminten.
"Salim Pak, Mak. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Pulang nanti jangan telat. InsyaAllah habis maghrib kita kedatangan tamu." Saut Udin.
"Iya, Pak. Jumi bentar doang kok sekolahnya. "
Juminten tak mau mengambil pusing acara hari itu. Hari ini Juminten sudah. janjian bareng 4 sekawan. Siapa lagi kalo bukan Farid, Resti, Mala dan dia di depan kantin.
Terlihat Mala duduk sendiri di dalam kantin sambil membaca buku novelnya.
"Mala!"Teriak Juminten.
"Sini, Jum." Jawab Mala.
Sebelum menghampiri Mala, Juminten memesan 4 nasi goreng dan 4 pop ice rasa coklat pada bu kantin.
"Nggak sarapan di rumah?" tanya Mala.
"Sengaja, biar bisa traktir kalian. Berangkat jam berapa tadi?" tanya balik Juminten.
"Jam 7, kepagian deh hehe. Makasih Jum, tau aja aku belum sarapan."
"Keliatan Mal, dari mode gaya duduk lu kaya orang lemes belum diisi asupan. Haha.."
"Bahas apa nih, rame bener?" Farid ikut bergabung dengan mereka.
Juminten memperhatikan gerak-gerik Mala yang selalu salah tingkah bila ada Farid.
Kayaknya naksir Farid nih, si Mala. Kapan-kapan godaih, ah.
"Gue mau traktir kalian." Jawab Juminten.
"Hallo everybody, Ada acara apaan, Jum. Kok pagi-pagi ngajak kumpul di kantin?" suara Resti mendekati meja sahabatnya.
"Semalem Emak beli Putra, makanya gue syukuran nih." Jawab Juminten.
"Beli Putra?" tanya Mala.
"Putra itu kambing, elah. Kalian tau sendiri kalo gue suka ngasih nama hewan."
"Wah, Justin di duakan dong." Goda Farid.
"Enak aja, Justin temen separgalau-an gue yang pertama nggak bakal gue lupain"
"Emang bengek lu jum, soang namanya Justin sekarang kambing namanya Putra." Ucap Resti.
"Tau nih si Jum, aneh. Temenan kok ma soang. Sekarang nambah sama embek!" Ucap farid yang membuat Resti dan Mala tertawa. Sedangkan Juminten masa bodoh dengan komentar teman-temannya.
Obrolan mereka terhenti saat Bu kantin menyuguhkan pesanan Juminten.
"Ini nasi goreng nya." Ucap bu kantin. Sambil menyuguhkan. "Ini es nya. Terus Ini gratisan nya, spesial karena yang beli pertama perawan asli."
"Makasih ya, bu. Sering-sering ngasih gratisan biar laris dagangannya. Tapi jangan lupa sedekah ya, bu. Karena sedekah kita bisa —" omongan juminten terhenti dengan tepukan Farid di bahu kirinya.
"Ngobrol mulu, ayo makan keburu dingin. Biar kagak rugi duit yang dikeluarin. "
Mala dan Resti tertawa melihat kelakuan Juminten dan farid.
Merekapun mendaftarakan diri di ruang osis. Terlihat 2 barisan antrian pendaftaran di depan ruang osis.
"Isi profil pribadi sama nomer hp, dek. Kalo sudah, tunggu konfirmasi dari pengurus osis di nomer hp adek, ya." Ucap salah satu pengurus osis.
"Bambang nya dimana ya, Mbak. Kangen aku seminggu nggak ketemu " tanya Juminten.
"Bambang tadi dateng, terus di telpon nyokapnya suruh cepetan balik,Dek." Jawabnya.
Bambang Oh Bambang, pas giliran gini aja ngilang. Nggak tau apa, rasa rindu ini udah sesek banget penuhin hati Neng Juminten.
Setelah Juminten mengisi profil, Juminten berkeliling lantai 2 tempat ruangan osis berada. Terlihat Mala sesegukan di pojokan belakang pot besar dekat ruang osis. Tubuhnya yang kecil, membuatnya tidak terlihat karena tertutup pot besar.
"Mal, lu kenapa?"
Mala yang mendengar kedatangan Juminten berusaha menghapus air matanya. "Nggak papa Jum, cuman kelilipan."
"Aku juga cewek, Mal. Alibi omongan ini udah basi. Coba ceritain ke gue." Juminten ikut berjongkok dengan Mala.
Bukannya bercerita, Mala makin sesegukan tangisannya. Juminten pun memeluk Mala, berharap pelukannya menenangkannya.
"Aku pengen organisasi, aku pengen punya banyak temen, aku pengen jalan-jalan juga nongkrong lama sama temen-temenku. Tapi, keadaan yang nggak bisa aku ikutin ini."
Juminten tercengang dengan cerita Mala.
"Maksud Lu apa, Mal? Lu punya kerjaan diluar sekolah?" Tanya Juminten.
Mala menggelengkan kepalanya.
"Lu disuruh di rumah aja ma nyokap lu?"
Mala menggelengkan kembali kepalanya.
"Ibuku meninggal 1 tahun yang lalu." Jawab Mala.
"Eh, Sorry Mal, gue nggak tahu. Terus kenapa? Kalo memang ini privasi kamu, semoga cepet kelar masalahnya, Mal. Saranku jadilah kamu ya kamu. Bukan kamu yang di atur-atur. Kamu punya hak atas hidupmu. Ingat, kamu yang menjalani semua ini Mala, bukan orang lain."
Semakin menangis tersedu tangisan Mala. Juminten hanya bisa menenangkan sahabatnya.
"Aku mohon, jangan sebarkan berita ini." Ucap Mala sambil menggenggam tangan Juminten.
Juminten pun menganggukkan kepalanya. Terlihat Mala menarik nafas panjang.
"Kamu ingat ponakanku yang bernama Radit?"
"Ingat Mal. Kenapa Radit?"
"Radit itu anak kak Mila. Kak Mila hamil dan kabar kak Mila hamil membuat Ibu kami meninggal."
Juminten kaget dengat kabar tersebut. Tapi dia berusaha tidak ikut campur dengan urusan keluarga Mala.
"Dari SMP kelas 1,kak Mila tulang punggung keluargaku dengan bekerja jadi model karena Ibu sering sakit." Mala menghirup nafas panjang kembali. "Dan sekarang, Radit menjadi tanggung jawabku dan Mbok. Sejak kemarin malam kak Mila memarahiku. Takut jika aku ikut osis, konsekuensinya Radit tidak ada yang menemani di rumah. Aku ingin ikut osis, Jum. Aku ingin ikut!" Teriak lirih Mala.
Juminten memeluk Mala kembali memberi tepukan penenang di punggungnya. Membiarkan Mala puas mengeluarkan air matanya. Setidaknya, mengurangi sedikit beban dalam hatinya.
Bambang jgn galau gitu,noh Rena sdh siap jd masa depanmu. tinggal kedipkan matamu buat othor. biar bisa dpt daun muda😁✌️🏃🏃🏃💨💨💨💨