NovelToon NovelToon
PESUGIHAN POCONG GUNUNG KAWI

PESUGIHAN POCONG GUNUNG KAWI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Menjadi Pengusaha / CEO / Tumbal / Iblis / Balas Dendam
Popularitas:996
Nilai: 5
Nama Author: triyan89

Rina hidup dalam gelimang harta setelah menikah dengan Aryan, pengusaha bakso yang mendadak kaya raya. Namun, kebahagiaan itu terkoyak setelah Rina diculik dan diselamatkan oleh Aryan dengan cara yang sangat mengerikan, menunjukkan kekuatan suaminya jauh melampaui batas manusia biasa. Rina mulai yakin, kesuksesan Aryan bersumber dari cara-cara gaib.
​Kecurigaan Rina didukung oleh Bu Ratih, ibu kandung Aryan, yang merasa ada hal mistis dan berbahaya di balik pintu kamar ritual yang selalu dikunci oleh Aryan. Di sisi lain, Azmi, seorang pemuda lulusan pesantren yang memiliki kemampuan melihat alam gaib, merasakan aura penderitaan yang sangat kuat di rumah Aryan. Azmi berhasil berkomunikasi dengan dua arwah penasaran—Qorin Pak Hari (ayah Aryan) dan Qorin Santi—yang mengungkapkan kebenaran mengerikan: Aryan telah menumbalkan ayah kandungnya sendiri demi perjanjian kekayaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triyan89, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5

​Aryan berlari tanpa henti, meninggalkan Goa Macan yang gelap dan bau busuk menyengat. Napasnya tersengal, dadanya terasa nyeri, bukan hanya karena kelelahan fisik, tetapi juga karena beban mental yang luar biasa. Ia berhasil melewati ujian itu, tetapi harga yang harus dibayar adalah kebahagiaan dan menakutkan.

​Ketika ia kembali ke makam keramat, langit timur sudah mulai memerah. Udara terasa lebih hangat, dan aura mencekam tadi malam perlahan menghilang, digantikan oleh aroma kemenyan dan bunga yang biasa menyelimuti tempat keramat itu.

​Aryan langsung menuju kamar ziarah tempat Ki Sabdo menunggunya. Ia masuk, tubuhnya ambruk di lantai. Ia terengah-engah, gemetar, dan berlumuran keringat dingin.

​Ki Sabdo sedang duduk bersila di sudut ruangan, di depannya, sebuah piring kecil berisi abu kemenyan. Pria tua itu menatap Aryan dengan senyum tipis, senyum yang dingin dan tanpa emosi.

​"Kamu kembali, Anak Muda. Aku tahu kamu berhasil. Matamu tidak lagi memancarkan keputusasaan, melainkan ambisi," kata Ki Sabdo, suaranya tenang.

​Aryan mengangkat tangan kanannya yang memegang Jimat Besi Kuning. Jimat itu kini terasa hangat, seolah menyimpan energi yang besar.

​"Aku... aku berhasil, Kek. Tapi, mereka bilang aku harus menukar dengan kebahagiaanku. Dan setiap malam Jumat Kliwon, aku harus membawa sesembahan," kata Aryan, suaranya lemah.

​Ki Sabdo mengangguk pelan. "Itu adalah syarat mutlak. Tidak ada kekayaan tanpa pengorbanan, Yan. Mereka mengambil kebahagiaanmu, agar kamu fokus pada kekayaan. Mereka mengambil rasa syukur, rasa cinta yang tulus. Kamu hanya akan merasakan kenikmatan materi, tapi hatimu akan kosong."

​Perkataan itu menampar Aryan. Ia teringat Bu Ratih, ibunya, dan betapa tulusnya cinta Bu Ratih yang sederhana. Tapi kini, semua sudah terlambat. Ia sudah membuat perjanjian dengan Iblis.

​"Lalu, apa yang harus aku lakukan, Kek? Bagaimana cara menggunakan jimat ini?" tanya Aryan, mencoba mengalihkan pikirannya dari resiko perbuatannya.

​Ki Sabdo menyuruh Aryan duduk lebih dekat. "Dengar baik-baik. Jimat ini bukan mesin cetak uang. Jimat ini adalah Jimat Penarik Rezeki. Ia akan memancarkan aura yang membuat orang lain tertarik padamu, membuat mereka percaya padamu, dan yang paling penting, membuat mereka ingin membeli apapun yang kamu jual."

​"Kamu harus menjadi pedagang. Mulailah usaha kecil. Jual apa saja. Jimat ini akan melipatgandakan kepercayaan dan ketertarikan orang. Pembeli akan datang berbondong-bondong, uang akan mengalir seperti air bah," jelas Ki Sabdo.

​Ki Sabdo menatap Aryan dengan serius. "Tapi ingat, sekali lagi, jangan pernah menggunakan uang untuk berfoya-foya. Kamu harus tetap berusaha. Jimat ini hanya membantu memanggil rezeki, bukan menciptakan rezeki dari udara kosong. Jaga Jimat Besi Kuning ini lebih dari nyawamu, cuci setiap Malam Jumat Kliwon, dengan air bunga tujuh rupa. Dan jangan sampai hilang. Kalau hilang, semua hartamu akan lenyap dalam sekejap, dan mereka akan datang menagih nyawamu malam itu juga."

​Aryan mengangguk, menyerap setiap kata. Menjadi pedagang. Itu bisa ia lakukan. Ia bisa memulai usaha kecil-kecilan di Jakarta.

​"Lalu, sesembahan untuk Jumat Kliwon itu apa, Kek? Mereka tidak memberitahu."

​Ki Sabdo tersenyum tipis, senyum yang sangat menakutkan. "Mereka akan memberitahumu, Yan. Biasanya, mereka menuntut sesuatu yang berharga bagimu saat itu, atau sesuatu yang masih memiliki darah panas."

​Aryan merinding mendengar kata darah panas. Ia menelan ludah. Ia tahu, perjanjian ini adalah jurang yang sangat dalam.

​"Sekarang, tugasmu di sini sudah selesai. Kembalilah ke Jakarta. Mulai hidup barumu," kata Ki Sabdo, lalu ia mengeluarkan sebuah kantong kain kecil yang terlihat berat. "Ini. Untuk modal awalmu. Jumlahnya cukup untuk tiket kereta dan memulai usaha kecil."

​Aryan menerima kantong itu, bingung. Ia tadi memberikan hampir semua uangnya sebagai mahar, tapi kantong ini terasa jauh lebih berat dari yang ia bayangkan.

​"Terima kasih, Kek," kata Aryan, berpamitan.

​"Jangan berterima kasih padaku. Berterima kasihlah pada mereka yang ada di Goa Macan. Dan ingat janjimu," balas Ki Sabdo, lalu menutup matanya, kembali bermeditasi.

​Aryan meninggalkan Gunung Kawi, berjalan menuruni tangga-tangga keramat itu. Ia tidak lagi melihat kompleks makam itu sebagai tempat ziarah, melainkan sebagai pusat perjanjian yang mengikat jiwanya.

​Singkat cerita, perjalanan kereta api kembali ke Jakarta terasa sangat berbeda. Kali ini, Aryan duduk di gerbong eksekutif yang nyaman. Ia membeli tiket itu di stasiun Malang, dengan uang yang diberikan Ki Sabdo. Ia membuka kantong itu, dan menemukan tumpukan uang seratus ribuan, dan jumlah itu jauh lebih banyak dari modalnya.

​Ini sudah bekerja, pikir Aryan, mencengkeram Jimat Besi Kuning di saku bajunya.

​Sesampainya di Jakarta, ia langsung menuju kamar kosnya. Ia mengendarai motor bututnya.

​Kamar kosnya yang sempit, panas, dan pengap itu menyambutnya. Kontrakan yang dulu terasa seperti penjara, kini terasa asing. Ia melihat sekeliling, dan matanya tertuju pada kasur tipisnya.

​Ia teringat perkataan Ki Sabdo. "Mereka sudah menyiapkan hadiahmu di tempat yang paling nyaman bagimu saat ini. Periksalah."

​Tempat paling nyaman? Kasur bututnya, tempat ia biasa melamunkan kekayaan dan hinaan Rina.

​Dengan langkah berdebar, Aryan mendekati kasur itu. Ia mengangkat bantal tipisnya.

​Dan matanya langsung terbelalak.

​Di bawah bantal itu, bukan hanya kasur yang berlubang, tetapi ada tumpukan uang tunai yang sangat banyak. Uang seratus ribuan, lima puluh ribuan, digulung rapi, ditumpuk berlapis-lapis hingga membuat kasurnya sedikit terangkat. Jumlahnya sangat fantastis, jauh lebih banyak daripada yang ia bayangkan. Ini adalah jumlah yang cukup untuk membeli kafe tempat Rina menghinanya.

​Aryan menjatuhkan diri, tangannya gemetar. Ia mulai menghitungnya, mengambil satu gulungan.

​"Satu juta... dua juta... lima puluh juta..."

​Ia menghitung, menghitung, dan terus menghitung. Ia tidak bisa menghitung seluruhnya. Jumlahnya bisa mencapai ratusan juta, mungkin bahkan miliaran rupiah.

​Ini adalah kekayaan instan. Ini adalah hasil dari nyawa ayahnya, tumbal yang sudah diserahkan oleh Iblis Penjaga di Gunung Kawi.

​Aryan tertawa, tawa yang bukan berasal dari kebahagiaan sejati, melainkan tawa kemenangan yang dingin. Ia meraih Jimat Besi Kuning itu, menciumnya, lalu menyembunyikannya kembali di saku.

​"Rina. Laras. Nirmala. Kalian akan melihat siapa yang akan tertawa terakhir," bisik Aryan, matanya memancarkan ambisi membara.

​Mulai saat itu, hidup Aryan berubah total. ​Uang itu akan ia jadikan modal awal yang sangat besar.

FLASHBACK OFF

Tiga jam telah berlalu, sebuah mobil taksi online berhenti di depan rumah sederhana itu. Aryan turun dengan wajah kusut. Ia mengenakan pakaian yang lusuh dan membawa ransel yang sama seperti saat ia berangkat. Ia tidak lagi terlihat seperti pengemudi ojek online, melainkan seperti orang yang baru saja melarikan diri.

​Begitu melihat ibunya duduk sendirian di teras, Aryan langsung berlari mendekat.

​"Ibu!" seru Aryan, memeluk Bu Ratih erat.

​Bu Ratih membalas pelukan itu, namun tangannya gemetar, bukan karena sedih, melainkan karena ia melihat putranya sebagai sumber malapetaka.

​Aryan benar-benar terlihat kaget. Meskipun ia tahu ritual pesugihan itu menuntut tumbal darah terdekat, ia tak pernah menyangka Pocong itu akan bertindak secepat ini dan memilih ayahnya. Air mata penyesalan dan kepanikan membasahi pipinya.

​"Bukan, bukan Bapak yang kumaksud, kenapa Bapak yang jadi tumbal itu. Kenapa Pocong itu memilih Bapak?!" Aryan menjerit dalam hati. Ia menangis tersedu-sedu di bahu ibunya, namun air mata itu bercampur dengan rasa bersalah yang tak terperikan. Semua sudah terlambat. Ia telah membunuh ayahnya demi ambisi.

​Setelah tangisnya mereda, Aryan melepaskan pelukan Bu Ratih. Ia merogoh tas ranselnya, mengeluarkan dompet tebal yang isinya penuh dengan uang tunai. Ia tidak menghitungnya, ia hanya menyerahkan seluruh isinya kepada Bu Ratih.

​"Bu, ini uang buat Ibu. Untuk biaya kebutuhan Ibu, dan selamatan Bapak. Nanti kita akan pindah dari sini, kalo aku dapat rejeki lagi. Aku janji, Bu, aku akan buat Ibu bahagia."

​Bu Ratih menatap tumpukan uang itu, lalu mengalihkan pandangannya ke wajah Aryan.

“Kamu dapat uang dari mana, Nak? Uang sebanyak ini… jujurlah sama Ibu,” tanyanya dengan suara lembut namun penuh curiga.

Aryan menelan ludah, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tak beraturan. Dengan nada bergetar, ia berbohong, “Itu hasil tabunganku selama di Jakarta, Bu. Aku sudah janji sama Bapak dan Ibu, aku bakal bahagiain kalian. Tapi… Bapak malah ninggalin kita duluan, Bu.”

Bu Ratih terdiam, matanya mulai berkaca-kaca mendengar ucapan itu. Tak lama kemudian, Aryan mengajaknya berziarah ke makam Pak Hari. Tanpa banyak kata, mereka pun berangkat menuju tempat pemakaman, membawa bunga dan perasaan yang penuh haru.

1
Oriana
Kok susah sih thor update, udah nungguin banget nih 😒
bukan author: Masih review kak
total 1 replies
Dallana u-u
Gemes banget deh ceritanya!
bukan author: lanjutannya masih review kak
total 1 replies
cocondazo
Jalan cerita seru banget!
bukan author: lanjutannya masih review kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!