NovelToon NovelToon
BAYANGAN DALAM MELODY

BAYANGAN DALAM MELODY

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / BTS / Persahabatan
Popularitas:774
Nilai: 5
Nama Author: JM. adhisty

"Persahabatan adalah ikatan yang tak terpisahkan, hingga cinta datang dan menjadikannya sebuah pilihan."

Kisah ini berputar di sekitar dinamika yang rapuh antara dua sahabat karib yang datang dari kutub kehidupan yang berbeda.

Gabriella, gadis kaya raya dengan senyum semanis madu, hidup dalam istana marmer dan kemewahan yang tak terbatas. Namun, di balik sampul kehidupannya yang sempurna, ia mendambakan seseorang yang mencintainya tulus, bukan karena hartanya.

Aluna, gadis tangguh dengan semangat baja. Ia tumbuh di tengah keterbatasan, berjuang keras membiayai kuliahnya dengan bekerja serabutan. Aluna melihat dunia dengan kejujuran yang polos.

Persahabatan antara Gabriella dan Aluna adalah keajaiban yang tak terduga
Namun, ketika cinta datang mengubah segalanya
Tanpa disadari, kedua hati sahabat ini jatuh pada pandangan yang sama.

Kisah ini adalah drama emosional tentang kelas sosial, pengorbanan, dan keputusan terberat di antara cinta pertama dan ikatan persahabatan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JM. adhisty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

3 DUNIA DIBAWAH LANGIT YANG SAMA

Kontrakan Aluna dan Justin. Pukul 06.00 pagi.

Bau samar nasi goreng sisa semalam memenuhi udara dingin. Aluna sudah rapi dengan kemeja bersih dan celana jins lamanya. Ia duduk di meja kecil, menyeruput kopi instan sambil menatap buku catatan Pengantar Ekonomi. Meski sikunya masih terasa nyeri, semangatnya tidak padam.

Justin muncul dari kamar, sudah berseragam SMA. Ia melihat Aluna dan duduk di depannya, tangannya mendorong mangkuk nasi goreng mendekat.

"Pagi, Kak. Lukanya sudah tidak sakit?" tanya Justin pelan, tatapannya penuh perhatian.

Aluna tersenyum, menyentuh plester di sikunya. "Sudah jauh lebih baik. Sudah, kamu makan. Jangan khawatirkan Kakak."

"Aku tidak bisa tidak khawatir," balas Justin jujur, menggigit nasi gorengnya. "Tapi... aku bangga sama Kakak. Semangat Kakak itu beda sama yang lain.

 Kakak hebat karena bisa kembali ke sana hari ini."

"Kakak hanya harus bertahan. Ini hari kedua, Dek. Kakak sudah janji pada diri sendiri untuk tidak menyerah," kata Aluna, menutup bukunya. Ia bangkit, mengambil tas ranselnya yang sudah penuh.

"kakak berangkat sekarang. Kamu jaga diri baik-baik di sekolah. Jangan lupa latihan gitar."

Justin mengangguk, melihat punggung kakaknya menghilang dengan langkah cepat. Di balik kekhawatiran, Justin merasakan harapan. Aluna adalah jangkar harapan mereka, yang kini berlayar di lautan yang sangat besar.

semntara di kediaman William Family

Ruang sarapan mewah keluarga Gabriella. Pukul 07.00 pagi.

Meja marmer yang panjang dihiasi sarapan prasmanan. Gabriella duduk tegak, rambutnya tertata sempurna, memotong pancake dengan pisau perak.

Di sebelahnya, Arjuna sedang membaca laporan sambil menyeruput teh. Ayah dan Ibu mereka duduk di ujung meja, membahas jadwal sosial minggu ini.

"Gabriella, Ayah sudah mengatur pertemuan dengan Dekan Fakultas Hukum minggu depan. Kamu harus tampil mengesankan," kata Tuan William tanpa melihat.

"Baik, Ayah. Sudah kumasukkan ke dalam jadwal," jawab Gabriella datar.

Arjuna menatap adiknya dengan tatapan pengertian. Ia tahu betapa tertekannya adiknya.

"Jangan terlalu kaku, Gaby," bisik Arjuna saat Ayah mereka teralih. "Jangan lupa, kamu juga harus menikmati kuliah. Bukan hanya bisnis."

"Bagaimana aku bisa menikmati, Bang? Semua di sini terasa seperti kewajiban," balas Gabriella pelan. Pikirannya melayang pada Aluna—gadis yang kemarin ia ajak berteman.

Ia segera beranjak dari kursi, sebelum Ayahnya bisa memberinya perintah baru. Ia menyambar kunci mobil sport-nya dan bergegas pergi. Di balik kemewahan, pagi hari Gabriella adalah rutinitas yang mencekik, dan ia pergi ke kampus mencari pelarian.

....

Garage mewah milik Jhonatan. Pukul 07.30 pagi.

Lima motor besar berjejer rapi. Jhonatan, Kevin, Jay, Axel, dan Yoga sudah mengenakan jaket kulit andalan mereka. Udara pagi dipenuhi aroma kopi, kulit, dan bensin motor mahal.

Kevin sedang mengelap chrome pada motornya, masih kesal karena ia harus kembali ke kampus setelah liburan. "Aku tidak mengerti kenapa kita harus masuk sepagi ini. Kuliah macam apa ini?"

"Berhenti mengeluh, Kevin," potong Jhonatan, memeriksa jam tangannya. "Kita punya reputasi yang harus dijaga. Lagipula, kita harus tahu apa yang dilakukan Gaby dengan teman barunya itu."

Jay tertawa. "Axel yang harusnya khawatir. Gadis beasiswa itu mencuri perhatiannya, dan sekarang Gaby mencurinya untuk dirinya sendiri."

Axel hanya menggeleng, sudah terbiasa dengan ejekan mereka. Ia mengenakan helmnya, menyembunyikan ekspresi berpikir kerasnya. Ia memikirkan Aluna dan berharap gadis itu tidak terluka lagi hari ini.

Yoga adalah yang paling siap. Ia sudah duduk di motornya, diam dan siap bergerak. Baginya, jalan raya adalah kebebasan, dan kampus adalah medan perang yang harus ia amati dari sudut pandangnya yang sunyi. Ia hanya ingin sampai di sana dan memastikan Jaket Denim itu aman.

Mereka menyalakan mesin motor mereka secara serentak. Suara raungan motor yang memekakkan telinga mengakhiri pagi yang tenang. Mereka adalah lima pria yang mencari kebebasan, dan mereka membelah jalanan menuju Rajawali.

....

Pagi itu, Aluna melompat turun dari bus di halte Rajawali dengan terburu-buru. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran karena bus terlambat, dan ia takut terlambat masuk ke kelas Pengantar Bisnis. Ia memeluk erat ranselnya, jaket denim belelnya tersampir di bahu, dan mulai berlari melintasi area kampus yang luas.

Di saat yang sama, raungan mesin memecah keheningan kampus. Kevin sedang memimpin rombongan Big Five dengan motor sport-nya. Di belakangnya ada Jhonatan, Jay, Yoga, dan Axel. Mereka melaju dengan percaya diri, seperti biasa.

Saat Aluna berlari melintasi jalan di antara gerbang kampus dan gedung utama, ia tidak melihat ke kiri dan kanan.

BRUMMM! CIIIIT!

Motor Kevin mengerem mendadak, menghasilkan bunyi decitan keras. Kevin berhasil berhenti hanya beberapa sentimeter dari Aluna. Gadis itu terhuyung ke belakang, nafasnya tercekat, jantungnya berdebar kencang karena kaget.

Kevin yang marah segera melepaskan helmnya. Wajahnya merah padam.

"Kau gila?! Mau bunuh diri?! Atau mau menggores motor mahalku?!" bentaknya, arogansi khasnya langsung keluar.

Axel dan yang lain segera menghentikan motor mereka. Axel buru-buru turun, ekspresi wajahnya berubah khawatir.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Axel, melangkah mendekati gadis itu.

Meskipun masih gemetar, Aluna segera mengumpulkan semua sisa tenaganya dan harga dirinya. Ia tahu ia yang salah, dan ia tidak punya waktu untuk drama.

Ia membungkuk cepat, menundukkan kepalanya dalam-dalam di depan Kevin.

"Saya minta maaf! Maafkan saya. Saya yang ceroboh dan tidak melihat jalan. Saya janji akan lebih berhati-hati," ucap Aluna, suaranya sedikit bergetar tetapi lugas.

Aluna bahkan tidak menunggu Kevin atau Axel menjawab. Ia hanya melirik cepat ke arah Axel dan rombongannya—ia melihat wajah tegang Kevin, ekspresi khawatir Axel, dan tatapan dingin Yoga—lalu segera membalikkan badan.

"Permisi," bisiknya, dan ia langsung berlari secepat mungkin menuju gedung akademik, meninggalkan mereka.

Kelima pria itu hanya bisa melihat punggung Aluna menjauh. Mereka semua terdiam.

Kevin yang baru saja ingin melontarkan amarah lagi, terkejut.

"Dia... dia tidak membalas? Dia malah minta maaf?" Kevin, yang terbiasa dengan drama dan tuntutan, merasa kehilangan kata-kata.

Axel menghela napas. Ia ingin mengejar Aluna, memastikan gadis itu benar-benar baik-baik saja, tetapi ia menahan diri. Ia tahu Aluna pasti malu dan terburu-buru.

"Dia memang ceroboh, tapi dia juga sangat jujur," kata Jhonatan, menyimpulkan. Ia menatap Kevin. "Gadis itu tidak mencari masalah, Kevin. Dia hanya sedang terburu-buru."

Yoga tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya mengamati arah lari Aluna, matanya yang dingin menyimpan rasa lega yang samar karena gadis itu selamat, dan rasa penasaran yang mendalam karena sikapnya yang terlalu cepat menghindar.

Meskipun Gabriella tidak ada di sana untuk menjadi perantara, insiden pagi itu, diikuti permintaan maaf Aluna yang tulus dan terburu-buru, tanpa sengaja mengukuhkan persepsi baru di mata Big Five—bahwa Aluna memanglah gadis yang tulus dan tidak rumit, persis seperti yang disukai Axel dan yang dicari Gabriella.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!