NovelToon NovelToon
KETUA OSIS CANTIK VS KETUA GENG BARBAR

KETUA OSIS CANTIK VS KETUA GENG BARBAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Nikahmuda / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Ketua OSIS yang baik hati, lemah lembut, anggun, dan selalu patuh dengan peraturan (X)
Ketua OSIS yang cantik, seksi, liar, gemar dugem, suka mabuk, hingga main cowok (✓)

Itulah Naresha Ardhani Renaya. Di balik reputasi baiknya sebagai seorang ketua OSIS, dirinya memiliki kehidupan yang sangat tidak biasa. Dunia malam, aroma alkohol, hingga genggaman serta pelukan para cowok menjadi kesenangan tersendiri bagi dirinya.

Akan tetapi, semuanya berubah seratus delapan puluh derajat saat dirinya harus dipaksa menikah dengan Kaizen Wiratma Atmaja—ketua geng motor dan juga musuh terbesarnya saat sedang berada di lingkungan sekolah.

Akankah pernikahan itu menjadi jalan kehancuran untuk keduanya ... Atau justru penyelamat bagi hidup Naresha yang sudah terlalu liar dan sangat sulit untuk dikendalikan? Dan juga, apakah keduanya akan bisa saling mencintai ke depannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pernikahan Naresha—Kaizen

Happy reading guys :)

•••

Pagi ini langit kota Jakarta tampak lebih berwarna—seolah-olah Tuhan sengaja menuangkan beragam rona ke dalam kanvas alam setelah beberapa jam lalu diguyur oleh hujan deras. Gradasi lembut antara biru muda, jingga hangat, serta semburat merah muda berpadu indah di cakrawala, menciptakan sebuah pemandangan yang begitu menenangkan bagi siapa saja yang menyempatkan waktu untuk memandanginya.

Akan tetapi, itu tidak berlaku untuk Naresha, karena hari ini adalah awal dari sebuah kehancuran dari segala hal yang telah dirinya bangun dan pertahanan.

Di dalam sebuah ruangan kamar mewah berukuran besar yang didominasi oleh perpaduan warna putih dan hitam, terlihat sosok Naresha sedang mengembuskan napas panjang beberapa kali sambil menatap pantulan dirinya di kaca cermin meja rias.

“Kenapa jadi gini, sih? Aku masih mau bebas ke mana-mana, tapi kenapa sekarang justru kejebak di tempat ini … dan sebentar lagi malah akan segera nikah sama orang yang selama ini aku benci. Ya Tuhan, aku benar-benar ngerasa bingung banget sekarang,” batin Naresha, menggigit bibir bawahnya cukup kencang sambil mulai memberikan jambakan di rambut panjangnya—berusaha menghilangkan rasa pusing serta nyeri yang tiba-tiba saja melanda.

Beberapa menit berlalu, suara pintu masuk kamar sedang dibuka oleh seseorang dari arah luar terdengar, membuat Naresha spontan mengalihkan pandangan ke arah kanan, sebelum pada akhirnya merebahkan kepala di atas meja riasnya setelah melihat kehadiran sang mama di sana.

Gayatri yang telah rapi dengan balutan kebaya modern berwarna dusty pink melangkahkan kaki masuk ke dalam, menghampiri tempat sang anak semata wayang berada sekarang sambil mengukir senyuman manis penuh akan harapan.

“Sayang, kenapa?” tanya Gayatri dengan suara sangat lembut, seraya menggerakkan tangan untuk memberikan elusan di punggung Naresha yang sudah tertutupi oleh kebaya kutu baru modern berwarna putih, “Kamu harusnya hari ini bahagia, loh, bukan sedih kayak gini.”

Naresha diam sejenak, mengeratkan gigitan pada bibir bawahnya sebelum pada akhirnya secara perlahan-lahan mulai membuka suara—dengan masih dalam posisi yang sama. “Gimana aku mau bahagia, Ma? Mama sama papa aja maksa aku buat nikah secepat ini … aku masih muda banget, loh, Ma … Aku masih punya banyak hal yang pengin dikejar, dan … aku juga belum siap buat jadi istri … Apalagi buat cowok yang selama ini aku benci.”

Gayatri menghela napas pelan saat mendengar ucapan Naresha, lalu perlahan-lahan tetapi penuh kepastian mulai menggerakkan tangan untuk menyentuh dagu putrinya itu—membawanya naik agar menatap wajah serta matanya. “Kamu tahu, kan, kenapa Mama sama papa sampai ngelakuin hal ini? … Dan kami berdua nggak asal ambil keputusan, Sayang. Mama sama papa udah berdiskusi panjang-lebar soal ini dari beberapa bulan lalu … dan menurut Mama sama papa, cuma jalan ini yang bisa bimbing dan nyelamatin kamu dari semuanya.”

“Tapi, Ma—”

“Sayang … percaya sama Mama. Selama ini Mama nggak pernah, kan, ambil keputusan yang ngebuat kamu menderita? Kamu itu anak Mama … Mama mau yang terbaik buat kamu. Jadi, tolong, ya, kali ini kamu juga percaya sama Mama kayak sebelum-sebelumnya,” potong Gayatri, sorot matanya menunjukkan harapan serta kasih sayang sangat mendalam.

Naresha ingin kembali melancarkan proses, tetapi sesegera mungkin mengurungkan niat saat melihat sorot mata sang mama. Ia kembali menggigit bibir bawahnya cukup kencang, sebelum pada akhirnya dengan sangat pasrah menganggukkan kepala pelan sebagai jawaban.

Senyuman manis Gayatri kembali mengembang saat melihat anggukan yang telah diberikan oleh Naresha, kemudian dirinya mulai membantu sang anak untuk melanjutkan persiapan sebelum beberapa puluh menit lagi acara sakral pada pagi hari ini dimulai.

“Walaupun aku nerima pernikahan ini, tapi lihat aja … Kaizen, gue pastiin lu nyesel karena udah nikahin gue.”

•••

Suara langkah kaki beberapa orang sedang menuruni anak tangga terdengar memenuhi seluruh ruangan yang berada di dalam lantai satu sebuah rumah mewah nan megah, membuat Kaizen yang sedang mengobrol bersama sang kakak sontak mengalihkan pandangan.

Dari tempatnya berada, Kaizen dapat melihat sosok Naresha yang telah rapi mengenakan kebaya kutu baru modern berwarna putih sedang melangkah turun dengan ditemani oleh Gayatri di samping kanan.

Remaja laki-laki itu sempat terdiam beberapa saat dengan bibir merah mudanya sedikit terbuka, seakan dirinya sedang melihat seorang bidadari yang turun dari kayangan di depan sana. Namun, itu tidak berlangsung lama, karena Kaizen spontan membelalakkan mata sempurna kala tiba-tiba saja mendapatkan sikutan cukup kencang pada lengan kirinya.

Tanpa menunggu waktu lama, Kaizen refleks menoleh ke arah kiri, lantas memutar bola mata malas saat melihat Kenan Wiratma Atmaja—sang kakak kandung—tengah mengangkat kedua alis beberapa kali guna memberikan godaan kepada dirinya.

Kenan—seorang pria dewasa berumur 25 tahun yang memiliki rambut hitam panjang bermodelkan Messy Man-Bun—sontak terkekeh pelan saat melihat reaksi yang sedang ditunjukkan oleh sang adik kandung.

“Dek, katanya ceweknya jelek dan kamu mau karena terpaksa … tapi, kok, Kakak lihat dia cantik dan kamu … kelihatan terpana gitu?” goda Kenan dengan suara sangat pelan.

Kaizen tidak merespons godaan dari sang kakak, dan justru mengalihkan pandangan ke arah sang kakak ipar yang tengah asyik mengobrol bersama sang mama. “Kak Sela, ini sopirnya disumpel dulu mulutnya … bikin naik darah aja.”

Arsela Dianisa—perempuan cantik berumur 24 tahun yang memiliki potongan rambut panjang bermodelkan curtains—sontak menoleh ke arah Kaizen, sebelum pada akhirnya terkekeh geli saat melihat ekspresi yang sedang ditunjukkan oleh adik iparnya itu. “Aduh, Adik Iparku Yang Paling Ganteng Ini … sopirnya Kakak ngapain kamu, Ganteng?”

Pertanyaan yang telah dilontarkan oleh Sela itu penuh akan godaan, tetapi Kaizen tidaklah mempermasalahkan akan hal itu, berbeda sekali saat sang kakak kandung yang melakukannya.

“Dia bikin aku lupa sama kalimat yang udah aku latih dari tadi pagi, Kak,” jawab Kaizen, suaranya terdengar sedikit manja—suara yang sangat jarang dirinya tunjukkan selain kepada tiga orang perempuan yang sangat dirinya percayai serta sayangi.

Sela segera mengalihkan pandangan ke arah sang suami setelah mendengar jawaban dari Kaizen. “Sayang, nggak boleh gitu, ih … nanti kalau acara ini gagal … nggak aku kasih jatah selama satu minggu, loh.”

Kenan spontan langsung terdiam saat mendengar ancaman yang telah diberikan oleh sang istri, tetapi tangannya bergerak memberikan pukulan pelan di paha sang adik kandung.

“Argh! Aduh sakit banget … aku bisa lumpuh ini nanti,” keluh Kaizen sambil memegangi serta memberikan elusan lembut di pahanya, agar Kenan benar-benar mendapatkan hukuman dari Sela.

Mendengar keluhan yang sedang diberikan oleh Kaizen, Kenan sontak melebarkan mata, lantas refleks memberikan elusan lembut di paha sang adik agar sang istri tercinta tidaklah marah kepadanya.

Meninggalkan tempat Kaizen, Naresha yang saat ini sedang berdiri di tengah-tengah kedua orang tuanya sontak memutar bola mata penuh rasa malas.

“Kekanak-kanakan banget … Kehidupanku ke depannya gimana? Ketemu waktu di sekolah aja udah buat muak, dan ini … harus ketemu dia setiap saat kalau kami berdua udah sah jadi suami-isteri,” batin Naresha, menggigit bibir bawah cukup kencang saat berbagai macam bayangan buruk tentang kehidupannya bersama Kaizen di masa depan mulai hadir dan berputar-putar di dalam benaknya.

Akan tetapi, itu tidak berlangsung lama, lantaran Naresha segera kembali tersadar ke dunia nyata saat mendengar suara seorang pria paruh baya yang begitu sangat asing di telinganya.

“Kedua mempelai udah datang? Bisa kita mulai akadnya sekarang?” tanya pria paruh baya itu, menatap ke arah keluarga Kaizen dan Naresha berada sambil memperbaiki letak kacamatanya.

Ardan menatap ke arah Radit sejenak, seakan sedang memberikan kode kepada sahabat serta rekan bisnisnya itu sebelum pada akhirnya menganggukkan kepala pelan.

“Bisa, Pak Ustaz. Silahkan dimulai,” ucap Ardan penuh kemantapan. Suaranya terdengar tenang, meskipun di baliknya terselip emosi yang tak bisa sepenuhnya untuk ditebak—antara haru, cemas, dan juga merasa bersalah karena harus mengambil keputusan ini untuk membawa sang anak sulung kembali ke jalan yang benar.

Setelah mengatakan hal itu, Ardan, Radit, Kenan, dan tentu saja Kaizen melangkahkan kaki mendekati meja yang telah disiapkan beberapa jam lalu.

Kaizen mengembuskan napas panjang beberapa kali, sebelum pada akhirnya mendudukkan tubuh di hadapan pria paruh baya yang akan menjadi penghulu untuk pernikahannya pada pagi hari ini.

Beberapa detik kemudian, Naresha mulai mendudukkan tubuhnya di samping kanan Kaizen dengan dibantu serta dituntut oleh sang mama. Ia melirik sekilas ke arah cowok itu, sebelum pada akhirnya menundukkan kepala dan menggenggam erat kedua tangan di atas pangkuannya—berusaha tetap kuat lantaran tidak ingin homeschooling.

Genggaman pada kedua tangan Naresha semakin bertambah kuat, saat gadis berparas cantik itu mendengar sang papa mulai mengucapkan kalimat akad nikah dengan suara penuh ketegasan dan keyakinan.

“Saya nikahkan dan kawinkan engkau Kaizen Wiratma Atmaja dengan putri saya, Naresha Ardhanari Renaya, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas seberat 10 gram dibayar tunai.”

Hening sejenak sesudah Ardhan menyelesaikan kalimatnya.

Kaizen menarik napas sangat panjang, sebelum akhirnya mengeratkan genggaman pada tangan Ardhan dan mulai membuka suara. “Saya terima nikah dan kawinnya Naresha Ardhanari Renaya binti Ardhan Renaya dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai.”

Penghulu mengukir senyuman tipis dan mengalihkan pandangan ke arah para anggota keluarga Naresha dan Kaizen berada. “Bagaimana para saksi? Sah?”

“Sah!”

To be continued :)

1
Vlink Bataragunadi 👑
what the..., /Shame//Joyful//Joyful//Joyful/
Vlink Bataragunadi 👑
buahahaha puas bangett akuu/Joyful//Joyful//Joyful/
Musoka: waduh, puas kenapa tuh 🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
buahahaha Reshaaaa jangan remehkan intuisi kami para orang tua yaaaaa/Chuckle//Chuckle/
Musoka: Orang tua selalu tahu segalanya, ya, kak 🤭🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
ada ya yg ky gini/Facepalm/
Musoka: ada, dan itu Resha 🤭🤭🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
gelooooo/Facepalm/
Musoka: gelo kenapa tuh kak 🤭🤭🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!