Seorang gadis remaja yang kini duduk di bangku menengah atas. Ia bernama Rona Rosalie putri bungsu dari Aris Ronaldy seorang presdir di sebuah perusahaan ternama. Rona memiliki seorang kakak lelaki yang kini sedang mengenyam pendidikan S1 nya di Singapore. Dia adalah anak piatu, ibunya bernama Rosalie telah meninggal saat melahirkan dirinya.
Rona terkenal karena kecantikan dan kepintarannya, namun ia juga gadis yang nakal. Karena kenakalan nya, sang ayah sering mendapatkan surat peringatan dari sekolah sang putri. Kenakalan Rona, dikarenakan ia sering merasa kesepian dan kurang figur seorang ibu, hanya ada neneknya yang selalu menemaninya.
Rona hanya memiliki tiga orang teman, dan satu sahabat lelaki somplak bernama Samudra, dan biasa di panggil Sam. Mereka berdua sering bertengkar, namun mudah untuk akur kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosseroo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertandingan
Setelah penangkapan Steve dan ayahnya, suasana sekolah kembali tenang. Rona bisa beraktivitas dengan damai tanpa rasa takut. Ia makin fokus pada pelajaran, hingga akhirnya berhasil meraih juara Olimpiade Matematika tingkat kota. Berita itu membuatnya jadi buah bibir sekolah, meski bagi Erina justru menjadi bara api yang semakin membakar hatinya.
“Hebat ya, Rona. Loe bisa juara Olimpiade. Pantes Samudra nempel terus,” sindir Erina sambil menyibakkan rambut panjangnya.
Rona tersenyum tipis, menanggapi dengan tenang. “Terimakasih, Erina. Gue hanya berusaha sebaik mungkin.”
Cika dan Mely langsung saling pandang, menahan tawa kecil melihat wajah Erina yang makin ketus.
"Pake dukun apa sih loe, bisa seberhasil itu?" Lagi-lagi Erina menyindir.
"Hari gini masih percaya dukun, oh come on Erina. Gue tahu, gue tuh emang susah orangnya. Susah dikalahin maksudnya." jawab Rona tertawa mengejek.
"Makanya, penyakit hati jangan dipelihara. Mati muda loohhh." tambah Mely semakin meledek. Erina mengepalkan erat tangannya. Namun Rona dan teman-temannya semakin senang melihat Erina kesal.
***
Hari yang ditunggu akhirnya tiba: pertandingan basket antar sekolah. Aula olahraga penuh sorak sorai, tepuk tangan, dan teriakan semangat dari para suporter. Samudra Mikael, kapten tim basket sekolah, jadi pusat perhatian. Setiap kali ia menggiring bola, para siswa berteriak menyemangati.
“Go Samudra! Semangat!” suara cheerleaders menggema, dipimpin Erina yang tampak bersorak paling keras di depan.
Namun di tribun seberang, Rona duduk bersama Mely, Cika, dan Rita. Ia sesekali berdiri bertepuk tangan, sorot matanya penuh semangat saat Samudra berhasil mencetak angka.
Samudra sempat melirik ke arah tribun itu. Begitu matanya bertemu dengan Rona yang tersenyum, jantungnya berdegup lebih cepat. “Dia ada di sana… itu cukup buatku semangat 45,” batinnya.
Namun dari sisi lapangan, mata Levinson, kapten tim lawan, tak lepas dari sosok gadis berambut hitam legam yang duduk manis di antara teman-temannya. Ia menyeringai tipis, memperhatikan interaksi kecil Samudra dan Rona.
“Jadi itu pacarnya, ya? Cantik sekali…” gumam Levinson lirih, matanya penuh rasa ingin memiliki.
Samudra yang sedang memegang bola tak menyadari bahwa selain bola pertandingan, pesonanya pun kini diam-diam menjadi rebutan.
Sorak sorai di aula olahraga semakin memanas. Skor kedua tim nyaris imbang. Setiap kali bola berpindah tangan, penonton berteriak histeris.
“Cepat, Samudra! Jangan kasih celah!” teriak salah satu teman setimnya.
Levinson menggiring bola dengan lincah, tubuhnya tinggi dan kuat. Ia berusaha menembus pertahanan, tapi Samudra sigap menghadang.
“Kalau kau memang kapten hebat, buktikan di sini,” desis Levinson sambil menatap tajam.
Samudra tak menjawab, hanya fokus menjaga bola. Dengan timing yang tepat, ia berhasil merebut bola dari tangan Levinson, lalu berlari cepat ke arah ring lawan. Tepuk tangan dan teriakan makin menggema.
“Samudra! Samudra! Samudra!” sorakan penonton semakin riuh.
Detik terakhir pertandingan, Samudra melompat tinggi. Bola terlepas dari tangannya, melayang sempurna ke arah ring. Brak! Bola masuk tepat saat peluit panjang berbunyi.
“Yeeessss!!!” teriak Mely, Cika, dan Rita serempak.
Sekolah Samudra menang dengan selisih tipis. Para suporter melompat kegirangan.
Levinson terdiam di tengah lapangan, napasnya memburu. Ia menatap Samudra yang dipeluk rekan setimnya dengan penuh hormat. “Kapten yang sulit dikalahkan…” gumamnya pelan, bibirnya menyeringai getir.
Di tribun, Rona sudah tak bisa menahan perasaan. Ia berlari turun ke lapangan, mendekati Samudra yang masih terengah. Tanpa pikir panjang, ia memeluknya erat.
“Sam! Kamu luar biasa!” seru Rona dengan mata berbinar.
Samudra terkejut, namun senyum lebarnya tak bisa disembunyikan. Ia membalas pelukan itu, suara sorakan semakin pecah.
"Terimakasih sayang."
“Uuuuuuuuu!” sebagian penonton bersorak, sebagian lainnya hanya bisa iri.
Wajah Erina langsung mengeras, senyum cheerleaders yang tadi merekah kini berubah jadi masam. “Kenapa harus dia lagi yang selalu diperhatikan Samudra…?” batinnya panas.
Sementara itu, Levinson berdiri di pinggir lapangan. Tatapannya dalam, terfokus pada sosok gadis berambut hitam yang tengah memeluk rivalnya. Ada kilatan rasa kagum sekaligus tantangan di matanya.
“Jadi dia…” gumam Levinson, “…gadis yang membuat seorang kapten seperti Samudra begitu bersemangat.”
Hatinya berdesir. Kekalahan ini bukan hanya soal pertandingan basket, tapi juga awal dari sesuatu yang baru.
Levinson berjalan gontai mendekati Samudra "Selamat bro, kau memang hebat!"
"Sama-sama bro, oh ya kenalin dia pacar gue eh calon istri." sontak ucapan Samudra membuat Levinson terkejut. Namun, ia tak ambil pusing, pikirnya orang sedang kasmaran pasti anggapnya gadis itu bakal jodohnya.
"Hai, aku Levinson."
"Aku Rona. Rona Rosalie."
"Hm nama yang cantik, sama seperti orangnya." namun kata yang terlontar dari mulut Levinson justru membuat Rona tidak nyaman. Dia jadi merasa dejavu dengan setiap perkataan Steve beberapa waktu lalu.
"Sam, lain kali kita tanding satu lawan satu, oke!" tantang Levinson.
"Wahh ide bagus itu. Oke, gue tunggu waktu itu datang. haha"
Pertandingan sudah usai, aula olahraga mulai lengang. Beberapa siswa masih berfoto bersama tim basket yang baru saja meraih kemenangan. Samudra, masih dengan seragam penuh keringat, duduk di bangku panjang sambil menghela napas lega.
Rona datang membawa sebotol air mineral. “Nih, minum dulu. Kamu pasti capek banget.”
Samudra tersenyum lebar, menerima botol itu. “Terima kasih, Sayang. Kalau bukan karena kamu yang nonton, mungkin aku nggak akan se-semangat itu.”
Rona tertawa kecil, pipinya memerah. “Alah, bisa aja. Emang kalau aku nggak datang, kamu bakal kalah gitu?”
Samudra pura-pura mengangguk serius. “Iya. Karena sumber tenaga utamaku itu kamu.”
Rona langsung mendorong bahu Samudra pelan. “Ih, gombal banget!” Tapi senyumnya jelas tak bisa disembunyikan.
Mely, Cika, dan Rita yang baru saja mendekat langsung bersorak.
“Uuuuu, dasar bucin!” seru Mely sambil menepuk tangan.
“Samudra makin parah nih kalau sama Rona,” tambah Rita sambil cekikikan.
Samudra hanya tertawa, lalu meraih tangan Rona dengan lembut. “Biarin aja. Aku memang bucin, dan aku nggak malu.”
Rona menunduk malu, tapi genggamannya tak dilepas.
Dari kejauhan, Erina yang masih bersama tim cheerleaders melirik dengan wajah kesal. Sedang Levinson, yang baru keluar dari ruang ganti, diam memperhatikan mereka. Tatapannya dalam, penuh rasa penasaran pada gadis yang berhasil membuat rivalnya begitu berbinar.
Namun bagi Samudra dan Rona, dunia seakan mengecil hanya untuk mereka berdua sore itu—ditemani sorot senja yang masuk dari jendela aula.
~Haii para readers, mampir juga ke karya teman ku yuk🥰👇
Judul : Cinta Yang Terjeda
Author : Nurika Hikmawati
Menceritakan tentang kisah seorang istri yang harus di tinggal pergi suaminya demi tugas negara. Namun kabar kematian sang suami membuat trauma untuk sang istri. Beberapa tahun kemudian, sang suami kembali mengejutkan sang istri di kala ia sedang dekat dengan pria lain.
~ Mau tahu keseruan lanjut ceritanya, yuk buruan mampir 🤗
Peka dikit
terimakasih sudah di promosikan