"Untukmu, seluruh waktuku. Dariku untuk menantimu"
____________________________
Yumi tak pernah mengira dirinya akan menjalin kasih dengan lelaki yang bahkan tak dikenalnya. Lelaki aneh, yang seakan tau segalanya tentang dia.
Berulang kali Yumi berusaha kabur, menjauh, bertindak tak semestinya agar lelaki itu merasa ilfeel dan meminta putus, tapi justru lelaki itu semakin melabelinya sebagai miliknya!
Aneh. Hampir tak masuk logika.
Apa alasan dibalik hubungan yang terbentuk dengan cara ekstrim ini?
Dan akankah Yumi berhasil membuat lelaki itu pergi?
Atau akankah dirinya terjebak selamanya dihubungan yang tak nyaman bersama lelaki asing itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumachi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Egois & Bersalah
...• Bab 33 •...
...»»——⍟——««...
..."Sering kali kita tanpa sengaja menyakiti orang yang paling kita cintai"...
...。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆...
Yumi berdiri kaku di tengah lorong yang penuh aktivitas, ada yang sedang terduduk di kursi kayu sembari merokok, ada yang terduduk dilantai sembari menikmati kopi, ada yang mondar-mandir membeli kebutuhan. Khas suasana para penunggu pasien yang sedang menunggu kerabat atau keluarga mereka yang sakit.
Setelah menekan paksa Jodie dan Berto untuk memberitahu ruangan dimana Karin dirawat akhirnya Yumi berhasil menemui lelaki yang sudah sangat ingin ia jambak itu. Padahal sebenarnya Yumi juga sadar kalau harusnya dia tidak sesalah itu juga untuk dihakimi.
Maga kini sedang terduduk di kursi tunggu, tepat didepan kamar rawat inap Karin. Ia tertunduk dengan hodie yang menutupi kepalanya, Yumi memicing tajam saat tau lelaki itu mengenakan masker, mungkin ia merasa terganggu dengan aroma menyengat khas rumah sakit?
Ditangannya terdapat sebuah buku yang ia baca dengan fokus. Yumi mendecih kecil, padahal lelaki itu nampak santai. Tapi kenapa begitu sulit mengabarinya.
Ah~ bukankah dia yang mengabaikan telepon lelaki itu semalaman?
Yumi mendekat dengan langkah terhentak-hentak kecil. Ia berdiri tepat didepan lelaki itu sampai ujung flatshoes nya menyentuh sepatu milik Maga.
Dermaga mengedip begitu melihat kaki kecil berhenti didepannya, ia mendongak perlahan. Matanya nampak sedikit melebar saat tau siapa orang yang sedang menatap nya tajam saat ini.
Lelaki itu menghela napas berat, bahunya sampai turun drastis karena itu, Yumi mengernyit tak percaya dengan apa reaksi yang diberikan Maga hanya karena melihat kedatanganya.
"Masuk aja kedalem" ujarnya datar tanpa melihat Yumi kembali. Tangannya membalik lembar buku yang tadi dibacanya.
Yumi mendengus sebal, ia menghentakan kakinya sebelum berbalik memasuki kamar Karin.
Begitu masuk ke kamar rawat inap yang justru malah seperti kamar pribadi itu, Yumi menyoba tersenyum simpul dan menyapa Karin lembut yang sedang memakan kupasan apel digarpu.
"Hai, Yumi... apa kabar" sapa Karin penuh kasih. Kepura-puraan.
"Baik kok gue, lo sendiri gimana udah sehat?"
"Yah masih agak lemes sedikit. Aku minta maaf ya, padahal kamu juga habis sakit ya? Tapi Maga malah habisin banyak waktu disini buat jaga aku"
Yumi tertawa datar, ia duduk disamping ranjang tidur Karin dan meletakkan bingkisan roti serta susu ke atas meja.
"Mau buah, Mi? Seger nih, baru aja selesai di kupasin Maga"
"En.. nggak usah gue udah makan kok" jawab Yumi canggung. Asal Karin tau saja, dia bahkan tidak hanya memakan apel tapi juga anggur dan pir tau! Semua terpotong rapi di wadah bekalnya yang dititipkan Jodie.
"Aku buat kamu canggung ya, karena kedekatan aku sama Maga? Maaf, Mi.. soalnya aku udah terbiasa ngandelin dia. Jadi, kalau ada butuh atau ngerasa sakit aku selalu minta bantuan pacar kamu. Maaf ya... "
"Haha.. enggak... gak.. pa. pa"
"Maga sempet frustasi banget kayanya karena pas kamu sakit aku juga masih belum sembuh, jadi dia agak kelimpungan ngurusin aku"
Yumi mengepalkan tangan nya yang berada diatas lutut. Namun, bibir gadis itu tetap terulas senyum manis. Tahan. Tahan. Yumi bisa menahannya, didepanya ini orang sakit tidak boleh dijambak. Ayo tahan!
"Ngomong-ngomong, karena kamu udah disini, nih kamu bisa pakein" Karin mengambil sebuah salep dari laci meja disamping ranjang.
Yumi mengedip tak mengerti, ia menerima salep itu ditelapak tangannya.
"Buat apa, Rin?"
"Loh? Maga gak cerita?"
"Cerita apa?"
Bibir Karin sedikit tersenyum, namun ia tahan sekuat tenaga, dengan memasang wajah polos dia kembali berbicara, "Itu kemarin kan dia habis dihajar saudara tirinya lagi. Jadi, muka dia babak belur deh. Kemarin, aku udah sempet olesin salepnya sih. Sekarang karena udah ada kamu, kamu aja yang pakein ya, Maga pasti langsung sembuh"
Seketika napas Yumi tercekat. Otaknya bingung harus mencerna yang mana dulu. Kemarin? Apa itu terjadi sebelum Maga meneleponnya? Dan apa tadi katanya? Lagi? Seakan itu sudah menjadi hal yang sering Maga terima.
Sial sekali. Yumi antara pusing, sakit hati, dan marah. Nampak jelas rahang gadis itu terkatup rapat membuat Karin hampir melepas tawa kemenangan nya. Berbohong seperti ini terasa mengasyikan untuknya.
Mengobati Maga? Mana bisa ia lakukan itu. Bahkan waktu dirinya pura-pura pingsan kemarin saat tau Maga sedang mengkhawatirkan Yumi saja dia hanya mampu berteriak tanpa mau menggendong dan menyentuh nya. Ujung-ujungnya Berto yang tergopoh-gopoh membawa ke rumah sakit.
Jadi mana mungkin ia bisa mengolesi salep. Meski itu miris untuknya tapi, melihat wajah kekesalan gadis dekil ini cukup menyembuhkan kekesalan hatinya.
Yumi menghela napas panjang, "Gue... balik dulu ya, Rin. Lo cepet sembuh ya" ucap Yumi lemas.
"Ah ya, Mi, makasi udah dateng jenguk aku" Karin melambaikan tangan ke arah Yumi yang berjalan keluar, gadis itu membalas lambaian tangannya dengan senyum tipis.
Begitu menutup pintu senyum itu lenyap seketika. Wajahnya datar memandang laki-laki didepanya yang masih dalam posisi sama.
"Lo kenapa gak ngabarin apa-apa? Main titipin bekal aja"
"Gak sempet, keburu-buru tadi"
"Karin kan gak mungkin serapuh itu, disini juga kan banyak dokter dan suster, Lo ngurusin banget sih"
Maga mendongak, nampak sedikit mengerutkan keningnya, "Lo kenapa sih, Mi?"
"Lo yang kenapa!"
Dermaga mendesah berat, ia menutup bukunya dan menunduk berat, "Mi, please gue lagi capek banget. Gue males debat. Mending sekarang lo pulang aja"
"Yaudah, anterin gue!"
"Ya gak bisa, kan lo liat sendiri gak ada yang jaga Karin"
"Pokoknya anterin!"
"Lo sejak kapan jadi cewek egois gini sih?!"
Hati Yumi seketika mencelos. Napasnya terasa panas tercekat, apa benar dia sudah terlampau egois? Iya dia memang tidak menyangkal itu, tapi ini isi hatinya, perasaan nya. Dia tak ingin terus merasa seperti ini. Cemburu sialan ini menggerogoti hatinya perlahan.
Yumi mengencangkan rahangnya, ia berjalan maju kedepan, membuat Maga mundur menempel dinding. Gadis itu menyibak tali masker yang menutupi wajah Maga. Ia tersenyum miris melihat wajah membiru diberbagai sisi. Rasanya hatinya semakin ngilu dibuatnya.
"Mi, ini..... "
"Harusnya Alan ngehajar lo lebih banyak lagi" ujar Yumi ketus, ia melempar salep yang tadi diberikan Karin ke pangkuan Maga dan melangkah pergi. Baru beberapa langkah menjauh gadis itu sudah menggigit bibir bawahnya, menahan air mata yang hendak mengalir ke luar.
Harusnya bukan kata-kata itu yang keluar. Yumi juga mau mengolesi salep untuknya. Tapi, entah kenapa kekesalan Yumi lebih mendominasi.
Yumi melesat cepat keluar, kini ia sudah berdiri didepan rumah sakit, matanya terlihat buram, karena air mata yang sudah menggenang dipelupuk. Ia terus memandangi ponselnya, menunggu ojek online pesanannya tiba.
Tapi kemudian sebuah tangan meraih lengannya, mencoba membalikkan badan tiba-tiba, "Ayo gue anter.... "
Ucapan Maga tergantung saat tubuh Yumi membalik sepenuhnya ke arahnya, dengan kasar gadis itu menepis tangan Maga, dan kembali berbalik badan. Itu karena air mata yang menggenang sejak tadi sudah lolos dari tempatnya, memalukan terlihat menangis menyedihkan seperti ini.
"Gak usah. Gue udah pesen ojek"
Tak ada lagi balasan dari Maga, namun dapat Yumi rasakan lelaki itu masih berdiri di belakangnya. Ia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat untuk menyamarkan isakan tangis yang mungkin saja mencuat.
Untung nya tak lama dari itu, pesenan ojek online nya tiba. Dia segera menaiki dan memakai helm agar cepat pergi dari sini. Diekor matanya masih jelas Yumi lihat, lelaki itu bergeming ditempat nya dengan kaku.
Memandang lurus ke arah Yumi yang pergi menjauh. Ia hanya tak pernah menyangka bahwa gadis itu akan menangis seperti itu, dan itu semua karena dirinya.
...• TBC •...
...。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆...